Update: Penghitungan PPh Pasal 21 telah diperbarui melalui PMK 168/2023. Baca selengkapnya pada artikel berikut ini: PPh Pasal 21 bagi Pegawai Resign
I.   Pendahuluan
Terdapat mekanisme penghitungan PPh 21 yang berbeda antara masa pajak terakhir dengan masa lainnya. Hal ini disebabkan oleh adanya penghitungan kembali yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan atau pemotong. Penghitungan kembali dapat menyebabkan terjadinya kurang potong ataupun lebih potong atas PPh 21 bagi karyawan yang mengundurkan diri sebelum Masa Pajak Desember. Apabila Perusahaan menerapkan kebijakan pemotongan PPh 21 dengan Gross Method (PPh 21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan, tidak ditanggung oleh perusahaan) dan terdapat kelebihan potong akibat adanya karyawan yang mengundurkan diri dipertengahan tahun berjalan, maka sudah menjadi kewajiban pemotong untuk mengembalikan kelebihan PPh 21 kepada karyawan yang bersangkutan. Kelebihan tersebut oleh pihak pemotong diperhitungkan dengan PPh 21 karyawan lainnya.
II.   Pembahasan
Berikut ini teknis penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang pada masa pajak tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember :
a. | Hitung PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur. |
b. | PPh Pasal 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan tertentu untuk Pegawai Tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember adalah sebesar selisih antara PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang bersangkutan sampai dengan bulan sebelum masa pajak terakhir. |
c. | Dalam hal jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan sebelum masa pajak terakhir tersebut lebih besar daripada PPh Pasal 21 terutang atas seluruh penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 tersebut dikembalikan kepada Pegawai Tetap yang berhenti bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721-A1/A2). Atas kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap yang bersangkutan, pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan Pegawai Tetap lainnya dalam Masa Pajak yang sama, sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk Masa Pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada Pegawai Tetap yang berhenti bekerja. |
Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 Al atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk Masa Pajak Desember atau Masa Pajak di mana pegawai tetap berhenti bekerja. Penghitungan kembali ini dilakukan pada :
- bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun
- bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender.
Studi Kasus
Amsori yang berstatus menikah namun belum memiliki tanggungan merupakan salah satu pegawai yang bekerja di PT Ortax Indonesia. Amsori setiap bulan memperoleh gaji sebesar Rp 6.000.000 dan Tunjangan Jabatan sebesar Rp 3.000.000 serta membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp 200.000 setiap bulan. Namun pada tanggal 1 Juli 2016, yang bersangkutan berhenti bekerja dari PT Ortax Indonesia. Selama bekerja di PT Ortax Indonesia, Amsori hanya menerima penghasilan berupa gaji dan Tunjangan Jabatan saja. Kebijakan pemotongan PPh Pasal 21 PT Ortax Indonesia adalah gross method.
Pembahasan :
- Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan menggunakan Forecasting Methods sesuai lampiran PER-32/PJ/2015:
Nama | Amsori |
Jabatan | Supervisor Tax |
Status | K/0 |
Masa Penghasilan | |
Ber NPWP | Ya |
Keterangan | Berhenti Bekerja 1 Juli 2016 |
Gaji | Rp 6.000.000 |
Tunjangan Jabatan | Rp 3.000.000 + |
Penghasilan Bruto | Rp 9.000.000 |
Pengurang : | |
Biaya Jabatan (5% x Ph Bruto) | Rp 450.000 |
Iuran Pensiun | Rp 200.000 + |
Total Pengurang | Rp 650.000 – |
Penghasilan Neto Sebulan | Rp 8.350.000 |
Penghasilan Neto Setahun | Rp 100.200.000 |
PTKP (K/0) | Rp 39.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Setahun | Rp 61.200.000 |
PPh Pasal 21 Terutang Setahun | Rp 4.180.000 |
PPh Pasal 21 yang Harus dipotong Sebulan | Rp 348.333 |
Apabila selama Januari s/d Mei 2016 tidak terdapat perubahan penghasilan bagi Amsori, maka jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetorkan oleh PT Ortax Indonesia selama 5 bulan yaitu sebesar 5 x Rp 348.333 = Rp 1.741.665
- Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama bekerja pada PT Ortax Indonesia dalam tahun kalender 2016 (Januari s/d bulan Juni 2016) dilakukan pada saat berhenti bekerja :
Nama | Amsori |
Jabatan | Supervisor Tax |
Status | K/0 |
Masa Penghasilan | Januari s/d Juni |
Ber NPWP | Ya |
Keterangan | Berhenti Bekerja 1 Juli 2016 |
Gaji | Rp 36.000.000 |
Tunjangan Jabatan | Rp 18.000.000 + |
Penghasilan Bruto | Rp 54.000.000 |
Pengurang : | |
Biaya Jabatan (5% x Ph Bruto) | Rp 2.700.000 |
Iuran Pensiun | Rp 1.200.000 + |
Total Pengurang | Rp 3.900.000 – |
Penghasilan Neto 9 Bulan | Rp 50.100.000 |
PTKP (K/0) | Rp 39.000.000 |
Penghasilan Kena Pajak (PKP) 9 Bulan | Rp 11.100.000 |
PPh Pasal 21 Terutang Setahun 9 Bulan | Rp 555.000 |
No | Deskripsi | Jumlah PPh 21 |
1 | PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s/d Juni 2016 | Rp555.000 |
2 | PPh Pasal 21 yang sudah dipotong s/d Juni 2016 | Rp1.741.665– |
3 | PPh Pasal 21 Lebih dipotong | (Rp1.186.665) |
Catatan :
Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.186.665 wajib dikembalikan oleh PT Ortax Indonesia kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, yaitu 1721 A1.
Kewajiban Pemotong
Apabila terdapat Pegawai Tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan Desember maka pihak pemotong atau dalam hal ini pemberi kerja memiliki 2 (dua) kewajiban yaitu :
- Jika terdapat kelebihan pemotongan PPh 21, maka pihak pemotong wajib mengembalikan PPh 21 atas kelebihan pembayaran pajak kepada Pegawai Tetap bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh Pasal 21, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah berhenti bekerja. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 14 ayat (7) PER – 32/PJ/2015
- Apabila Pegawai Tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, maka bukti pemotongan PPh Pasal 21 tersebut harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja oleh pihak pemotong. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 23 PER – 32/PJ/2015
III.   Penutup
Dengan adanya karyawan atau Pegawai Tetap yang mengundurkan diri dalam tahun berjalan, maka pihak pemotong harus melakukan penghitungan kembali atas jumlah PPh 21 yang sudah disetorkan dengan jumlah PPh 21 yang sebenarnya. Apabila Perusahaan menerapkan kebijakan pemotongan PPh 21 dengan Gross Method (PPh 21 dipotong langsung dari penghasilan karyawan, tidak ditanggung oleh perusahaan) dan terdapat kelebihan potong akibat adanya karyawan yang mengundurkan diri dipertengahan tahun berjalan, maka sudah menjadi kewajiban pemotong untuk mengembalikan kelebihan PPh 21 kepada karyawan yang bersangkutan. Kelebihan tersebut oleh pihak pemotong diperhitungkan dengan PPh 21 karyawan lainnya. Selain itu, pemotong juga wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
IV.   Referensi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 32/PJ/2015 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi