Pendahuluan
Suatu perjanjian penghindaran pajak berganda (selanjutnya disebut tax treaty) yang bersifat komprehensif (comprehensive tax treaty)[1] pada umumnya terdiri dari ketentuan-ketentuan sebagai berikut ini:
- Ketentuan tentang hal-hal yang menjadi ruang lingkup (scope provisions) dari suatu tax treaty, yang terdiri atas:
- Jenis-jenis pajak yang diatur dalam tax treaty.
- Subjek pajak yang dapat memanfaatkan tax treaty.
- Ketentuan yang mengatur tentang definisi dari istilah yang ada dalam tax treaty (definition provisions).
- Ketentuan yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis penghasilan (substanstive provisions).
- Ketentuan yang mengatur tentang pemberian fasilitas eliminasi atau keringanan pajak berganda (provisions for the elimination of double taxation).
- Ketentuan yang mengatur tentang pencegahan upaya penghindaran pajak (anti avoidance provisions), yang terdiri atas:
- Ketentuan tentang hubungan istimewa.
- Ketentuan tentang kerjasama antar otoritas perpajakan (mutual agreemeent procedure).
- Ketentuan tentang pertukaran informasi.
- Ketentuan lainnya (special provisions) seperti ketentuan tentang non-diskriminasi, diplomat, teritorial ekstensi, dan bantuan untuk melakukan pemungutan pajak.
- Ketentuan tentang saat dimulai dan berakhirnya suatu tax treaty (final provisions).
Pembagian Hak Pemajakan
Metode yang dipergunakan dalam suatu tax treaty untuk menghindari adanya pemajakan berganda adalah menggolongkan suatu penghasilan berdasarkan suatu penggolongan tertentu (scheduler income) dan menentukan hak pemajakan suatu negara atas jenis-jenis penghasilan yang dihasilkan dari penggolongan penghasilan tersebut.[3] Dengan demikian, hak pemajakan suatu negara atas suatu jenis penghasilan dengan jenis penghasilan lainnya dapat berbeda-beda. Jadi, penentuan jenis penghasilan merupakan hal penting karena akan menentukan negara mana yang berhak untuk memajaki atas penghasilan tersebut. Pasal-pasal yang mengatur tentang hak pemajakan suatu negara atas jenis-jenis penghasilan tersebut disebut sebagai “distributive rules”[4] atau “assignment rules”[5] atau disebut juga dengan “allocation articles”[6]. Pada umumnya, penggolongan penghasilan dalam pasal-pasal yang disebut sebagai distributive rules tersebut adalah sebagai berikut:[7]
- Active income
Active income merupakan penghasilan yang berasal dari kegiatan usaha dan pekerjaan. Jenis-jenis penghasilan dalam tax treaty yang dikategorikan sebagai active income yaitu: penghasilan dari kegiatan bisnis (business profit), penghasilan dari transportasi laut, sungai, dan udara, penghasilan dari pemberian jasa profesi yang dilakukan oleh individu (independent personal services), gaji pegawai (dependent personal services), penghasilan direktur, artis dan olahragawan, gaji Pegawai Negeri Sipil, dan penghasilan yang diterima oleh pelajar. - Passive income
Passive income merupakan penghasilan yang berasal dari investasi dalam bentuk tangible maupun intangible properties (termasuk dalam bentuk financial investment). Jenis-jenis penghasilan dalam tax treaty yang dikategorikan sebagai passive income adalah: penghasilan dari harta tidak bergerak, penghasilan dari dividen, bunga, royalti, capital gain, serta pensiun. - Other income
Pasal ini mengatur penghasilan yang tidak dapat digolongkan berdasarkan penggolongan tersebut di atas.
Adapun pembagian hak pemajakan suatu negara berdasarkan distributive rules yang diatur dalam tax treaty pada dasarnya adalah sebagai berikut:[8]
- Hak pemajakan diberikan sepenuhnya kepada salah satu negara. Pada umumnya diberikan kepada negara di mana subjek pajak tersebut terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (residence state).
- Hak pemajakan dibagi antara negara domisili (residence state) dan negara sumber penghasilan (source state).
Dalam pembagian hak pemajakan kepada suatu negara, tax treaty yang dikembangkan oleh OECD Model cenderung untuk memberikan hak pemungutan pajak sebanyak mungkin kepada negara domisili. Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan yang ada dalam distributive rules dimaksudkan untuk membatasi hak pemajakan negara sumber.[9]
Makna Terminologi ”Shall be Taxable Only in..” dan “Maybe Taxed in…”
Dalam model tax treaty yang dikembangkan oleh OECD, terminologi yang dipergunakan untuk menyatakan bahwa hak pemajakan atas suatu penghasilan hanya diberikan kepada satu negara yang biasanya diberikan kepada negara di mana subjek pajak tersebut terdaftar sebagai subjek pajak dalam negeri (residence state)[10] adalah “shall be taxable only in…”. Dengan demikian, jika hak pemajakan tersebut hanya diberikan kepada suatu negara maka negara lainnya tidak boleh untuk mengenakan pajak.[11] Jadi, isu pemajakan berganda atas suatu penghasilan yang diatur melalui penggunaan terminologi ini seharusnya tidak akan terjadi karena hak pemajakan diberikan sepenuhnya kepada negara domisili dan negara sumber dilarang untuk mengenakan pajak.
