Lewat buku yang berjudul “Sambung Pemikiran Politik Pajak Sumitro Djojohadikusumo”, Haula Rosdiana, Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia, mengelaborasi politik pajak Sumitro Djojohadikusumo. Buku ini juga menguraikan bagaimana politik hukum pajak transformatif Edi Slamet Irianto sejalan dengan politik pajak Sumitro, yang dapat menjadi paradigma baru untuk mewujudkan keadilan perpajakan.
Politik Pajak Jalan Tengah
Dalam acara peluncuran buku yang digelar Selasa (15/10/2024), Haula menyebutkan bahwa pemikiran-pemikiran Sumitro yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Ekonomi Pembangunan” masih sangat relevan hingga saat ini. Sumitro menyatakan bahwa dalam sudut pandang pembangunan ekonomi, politik pajak didasarkan pada kombinasi antara sistem yang progresif serta kelonggaran untuk menarik investasi.
“Meskipun harus progresif tapi tidak bisa dipungkiri diperlukan fasilitas perpajakan, kelonggaran perpajakan, untuk mendorong investasi,” jelas Haula. Hal itu selaras dengan pemikiran Edi Slamet bahwa insentif perpajakan harus diberikan tepat sasaran dan tetap instrumen, serta yang paling utama adalah tujuan dari insentif tersebut jelas. Kombinasi progresivitas sistem perpajakan dengan insentif perpajakan yang tepat inilah yang disebut Haula sebagai “Politik Pajak Jalan Tengah”.
Integrasi Kebijakan Pajak dan PNBP
Selain itu, bentuk “Politik Pajak Jalan Tengah” menurut Haula adalah menyusun kebijakan pajak serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) secara komprehensif, holistik, dan imparsial. “Akan mudah sekali memetakan secara komprehensif, holistik, dan imparsial sektor-sektor yang ternyata dikenakan pajak terlalu besar, dan mana yang justru belum dikenakan pajak secara proporsional,” ungkap Haula. Haula menjelaskan bahwa integrasi kebijakan pajak dan PNBP juga dapat meminimalisasi ego sektoral serta mengurangi cost of taxation di sisi pemerintah maupun wajib pajak.
Transformasi Kelembagaan
Haula menyebutkan bahwa transformasi kelembagaan menjadi salah satu faktor penting menurut Sumitro. Upaya memperbaiki organisasi dan tata usaha fiskal menurut Sumitro dapat membawa hasil yang nyata dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Hal tersebut sejalan dengan urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Menurut Haula, BPN menjadi salah satu langkah untuk mencapai ketahanan penerimaan negara. BPN, sebagai lembaga yang lebih otonom dimaksudkan agar terbentuk sistem yang lebih efektif dan efisien, dan menciptakan mutual trust antara pembayar pajak dengan negara.