Pada tanggal 19 September 2024, Indonesia secara resmi telah melakukan penandatanganan Multilateral Instrument Subject to Tax Rule (MLI STTR). Indonesia, yang diwakili Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menandatangani perjanjian multilateral tersebut bersama dengan pimpinan dari 42 negara yurisdiksi lainnya.
STTR merupakan penerapan Pilar 2 untuk meminimalkan kompetisi tarif pajak. Dengan instrumen STTR, negara yurisdiksi dapat mengenakan pajak tambahan sampai dengan 9% untuk penghasilan tertentu. Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan dalam transaksi intra-grup berupa royalti, bunga, dan beberapa jenis jasa. Pajak tambahan ini dapat dikenakan oleh negara sumber ketika tarif pajak yang dikenakan lebih rendah dari 9%.
Perlu dicatat, ketentuan STTR hanya berlaku atas penghasilan intra-grup dengan nilai di atas 1 juta euro dalam satu tahun pajak. Dalam STTR, ketentuan ini disebut sebagai materiality threshold. Sementara itu, untuk penghasilan selain bunga dan royalti, STTR diterapkan ketika melebihi mark-up threshod, yakni nilai pembayaran harus melebihi biaya pokok ditambah dengan margin 8,5%. Lihat penjelasan lengkapnya pada artikel berikut ini: Mengenal Apa itu Subject To Tax Rule (STTR)
Dikutip dari siaran resmi Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan menyebutkan bahwa STTR menjadi instrumen untuk melindungi basis pajak negara partisipan. “Mobilisasi sumber daya domestik sangat penting bagi suatu negara dan STTR menyediakan jalan bagi negara-negara untuk melindungi basis pajak mereka,” sebut Sri Mulyani.
MLI ini diperkirakan akan berdampak pada 29 P3B Indonesia dengan negara mitra. STTR akan diimplementasikan secara sistematis dan serentak tanpa negosiasi bilateral setelah dilakukan proses ratifikasi serta ketentuan pelaksana yang akan disiapkan oleh Kementerian Keuangan.