Karbon merupakan salah satu indikator universal yang digunakan untuk mengukur kinerja pengendalian perubahan iklim, yang kemudian direfleksikan dalam kontribusi nasional atau dikenal sebagai Nationally Determined Contribution (NDC). Melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, Pemerintah Indonesia menetapkan target NDC yaitu pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 29% – 41% serta membangun ketahanan iklim.
Dalam perkembangannya, karbon kini memiliki nilai ekonomi. Nilai Ekonomi Karbon (NEK) merupakan salah satu instrumen dalam yang dapat digunakan pemerintah dalam upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. NEK merupakan nilai setiap unit emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia dan kegiatan ekonomi.
Merujuk Pasal 47 Perpres 98/2021, penyelenggaran Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dilakukan melalui empat mekanisme, yaitu:
- Perdagangan Karbon
Perdagangan karbon merupakan suatu mekanisme berbasis pasar yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) melalui kegiatan jual beli unit karbon. Perdagangan karbon dapat dilakukan baik dalam negeri maupun luar negeri, dengan mekanisme perdagangan emisi dan offset emisi gas rumah kaca melalui pasar karbon (Bursa Karbon) maupun perdagangan langsung.
- Pembayaran Berbasis Kinerja
Result-Based Payment atau Pembayaran Berbasis Kinerja adalah insentif atau pembayaran yang diperoleh dari hasil capaian pengurangan emisi GRK yang telah diverifikasi dan/atau tersertifikasi dan manfaat selain karbon yang telah divalidasi. Insentif dapat diberikan kepada pemerintah, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, pelaku usaha, maupun masyarakat.
- Pungutan Atas Karbon
Pungutan atas karbon dapat berupa pungutan di bidang perpajakan, baik pusat maupun daerah, kepabeanan dan cukai, serta pungutan lainnya, berdasarkan kandungan karbon, potensi emisi karbon, jumlah emisi karbon, atau kinerja Aksi Mitigasi Perubahan Iklim.
Pungutan tersebut dapat dikenakan dikenakan terhadap barang dan/atau jasa yang memiliki potensi dan/atau kandungan karbon dan/atau usaha dan/atau kegiatan yang memiliki potensi emisi karbon dan/atau mengemisikan karbon yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan/atau kinerja Aksi Mitigasi.
- Mekanisme Lain
Mekanisme lain dapat ditentukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditetapkan oleh Menteri.
Dari keempat mekanisme di atas, mekanisme pungutan atas karbon menjadi salah satu yang telah diresmikan melalui Pajak Karbon pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pajak Karbon akan mulai diterapkan pada April 2022. Pengenaan pajak karbon masih terbatas pada badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batubara dengan tarif Rp30 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e).
Diterbitkannya Perpres 98/2021 serta implementasi Pajak Karbon diharapkan dapat menjadi instrumen bagi Indonesia dalam upaya pencapaian target NDC, dan menjadi jalan menuju arah pembangunan rendah Emisi GRK serta berketahanan iklim pada tahun 2050.