Berita Nasional

Cegah Beda Tafsir dan Penerapan Ketentuan, MA Terbitkan Pedoman Penanganan Tindak Pidana Pajak

Daffa Yasril Nurmansyah

Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) resmi menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pedoman Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perpajakan (PERMA 3/2025). Peraturan ini ditetapkan pada 10 Desember 2025 dan berlaku sejak 23 Desember 2025. Beleid ini mengatur ketentuan seputar penanganan perkara tindak pidana di bidang perpajakan (Tipijak) meliputi pertanggungjawaban pidana pajak, penanganan administratif dan penanganan pidana, ketentuan praperadilan, hingga penunjukan hakim.

Secara umum, PERMA 3/2025 diterbitkan dengan 4 tujuan yakni memberikan pedoman hakim dalam penanganan perkara Tipijak, mencegah perbedaan penafsiran dan penerapan ketentuan, meningkatkan efektivitas dan optimalisasi penanganan perkara, serta mengoptimalkan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.

Penegasan Pertanggungjawaban Pidana Orang Pribadi dan Korporasi

Mengacu pada Pasal 5 PERMA 3/2025, setiap orang dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan dengan sengaja atau kealpaan sesuai dengan:

  1. tindak pidana yang dilakukan termasuk yang menyuruh melakukan, yang turut serta melakukan, yang menganjurkan atau yang membantu melakukan Tipijak,
  2. sikap batin yang jahat (mens rea) pada saat melakukan Tipijak; dan/atau
  3. manfaat yang diterima dari Tipijak.

Adapun setiap orang dalam ketentuan ini adalah orang pribadi dan korporasi baik sebagai wajib pajak atau bukan wajib pajak. Dalam hal Tipijak dilakukan oleh korporasi, maka pertanggungjawaban atas tindak pidana tersebut dapat dibebankan kepada pengurus, pengendali, pemilik manfaat, hingga pihak di luar struktur formal yang memiliki kendali nyata. Korporasi juga tetap dapat dimintai pertanggungjawaban meskipun pengurusnya telah berhenti, meninggal dunia, pailit, atau dibubarkan. Pertanggungjawaban pidana dapat dikenakan secara proporsional sesuai peran dan manfaat yang diterima.

Pemisahan Penanganan Administratif dan Penanganan Tidak Pidana Perpajakan

Dalam Pasal 7 ayat (2) PERMA 3/2025, penanganan secara administratif maupun pidana bukan merupakan urutan proses penanganan. Hal ini bermakna penegakan hukum perpajakan tidak bersifat hierarkis atau bertahap dari sanksi administrasi terlebih dahulu baru kemudian sanksi pidana. Penegakan hukum dilakukan berdasarkan jenis perbuatan yang dilanggar. Pelanggaran terhadap kewajiban administratif perpajakan dilakukan secara administratif dan dikenai sanksi administratif, sedangkan Tipijak dilakukan penanganan secara pidana dan dikenai sanksi pidana sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Selain itu, ditegaskan pula bahwa pemeriksaan bukti permulaan bukan merupakan objek praperadilan. Lebih lanjut, pelaksanaan kewenangan pemeriksa bukti permulaan untuk mencari dan mengumpulkan bukti-bukti tidak dimaknai sebagai upaya paksa sepanjang dengan izin dan persetujuan dari pihak yang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan.

Dalam hal wajib pajak yang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tidak memberikan izin dan persetujuan, maka pemeriksa bukti permulaan dianggap telah menemukan bukti permulaan yang cukup, dan proses dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan.

Penjelasan mengenai pemeriksaan bukti permulaan dapat Anda baca pada artikel berikut ini: Proses Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Pengaturan Pemblokiran dan Penyitaan Aset

Penyidik diberikan kewenangan melakukan pemblokiran harta kekayaan hingga penyitaan aset untuk kepentingan pembuktian dan pemulihan. Mengacu pada Pasal 10 ayat (2) PERMA 3/2025, pemblokiran harta kekayaan dilakukan oleh penyidik dengan mengajukan permintaan pemblokiran kepada instansi atau pihak yang mengelola administrasi harta kekayaan.

Selain itu, dalam hal penyitaan dilakukan untuk kepentingan pembuktian, maka penyitaan tersebut dapat dilakukan tanpa disyaratkan adanya penetapan tersangka. Berbeda dengan penyitaan aset untuk kepentingan pemulihan, penyitaan aset tersebut dilakukan dengan ketentuan telah ditetapkannya tersangka.

Pembayaran Pokok Pajak Masih Dapat Dilakukan Selama Tahap Persidangan

Pembayaran pokok pajak dan sanksi administratif pajak dapat dilakukan selama masa penyidikan, setelah pelimpahan perkara sampai dengan sebelum pembacaan tuntutan, dan setelah pembacaan tuntutan dan sebelum putusan persidangan. Dalam hal terdakwa orang pribadi atau korporasi melunasi pembayaran namun hakim dalam putusannya menyatakan terdakwa bersalah tanpa disertai penjatuhan pidana penjara, orang pribadi dan korporasi tetap dijatuhi pidana denda yang diperhitungkan dari pembayaran pokok dan sanksi administratif yang telah dibayar.

Pidana Denda Tetap Wajib Dibayarkan

Berdasarkan Pasal 18 PERMA 3/2025, ketentuan pidana denda tidak dapat digantikan dengan pidana kurungan dan wajib dibayar oleh terpidana. Apabila pidana denda tidak dibayarkan oleh terpidana paling lama 1 bulan sesudah putusan pengadilan, jaksa dapat melakukan penyitaan dan pelelangan terhadap harta kekayaan terpidana untuk membayar pidana denda.

Ketentuan Masa Transisi

Dengan berlakunya PERMA 3/2025 maka seluruh peraturan dan kebijakan MA terkait penanganan Tipijak dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan dengan PERMA 3/2025. Adapun perkara Tipijak yang telah dilimpahkan ke pengadilan, tetap dilanjutkan sampai memperoleh putusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelumnya.

Categories:

Berita Nasional
Pajak 101 Logo

Jadwal Training

Stay tuned for more training coming soon!

Jadwal Lainnya

© Copyright 2025 PT INTEGRAL DATA PRIMA