Tata Cara Penghitungan Kembali Pajak Masukan

Perhitungan PPNPendahuluan

Dalam suatu perusahaan, pasti membutuhkan aktiva untuk menjalankan kegiatan operasional perusahaan. Ketika membeli sebuah aktiva, umumnya perusahaan juga akan mendapat pajak masukan ketika membeli aktiva tersebut. Pajak masukan tersebut dapat dikreditkan dengan pajak keluaran di dalam SPT PPN, yang pada akhirnya akan menghasilkan jumlah pajak yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
 
Pada umumnya pajak masukan yang diterima atas peroleh barang dapat dikreditkan seluruhnya. Namun untuk pengusaha tertentu, pajak masukan tidak dapat dikreditkan seluruhnya. PKP yang melakukan kegiatan usaha yang atas penyerahannya sebagian terutang pajak dan sebagian lainnya tidak terutang pajak, sedangkan Pajak Masukan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak tidak dapat diketahui dengan pasti, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk Penyerahan yang Terutang Pajak dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 
 
Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (6) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, Pada tanggal 30 Januari 2014, Pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan No 21/PMK.011/2014  tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak. Kemudian pada tanggal 18 Juni 2014, PMK No. 21/PMK.011/2014 diubah menjadi PMK No. 135/PMk.011/2014. Berikut ini merupakan contoh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak antara lain :
 
1.PKP yang melakukan dan/atau memanfaatkan kegiatan usaha terpadu (integrated).
Misalnya PKP yang menghasilkan jagung, dan juga mempunyai pabrik minyak jagung (minyak jagung merupakan Barang Kena Pajak), yang sebagian jagung yang dihasilkannya dijual kepada pihak lain dan sebagian lainnya diolah menjadi minyak jagung.
2.PKP yang melakukan usaha jasa yang atas penyerahannya terutang dan tidak terutang PPN.
Misalnya PKP yang bergerak di bidang perhotelan, disamping melakukan usaha jasa di bidang perhotelan, juga melakukan penyerahan jasa persewaan ruangan untuk tempat usaha.
3.PKP yang melakukan penyerahan barang dan jasa yang atas penyerahannya terutang dan yang tidak terutang PPN.
Misalnya PKP yang kegiatan usahanya menghasilkan atau menyerahkan Barang Kena Pajak berupa roti juga melakukan kegiatan di bidang jasa angkutan umum yang merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN.
4.PKP yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang terutang PPN dan yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Misalnya pengusaha pembangunan perumahan yang melakukan penyerahan berupa rumah mewah yang terutang PPN dan rumah sangat sederhana yang dibebaskan dari pengenaan PPN.

 
Untuk Pengusaha Kena Pajak yang melakukan Penyerahan yang Terutang Pajak dan Penyerahan yang Tidak Terutang Pajak sebagaimana tersebut di atas, perlakuan pengkreditan Pajak Masukan adalah sebagai berikut :

1.Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya terutang Pajak Pertambahan Nilai, dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya :
 a.Pajak Masukan untuk perolehan mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi minyak jagung;
 b.Pajak Masukan untuk perolehan alat-alat perkantoran yang hanya digunakan untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.
2.Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang nyata-nyata hanya digunakan untuk kegiatan yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai atau mendapatkan fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tidak dapat dikreditkan seluruhnya, seperti misalnya :
 a.Pajak Masukan untuk pembelian traktor dan pupuk yang digunakan untuk perkebunan jagung, karena jagung bukan merupakan Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
 b.Pajak Masukan untuk pembelian truk yang digunakan untuk jasa angkutan umum, karena jasa angkutan umum bukan merupakan Jasa Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak terutang Pajak Pertambahan Nilai;
 c.Pajak Masukan untuk pembelian bahan baku yang digunakan untuk membangun rumah sangat sederhana, karena atas penyerahan rumah sangat sederhana dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
3.Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang belum dapat dipastikan penggunaannya untuk penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidak terutang pajak, pengkreditannya menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan pajak masukan sebagaimana diatur dalam PMK No. 78/PMK.011/2010 sttd PMK No. 135/PMK.011/2014. Misalnya :
 a.Pajak Masukan untuk perolehan truk yang digunakan baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung;
 b.Pajak Masukan untuk perolehan komputer yang digunakan baik untuk kegiatan penyerahan jasa perhotelan maupun untuk kegiatan penyerahan jasa persewaan kantor.

Waktu Penghitungan Kembali

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dari hasil penghitungan kembali, diperhitungkan dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan pada suatu Masa Pajak, paling lama pada bulan  ketiga setelah berakhirnya tahun buku.
 
Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tidak perlu dilakukan dalam hal masa manfaat Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak telah berakhir.

