Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2021 yang mengatur mengenai tata cara pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagai pemungut PPN. Aturan tersebut ditujukan untuk memberikan kepastian hukum serta untuk memberikan kemudahan bagi BUMN dan perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dalam melaksanakan kewajibannya sebagai pemungut PPN. Adapun PMK No. 8/PMK.03/2021 mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2021. Pada saat berlakunya peraturan tersebut, maka peraturan sebelumnya yaitu PMK No. 85/PMK.03/2012, PMK No. 136/PMK.03/2012 dan PMK No. 37/PMK.03/2015, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Tata Cara Pemungutan
– | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan Pengusaha Kena Pajak kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN. Jika terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP oleh pemungut PPN kepada pemungut PPN lainnya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. | ||||||||||||
– | Pemungut PPN yang dimaksud meliputi:
| ||||||||||||
– | PPN yang dipungut yaitu sebesar 10% dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Dalam hal atas penyerahan BKP, selain terutang PPN juga terutang PPnBM, jumlah PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN yaitu sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan DPP. | ||||||||||||
– | PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh pemungut PPN dalam hal:
PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud huruf a, b, c, d, dan e, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan. | ||||||||||||
– | Rekanan wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. | ||||||||||||
– | Pembuatan Faktur Pajak oleh Rekanan dan Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan pada saat:
|
Tata Cara Penyetoran:
– | Pemungut PPN wajib menyetorkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
– | SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dibuat oleh pemungut PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan:
| ||||
– | Pemungut PPN harus menyampaikan cetakan, salinan, atau fotokopi SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP kepada rekanan. |
Tata Cara Pelaporan
– | Pemungut PPN wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi pemungut PPN, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
– | SPT Masa PPN bagi pemungut PPN wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP. |
– | Daftar nominatif Faktur Pajak dan SSP atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP dibuat menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan No. 8/PMK.03/2021. |