Sebagai Pemotong PPh Pasal 21, perusahaan wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Kemudian, perusahaan wajib melakukan penghitungan PPh Pasal 21 yang didokumentasikan dalam catatan atau kertas kerja perhitungan PPh masing-masing penerima penghasilan. Dokumen tersebut wajib disimpan selama sepuluh tahun sesuai ketentuan Pasal 28 ayat 11 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Setelah melakukan pemotongan PPh Pasal 21, pemotong wajib menyetorkan pajak tersebut kepada negara. Penyetoran dilakukan paling lama tanggal 10 setelah masa pajak berakhir. Penyetoran diawali dengan pembuatan kode billing melalui saluran DJP, Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan, internet banking, teller bank, kantor pos, maupun langsung melalui KPP. Setelah mendapat kode billing, pembayaran dapat dilakukan lewat teller bank, kantor pos, internet banking, mobile banking, maupun ATM.
Pelaporan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dilakukan melalui SPT Masa PPh Pasal 21/26 sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9 Tahun 2019. SPT Masa wajib dilaporkan paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir. SPT Masa PPh Pasal 21/26 (Januari – November) Nihil Tidak Wajib Dilaporkan, kecuali Nihil dikarenakan adanya Surat Keterangan Domisili (Certificate Of Domicile). Apabila jumlah PPh Pasal 21/26 yang dipotong pada Masa Pajak Desember Nihil, kewajiban untuk melaporkan PPh Pasal 21/26 tetap berlaku.
Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21/26 yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh terutang pada bulan berikutnya melalui SPT Masa.
Kewajiban Membuat Bukti Potong PPh Pasal 21
Pemotong wajib membuat bukti potong PPh Pasal 21. Bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala, bukti potong dibuat setahun sekali dengan bentuk Formulir 1721 A1 atau Formulir 1721 A2. Bukti potong tersebut diberikan paling lama satu bulan setelah tahun pajak berakhir. Bagi pegawai yang resign atau keluar di pertengahan tahun, bukti potong juga diberikan paling lama satu bulan setelah pegawai berhenti. Di sisi lain, bukti potong untuk selain pegawai tetap/penerima pensiun berkala dibuat setiap kali ada pemotongan. Apabila dalam satu bulan terdapat lebih dari satu kali pembayaran, bukti potong dapat dibuat sekali dalam satu bulan.