Dengan menjalankan usaha di beberapa negara, perusahaan multinasional memungkinkan untuk melakukan transaksi antara pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa (dalam satu grup usaha) dikenal sebagai transaksi afiliasi (affiliated transactions). Sedangkan harga yang ditentukan dalam transaksi afiliasi secara umum dikenal sebagai penentuan harga transfer (transfer pricing).
- transaksi penjualan, pembelian, pengalihan, serta pemanfaatan harta berwujud,
- transaksi pemberian jasa intra-grup (intra-grup service),
- transaksi pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud,
- transaksi pembayaran bunga, dan
- transaksi penjualan atau pembelian saham.
Dalam pembahasan kali ini akan difokuskan pada transaksi afiliasi atas pengalihan dan pemanfaatan harta tak berwujud. Harta tak berwujud umumnya meliputi hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya.
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam pengujian atas transfer harta tak berwujud:
- Mengidentifikasi keberadaan setiap harta tak berwujud yang memberikan kontribusi terhadap kesuksesan produk di pasar. Identitas ini dapat dilakukan melalui analisis fungsi. Dalam analisis fungsi, Pemeriksa Pajak diharapkan memiliki pemahaman yang baik tentang usaha Wajib Pajak.
- Mengidentifikasi nilai harta tak berwujud dan menentukan pihak-pihak yang berkontribusi terhadap pembentukan harta tak berwujud dimaksud. Hal ini perlu dilakukan agar dapat diketahui apakah Wajib Pajak di Indonesia ikut berkontribusi terhadap pembentukannya sehingga berhak menerima hasil atas eksploitasi harta tak berwujud tersebut.
- Mempelajari apakah benar-benar telah terjadi transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi tersebut. Analisis terhadap saat terjadinya transfer harta tak berwujud (intangibles property) dalam transaksi independen dapat dijadikan pedoman.
- Menentukan kompensasi yang wajar untuk setiap harta tak berwujud (intangible property) yang ditransfer. Hal ini dilakukan dengan mengacu kepada pasar dimana harta tak berwujud (intangible property) digunakan dan membandingkannya dengan transaksi pembanding.
Metode yang dapat digunakan dalam menilai kewajaran transfer harta tak berwujud.
- Metode perbandingan harga antara pihak yang independen (CUP method)
- Metode harga penjualan kembali (resale price method)
- Metode biaya-plus (cost-plus method)
- Metode pembagian laba (profit split method)
- Metode laba bersih transaksional (transactional net margin method)
- Metode lainnya:
- Income-Based Approach
- Cost-Based Approach
- Market-Based Approach
ARY Corp., perusahaan manufaktur yang berkedudukan di Negara A, memiliki 97% saham di PT ARY (manufaktur) yang berkedudukan di Indonesia. PT ARY melakukan produksi barang X berdasarkan kontrak lisensi dengan ARY Corp. dan melakukan penjualan lokal ke pihak independen.
Barang X merupakan barang dengan merk yang cukup terkenal. Pada tahun pajak 2010, PT ARY melakukan pembayaran royalti sesuai perjanjian lisensi dengan ARY Corp. Untuk Tahun Pajak 2010, PT ARY sedang dilakukan pemeriksaan oleh KPP G.
Laporan Laba Rugi PT ARY pada Tahun Pajak 2010 adalah sebagai berikut.
Penjualan | = USD 100,000 |
Harga Pokok Penjualan | = USD 80,000 – |
Laba kotor | = USD 20,000 (20%) |
Biaya operasi | = USD 19,000 |
Laba (rugi) bersih usaha | = USD 1,000 (1%) |
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa PT ARY menggunakan intangible property yang dimiliki oleh ARY Corp. Setelah dilakukan pencarian terhadap pembanding yang sesuai dengan intangible property yang digunakan, diketahui bahwa terdapat pembanding yang andal untuk dapat digunakan metode CUP.
Besarnya royalti pembanding | = 4% |
Besarnya royalti PT ARY | = 11% |
Penyesuaian positif | = 7% |
Dengan demikian, biaya royalti yang dapat dibebankan adalah sebesar USD 4,000.00.
Mengingat bahwa transaksi afiliasi yang melibatkan Wajib Pajak dengan pihak afiliasinya dapat digunakan sebagai alat untuk menghindarkan pajak, maka Direktur Jenderal Pajak diberi kewenangan untuk menguji penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm's length principle) pada transaksi afiliasi tersebut.