Di sisi lain, terminologi yang dipergunakan untuk menyatakan bahwa hak pemajakan atas suatu penghasilan dibagi antara negara domisili dan negara sumber adalah ”may be taxed in…”. Makna terminologi tersebut adalah negara sumber juga dapat mengenakan pajak.[12] Jadi, disamping negara domisili berhak untuk mengenakan pajak, negara sumber juga dapat mengenakan pajak. Apabila masing-masing negara mengenakan pajak maka terdapat isu pemajakan berganda. Untuk menghindari adanya pemajakan berganda maka negara domisili diwajibkan untuk memberikan keringanan pajak berganda melalui mekanisme tax credit method atau income exemption method (tergantung kepada ketentuan domestik negara domisili).
Jenis-jenis Penghasilan yang Hanya Dikenakan Pajak di Negara Domisili (Shall be Taxable Only in..)
Berikut di bawah ini adalah jenis-jenis penghasilan yang berdasarkan OECD Model tax treaty, yang hak pemajakannya diberikan hanya kepada negara domisili (residence state):
Pasal | Jenis Penghasilan | Makna “Shall be taxable only..” dalam Pasal yang Bersangkutan |
Pasal 7 | Laba Usaha | Hanya dikenakan pajak di negara domisili, kecuali jika laba usaha tersebut diperoleh dari kegiatan bisnisnya di negara lain (negara sumber) melalui suatu Permanent Establishment (Bentuk Usaha Tetap dan selanjutnya disebut BUT). |
Pasal 8 | Transportasi Laut, Sungai, dan Udara dalam lalu lintas internasional | Hanya dikenakan pajak di negara domisili (atas dasar tempat kedudukan manajemen), kecuali laba yang berasal dari kegiatan usaha transportasi laut, sungai, dan udara yang semata-mata dilakukan hanya dari dan ke dalam suatu wilayah negara lainnya, maka laba dari transportasi laut, sungai, dan udara tersebut dapat dikenakan pajak di negara lainnya tersebut (negara sumber) |
Pasal 12 | Royalti[13] | Hanya dikenakan pajak di negara domisili |
Pasal 13 | Capital Gain | Hanya dikenakan pajak di negara domisili atas capital gain yang tunduk dengan Pasal 13 ayat (5) |
Pasal 14[14] | Penghasilan Profesi | Hanya dikenakan pajak di negara domisili, kecuali apabila individu yang menjalankan kegiatan profesi tersebut mempunyai tempat tetap (fixed base) di negara sumber. |
Pasal 15 | Gaji Pegawai | Hanya dikenakan pajak di negara domisili sepanjang:
|
Pasal 18 | Pensiun | Hanya dikenakan pajak di negara domisili |
Pasal 19 | Gaji Pegawai Negeri Sipil | Hanya dikenakan pajak di negara domisili |
Pasal 21 | Penghasilan Lainnya | Hanya dikenakan pajak di negara domisili |
Jenis-jenis Penghasilan yang Dapat Dikenakan Pajak di Negara Sumber (Maybe Taxed in..)
Berikut di bawah ini adalah jenis-jenis penghasilan yang berdasarkan OECD Model tax treaty, yang hak pemajakannya juga diberikan kepada negara sumber (source state), sehingga hak pemajakan dibagi antara negara domisili (residence state) dan negara sumber (source state):
Pasal | Jenis Penghasilan | Makna “May be taxed in..” dalam Pasal yang Bersangkutan |
Pasal 6 | Penghasilan Harta Tidak Bergerak | Dapat dikenakan pajak di negara sumber atau negara di mana harta tersebut terletak |
Pasal 7 | Laba Usaha | Dapat dikenakan pajak di negara sumber atas laba usaha yang diatribusikan kepada BUT yang berada di negara sumber |
Pasal 10 | Dividen | Dapat dikenakan pajak di negara domisili (Pasal 10 ayat (1)) dan negara sumber (Pasal 10 ayat (2)) |
Pasal 11 | Bunga | Dapat dikenakan pajak di negara domisili (Pasal 11 ayat (1)) dan negara sumber (Pasal 11 ayat (2)) |
Pasal 13 | Capital Gain | Dapat dikenakan pajak di negara sumber, kecuali untuk capital gain yang tunduk dengan Pasal 13 ayat (5), hanya negara domisili yang dapat mengenakan pajak |
Pasal 14 | Penghasilan Profesi | Dapat dikenakan pajak di negara sumber apabila individu yang menjalankan kegiatan profesi tersebut mempunyai tempat tetap (fixed base) di negara sumber. |
Pasal 15 | Gaji Pegawai | Dapat dikenakan pajak di negara sumber sepanjang:
|
Pasal 16 | Gaji Direktur | Dapat dikenakan pajak di negara sumber |
Pasal 17 | Artis dan Olahragawan | Dapat dikenakan pajak di negara sumber atas penghasilan yang diterima oleh artis terkait dengan penghasilan dari pertunjukannya maupun penghasilan olahragawan yang terkait dengan penghasilan dari pertandingannya. |
Dalam kasus ketika negara sumber penghasilan dapat mengenakan pajak (may be taxed in..) maka hak pemajakan atas penghasilan yang bersumber di negara tersebut dapat diberikan dengan:[15]
1. Tanpa adanya pembatasan (unrestricted right of tax in the source tax),
Artinya negara sumber dapat mengenakan pajak atas jenis penghasilan tersebut di bawah ini sesuai dengan ketentuan domestiknya tanpa ada pembatasan (misalnya tanpa ada pembatasn tarif). Adapun jenis-jenis penghasilan tersebut adalah berikut:
- Penghasilan harta tidak bergerak.
