Program Pengungkapan Sukarela (PPS) telah dimulai sejak tanggal 1 Januari 2022. Peraturan pelaksana telah diterbitkan melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 Tahun 2021. Seperti yang telah diketahui, tarif PPh Final yang dikenakan akan lebih rendah jika Wajib Pajak berkomitmen untuk melakukan repatriasi harta bersih dari luar negeri ke dalam negeri. Namun, Wajib Pajak akan dikenakan PPh Final Tambahan jika repatriasi harta bersih gagal dilakukan.
Pada saat menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH), Wajib Pajak yang akan melakukan repatriasi wajib melampirkan pernyataan untuk melakukan repatriasi. Peserta PPS, Kebijakan I maupun Kebijakan II, diwajibkan untuk melakukan repatriasi paling lambat pada tanggal 30 September 2022. Selain itu, harta bersih yang telah dialihkan ke Indonesia tidak boleh dialihkan ke luar negeri dalam masa holding period yaitu lima tahun.
Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pengawasan atas komitmen yang disampaikan pada SPPH. Apabila diketahui Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan repatriasi, DJP akan menerbitkan Surat Teguran. Jika Surat Teguran tidak ditindaklanjuti oleh Wajib Pajak, DJP akan mengenakan PPh Final tambahan bagi peserta PPS.
Pengenaan PPh Final Tambahan dilakukan melalui dua mekanisme. Pertama, dibayar secara sukarela oleh Wajib Pajak. Kedua, melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) oleh DJP. Bagi peserta Kebijakan I, apabila berkomitmen melakukan repatriasi, namun gagal dilakukan, akan dikenakan PPh Final tambahan sebesar 4% (dibayar sukarela) atau 5,5% (melalui SKPKB). Di sisi lain, peserta Kebijakan II akan dikenakan PPh Final tambahan sebesar 5% (dibayar sukarela) atau 6,5% (melalui SKPKB).
PPh Final Tambahan yang dibayar secara sukarela dilaporkan melalui SPT Masa PPh Final. Pembayaran dilakukan Kode Jenis Setoran 107 (Kebijakan I) dan 108 (Kebijakan II). Sedangkan PPh Final Tambahan yang ditagihkan melalui SKPKB, disetor oleh Wajib Pajak dengan Kode Jenis Setoran 317 (Kebijakan I) dan 318 (Kebijakan II).