Setelah diterbitkannya Global Anti-Base Erosion Model Rule (GloBE Rule) di tahun 2021, negara-negara G20 dan Inclusive Framework kini bersiap mengimplementasikan Global Minimum Tax mulai tahun 2024. Lalu, bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia berencana menerapkan Global Minimum Tax mulai pertengahan 2024. Implementasi juga mungkin mundur hingga 2025, bergantung pada proses penyusunan regulasi.
Hal tersebut disampaikan oleh Melani Dwi Astuti (Analis Kebijakan Perpajakan Internasional Badan Kebijakan Fiskal) dalam seminar yang digelar oleh International Fiscal Association (IFA) Indonesia (Rabu, 6/12/2023). “Seperti yang disampaikan oleh Pak Yon Arsal pada konsultasi publik sebelumnya, ini (global minimum tax) tidak akan berlaku efektif pada 1 Januari 2024. Tidak pada Semester I. Penerapan mungkin pada Semester 2 atau 2025 tergantung pada proses diskusi regulasi”, ungkapnya.
Melani mengungkapkan saat ini pemerintah sedang dalam tahap penyusunan regulasi. Regulasi akan mengintegrasikan ketentuan dalam model rules dan digunakan sebagai dasar penerapan bagi wajib pajak di Indonesia.
Tahapan Implementasi Pilar 2 di Indonesia
Amandemen UU perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi legal basis pemerintah untuk menandatangani perjanjian internasional di bidang perpajakan. Pada tahun 2022, Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 terbit dan menjadi dasar dalam implementasi Two Pillar Solutions.
Selanjutnya, pada tahun 2023 pemerintah berfokus dalam formulasi peraturan menteri keuangan untuk implementasi Pilar 2. Pemerintah juga melakukan analisis dampak Pilar 2 pada insentif pajak di Indonesia serta pengaruhnya terhadap penerimaan pajak.
GloBE rules dan Qualified Domestic Minimum Top-up Tax diharapkan dapat diimplementasikan pada tahun 2024, dilanjutkan implementasi Undertaxed Payment Rule (UTPR) pada tahun 2025.
Dampak Pada Penerimaan Pajak dan Desain Insentif Pajak
Melani memaparkan implementasi Income Inclusion Rule (IIR), UTPR, dan QDMTT mungkin tidak berdampak signifikan terhadap penerimaan pajak. Analisis yang dilakukan menunjukkan hanya sedikit perusahaan atau bentuk usaha tetap di Indonesia yang memiliki effective tax rate (ETR) di bawah 15%. Dengan ETR di atas 15%, perusahaan tersebut tidak perlu membayar top-up tax.
Di sisi lain, penerapan Pilar 2 berdampak pada insentif pajak, khususnya tax holiday. Perusahaan yang mendapat tax holiday paling mungkin memiliki ETR di bawah 15% sehingga harus membayar top-up tax. Ini berarti ‘manfaat’ yang diterima dari tax holiday tidak akan dirasakan karena telah dinetralisasi dengan adanya top-up tax. Mengantisipasi hal tersebut, pemerintah akan menyesuaikan desain insentif pajak. Dari konsultasi publik yang sebelumnya digelar pada Oktober 2023, para stakeholder mengharapkan pemerintah mengganti tax holiday dengan insentif lain.