 

TaxLearning61014

 

Gambar 1 Pedoman Penghitungan Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan
Sumber : Diolah penulis berdasarkan PMK Nomor 78/PMK.03/2010

Contoh Penghitungan Kembali Pajak Masukan

Contoh 1:

1.Pengusaha Kena Pajak B adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri pembuatan sepatu.
2.Pada bulan Januari 2014, Pengusaha Kena Pajak B tersebut membeli generator listrik yang dimaksudkan untuk digunakan seluruhnya untuk kegiatan pabrik dengan nilai perolehan sebesar Rp100.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp10.000.000,00.
3.Pajak Masukan atas perolehan generator listrik sebesar Rp10.000.000,00 secara keseluruhan dikreditkan pada Masa Pajak Januari 2014.
4. 
Masa manfaat generator listrik tersebut sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk penghitungan kembali Pajak Masukan ini, masa manfaat generator listrik tersebut ditetapkan 4 (empat) tahun, sehingga alokasi pengkreditan Pajak Masukan untuk setiap tahunnya adalah sebesar:

        Rp 10.000.000,00
        ——————— = Rp2.500.000,00
                       4

5. Selama tahun 2014 ternyata generator listrik tersebut digunakan:
a.   untuk bulan Januari sampai dengan Juni 2014:
       i.   10% untuk perumahan karyawan dan direksi;
       ii.   90% untuk kegiatan pabrik, dan
b.  untuk bulan Juli sampai dengan Desember 2014:
       i.    20% untuk perumahan karyawan dan direksi;
       ii.   80% untuk kegiatan pabrik.

Berdasarkan data tersebut di atas, rata-rata penggunaan generator listrik untuk kegiatan pabrik adalah:
        90% + 80%
        ————– = 85%
                2

6.Penghitungan kembali Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014 dapat dilakukan paling lambat pada Masa Pajak Maret 2015.
Pengusaha Kena Pajak B melakukan penghitungan kembali Pajak Masukan pada Masa Pajak Februari 2015. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk tahun buku 2014 seharusnya sebesar:
                      Rp10.000.000,00
        85% x  ——————— = Rp2.125.000,00
                                   4
7.Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Februari 2015 adalah sebesar:
Rp2.500.000,00 – Rp2.125.000,00 = Rp375.000,00
8.Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan sampai dengan masa manfaat generator listrik berakhir.

    
Contoh 2:

  1. Pengusaha Kena Pajak D adalah perusahaan yang menghasilkan jagung, dan memproses jagung tersebut menjadi minyak jagung yang merupakan Barang Kena Pajak, dengan titip olah menggunakan fasilitas pengolahan Pengusaha Kena Pajak E. Selanjutnya, Pengusaha Kena Pajak D hanya menjual minyak jagung.
  2. Pada bulan Maret 2014, Pengusaha Kena Pajak D membayar jasa titip olah kepada Pengusaha Kena Pajak E sebesar Rp25.000.000,00 dengan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.500.000,00.
  3. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha Kena Pajak D pada masa Maret 2014 adalah sebesar Rp2.500.000,00

 

Contoh 3:

1.Pengusaha Kena Pajak N adalah perusahaan integrated (terpadu) yang bergerak di bidang perkebunan jagung dan pabrik minyak jagung. Sebagian jagung yang dihasilkannya diolah lebih lanjut menjadi minyak jagung dan sebagian lainnya dijual kepada pihak lain.
2.Pada bulan April 2014, Pengusaha Kena Pajak N membeli truk yang digunakan baik untuk perkebunan jagung maupun untuk pabrik minyak jagung dengan harga perolehan sebesar Rp200.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp20.000.000,00.
3.Berdasarkan data-data yang dimiliki, diperkirakan persentase rata-rata jumlah penyerahan minyak jagung terhadap penyerahan seluruhnya adalah sebesar 70%, sedangkan 30% merupakan penyerahan jagung kepada pihak lain.
4. Berdasarkan data tersebut maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak April 2014 sebesar:
Rp20.000.000,00 x 70% = Rp14.000.000,00
5. Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2014 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan jagung kepada pihak lain sebesar Rp40.000.000.000,00 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp60.000.000.000,00.
6.Masa manfaat truk sebenarnya adalah 5 (lima) tahun, tetapi untuk tujuan penghitungan Pajak Masukan berdasarkan Peraturan Menteri ini ditetapkan 4 (empat) tahun.
7.Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan selama tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 adalah:
        Rp60.000.000.000,00      Rp20.000.000,00
        ————————  X ——————- = Rp3.000.000,00
        Rp100.000.000.000,00                4
8.Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
        Rp14.000.000,00
        ——————- = Rp 3.500.000,00
                        4
9.Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015 adalah sebesar:
Rp3.500.000,00 – Rp3.000.000,00 = Rp500.000,00
10.Penghitungan kembali Pajak Masukan seperti perhitungan di atas dilakukan setiap tahun sampai dengan masa manfaat truk berakhir.