- Penghasilan usaha (business profit) yang diatribusikan kepada Bentuk Usaha Tetap (BUT).
- Capital gain.
- Penghasilan profesi yang diterima oleh individu.
- Gaji yang diterima oleh pegawai.
- Gaji direktur.
- Penghasilan yang diterima oleh artis terkait dengan hasil pertunjukannya maupun penghasilan olahragawan yang terkait dengan hasil pertandingannya.
2. Dengan pembatasan (restricted right of tax in the source tax)
Artinya negara sumber dapat mengenakan pajak atas jenis penghasilan tersebut di bawah ini dengan pembatasan yang diatur dalam tax treaty (misalnya berdasarkan ketentuan domestik Indonesia, pembayaran dividen kepada Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif sebesar 20% maka ketika pembayaran dividen tersebut ditujukan kepada Wajib Pajak Luar Negeri yang mempunyai tax treaty dengan Indonesia maka tarifnya dibatasi maksimal sebesar 10%). Adapun jenis-jenis penghasilan tersebut adalah sebagai berikut:[16]
- Dividen.
- Bunga.
[1] Comprehensive tax treaties merupakan suatu perjanjian penghindaran pajak yang mengatur hak pemajakan suatu negara yang mengadakan perjanjian terhadap semua atau hampir semua jenis penghasilan. Sedangkan limited tax treaties adalah perjanjian penghindaran pajak yang mengatur hak pemajakan suatu negara yang mengadakan perjanjian hanya atas suatu jenis penghasilan tertentu, misalnya hanya atas penghasilan yang diperoleh dari lalulintas penerbangan internasional. Lihat Philip Baker, Double Taxation Conventions and International Tax Law: A Manual on the OECD Model Tax Convention on Income and on Capital of 1992, Sweet & Maxwell, 1994, pada bagian B-15.
[2] Kevin Holmes, International Tax Policy and Double Tax Treaties: An Introduction to Principles and Application, IBFD, 2007, hal. 87.
[3] Robert Deutsch, Roisin M Arkwright, dan Daniela Chiew, Principles and Practice of Double Taxation Agreements: A Questions and Answer Approach, BNA International, 2008, hal. 14.
[4] Istilah yang dipergunakan oleh Klaus Vogel.
[5] Istilah yang dipergunakan oleh Roy Rohatgi.
[6] Istilah yang dipergunakan oleh Robert Deutsch, Roisin M Arkwright, dan Daniela Chiew.
[7] Kevin Holmes, hal. 88-90. Baca juga Roy Rohatgi dalam bukunya yang berjudul Basic International Taxation hal. 100 yang menggolongkan jenis penghasilan menjadi (i) activities, (ii) assets or contractual relationship, (iii) alienation of assets, dan (iv) others income.
[8] Robert Deutsch, Roisin M Arkwright, dan Daniela Chiew, hal. 16.
[9] Ned Shelton, Interpretation and Application of Tax Treaties, Tottel Publishing, 2006, hal. 128.
[10] Robert Deutsch, Roisin M Arkwright, dan Daniela Chiew, hal. 16.
[11] Roy Rohatgi, Basic International Taxation Volume 1: Principle, BNA International, 2005, hal. 101.
[12] Robert Deutsch, Roisin M Arkwright, dan Daniela Chiew, hal. 15. Menurut penulis, untuk Pasal 10 (dividen) dan Pasal 11 (bunga), terminologi “may be taxed in..” juga merujuk kepada negara domisili untuk dapat mengenakan pajak (Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 10 ayat (2)) dan juga merujuk kepada negara sumber untuk dapat mengenakan pajak (pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (2)).
[13] Dalam UN Model, hak pemajakan atas penghasilan royalti diberikan kepada negara domisili dan negara sumber.
[14] Pasal 14 OECD Model ini telah dihapus berdasarkan OECD Model tahun 2000. Akan tetapi, sebagian besar taxt treaty masih mencantumkan pasal ini.
[15] Ned Shelton, hal. 129-130.
[16] Sekali lagi, berdasarkan UN Model, penghasilan atas bunga dapat dikenakan pajak (may be taxed in..) di negara sumber dengan pembatasan.