Mulai Januari 2024, pemberi kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 (PP 58/2023). Terkait penerapan itu, Direktorat Jenderal Pajak memberikan beberapa penegasan.
Bukan Pajak Baru, Tidak Ada Tambahan Beban
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, menegaskan bahwa penerapan tarif efektif rata-rata (TER) bukan merupakan pajak baru. “Bukan pajak baru, tidak ada tambahan beban baru. Ini hanyalah semata-mata kemudahan yang diberikan pemerintah dalam menghitung PPh Pasal 21,” tegasnya pada Media Briefing yang dilakukan Senin (08/01/2024).
Sesuai dengan Pasal 21 ayat 5 UU PPh, pemotongan PPh Pasal 21 dapat dilakukan menggunakan dua tarif, yaitu tarif Pasal 17 dan tarif yang ditetapkan berdasarkan peraturan pemerintah, yakni PP 58/2023. Dalam penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap, TER digunakan untuk menghitung pajak pada masa pajak Januari sampai dengan November. Pada masa pajak terakhir, atau masa Desember, penghitungan dilakukan menggunakan PPh Pasal 21 menggunakan tarif progresif sesuai Pasal 17 UU PPh.
Dengan ini, diharapkan penghitungan pada masa Januari–November bisa lebih sederhana. “Jadi ini lebih mudah. Yang ngitung ribetnya cuma sekali saja setahun, di bulan Desember. Tapi dari Januari sampai November dimudahkan dengan adanya tabel itu,” jelas Dwi.
Dwi juga menegaskan bahwa penerapan TER tidak menambahkan beban pajak baru. Artinya, tidak ada tambahan atau perluasan objek pajak. Komponen penghasilan masih sama dengan ketentuan sebelumnya, mempertimbangkan penghasilan teratur dan tidak ter Jika dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya, beban pajak pada masa terakhir tetap sama.
Tarif Tetap Mempertimbangkan Pengurang
Dasar penerapan TER untuk menghitung pajak terutang adalah penghasilan bruto bulanan. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa TER menghilangkan hak-hak wajib pajak berupa pengurang penghasilan bruto, seperti biaya jabatan, iuran pensiun, jaminan hari tua, dan PTKP.
Namun, Dian Anggraeni, penyuluh ahli madya DJP menjelaskan tarif tersebut sebenarnya tetap mempertimbangkan komponen pengurang. Hal tersebut juga disampaikan pada penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 58/2023, dengan bunyi sebagai berikut:
“Penentuan tarif efektif bulanan dalam ketentuan ini telah mempertimbangkan biaya jabatan atau biaya pensiun, iuran pensiun, dan/atau Penghasilan Tidak Kena Pajak yang seharusnya menjadi pengurang penghasilan bruto.”
“Secara implisit sudah mengandung PTKP, sudah mengandung biaya jabatan,” sebutnya. Ia mencontohkan, pegawai dengan status TK/0 berarti memiliki PTKP Rp54.000.000 per tahun, atau Rp4.500.000 per bulan. Dalam tabel TER, tarif yang berlaku untuk penghasilan tersebut adalah 0% dengan lapisan penghasilan Rp0 sampai dengan Rp5.400.000. Menurutnya, jika lapisan tersebut tidak mempertimbangkan pengurang lainnya, lapisan penghasilan untuk tarif 0% seharusnya adalah Rp4.500.000, yang merupakan unsur PTKP per bulan.