Contoh 4:

1.Kelanjutan dari contoh 3, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2015 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan jagung sebesar Rp10.000.000.000,00 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp90.000.000.000,00.
2.Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan selama tahun buku 2015 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2016 adalah:
        Rp90.000.000.000,00      Rp20.000.000,00
        ————————  X ——————- = Rp4.500.000,00
        Rp100.000.000.000,00                4
3.Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
        Rp14.000.000,00
        ——————- = Rp3.500.000,00
                        4
4. Jadi Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan menambah Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2016 adalah sebesar:
Rp4.500.000,00 – Rp3.500.000,00 = Rp 1.000.000,00

Contoh 5:

1.Kelanjutan dari contoh 4, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2016 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan jagung sebesar Rp30.000.000.000,00 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp70.000.000.000,00.
2.Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan selama tahun buku 2016 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2017 adalah:
        Rp70.000.000.000,00     Rp20.000.000,00
        ————————  X  ——————- = Rp3. 500.000.000
        Rp100.000.000.000,00                   4
3.Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
        Rp14.000.000,00
        ——————- = Rp3.500.000,00
                         4
4. Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali adalah sebesar:
Rp3.500.000,00- Rp3.500.000,00 = Rp0,00

 

Contoh 6:

1.Kelanjutan dari contoh 5, diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2017 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan jagung sebesar Rp50.000.000.000,00 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp50.000.000.000,00.
2.Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan truk yang dapat dikreditkan selama tahun buku 2017 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2018 adalah:
        Rp 50.000.000.000,00       Rp20.000.000,00
        ————————-  X  ——————– = Rp2.500.000.000
        Rp 100.000.000.000,00                    4
3.Alokasi Pajak Masukan atas perolehan truk untuk tiap tahun buku sesuai masa manfaat truk tersebut adalah:
        Rp14.000.000,00
        ——————- = Rp3.500.000,00
                        4
4. Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2018 adalah sebesar:
        Rp3.500.000,00- Rp2.500.000,00 = Rp1.000.000,00
5.Penghitungan Pajak Masukan sebagaimana perhitungan di atas tidak perlu lagi dilakukan pada tahun 2019.

 

Contoh 7:

1.Pengusaha Kena Pajak N tersebut pada contoh 3, pada bulan Mei 2014 membeli bahan bakar solar untuk truk yang digunakan baik untuk sektor perkebunan dan distribusi jagung kepada pihak lain maupun untuk sektor pabrikasi dan distribusi minyak jagung sebesar Rp50.000.000,00 dan Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp5.000.000,00;
2.Pengusaha Kena Pajak dimaksud mengkreditkan Pajak Masukan tersebut berdasarkan perkiraan persentase perbandingan jumlah penyerahan yang terutang Pajak terhadap penyerahan seluruhnya sebesar 70%, sehingga Pajak Masukan yang dikreditkan dalam SPT Masa PPN Masa Pajak Mei 2014 adalah sebesar:
Rp5.000.000,00 x 70% = Rp3.500.000,00
3.Selanjutnya diketahui bahwa total peredaran usaha selama tahun buku 2014 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan jagung sebesar Rp40.000.000.000,00 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp60.000.000.000,00
4. Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan bahan bakar solar untuk truk yang dapat dikreditkan selama tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 adalah:
        Rp60.000.000.000,00
        ———————— X Rp5.000.000,00 = Rp3.000.000,00
        Rp100.000.000.000,00
5.Pajak Masukan atas perolehan bahan bakar solar untuk truk yang telah dikreditkan pada Masa Pajak Mei tahun 2014 adalah Rp3.500.000,00
6.Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan mengurangi Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015 adalah sebesar:
Rp3.500.000,00 – Rp3.000.000,00 = Rp500.000,00

 

Contoh 8:

1.Sama dengan contoh 7, namun diketahui total peredaran usaha selama tahun buku 2014 adalah Rp100.000.000.000,00, yang berasal dari penjualan jagung sebesar Rp10.000.000.000,00 dan penjualan minyak jagung sebesar Rp90.000.000.000,00
2.Penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan bahan bakar solar untuk truk yang dapat dikreditkan selama tahun buku 2014 yang dilakukan pada Masa Pajak Maret 2015 adalah:
        Rp90.000.000.000,00
        ————————  x Rp5.000.000,00 = Rp4.500.000,00
        Rp100.000.000.000,00
3.Pajak Masukan atas perolehan bahan bakar solar untuk truk yang telah dikreditkan pada Masa Pajak Mei tahun 2014 adalah Rp3.500.000,00
4. Jadi, Pajak Masukan yang harus diperhitungkan kembali dengan menambah Pajak Masukan untuk Masa Pajak Maret 2015 adalah sebesar:
Rp4.500.000,00 – Rp3.500.000,00 = Rp1.000.000,00

    

Penutup

Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan tidak berlaku bagi PKP yang telah ditetapkan untuk menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (7) dan ayat (7a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

Referensi :

  1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983.
  3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 135/PMK.011/2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 Tentang Pedoman Penghitungan  Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
  4. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 21/PMK.011/2014 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78/PMK.03/2010 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak
  5. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 78/PMK.03/2010 Tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Melakukan Penyerahan Yang Terutang Pajak Dan Penyerahan Yang Tidak Terutang Pajak 
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait