Insentif Pajak Penghasilan atas Biaya Penelitian dan Pengembangan: Studi Perbandingan
Darussalam [1]
1. Latar Belakang
Peningkatan daya saing perekonomian suatu negara sangat ditentukan oleh inovasi, teknologi, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Jalan meraih ketiga faktor tersebut adalah dengan mendorong kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan (R&D). Di sektor bisnis, investasi di bidang R&D merupakan kunci menuju inovasi usaha, sehingga dengan begitu perusahaan mampu meningkatkan produktivitas dan mempertahankan keberlangsungan usaha. Relevansi antara investasi di bidang R&D dengan peningkatan produktivitas dibuktikan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Congressional Budget Office Amerika Serikat di tahun 2005 bahwa efek yang timbul dari investasi di bidang R&D berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas, dengan tingkat pengembalian investasi yang kurang lebih sama dengan investasi yang dilakukan secara konvensional. [2]
Memahami arti pentingnya kegiatan R&D bagi peningkatan daya saing ekonomi, negara-negara anggota Uni Eropa menunjukkan komitmennya melalui kesepakatan dalam Lisbon Strategy di tahun 2000 untuk mendorong peningkatan pengeluaran di bidang R&D. [3] Salah satu butir kesepakatan yang dicapai oleh negara-negara anggota Uni Eropa dalam Lisbon Strategy adalah menargetkan jumlah pengeluaran untuk kegiatan R&D sebesar 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) masing-masing negara anggota Uni Eropa pada tahun 2010. Meskipun pada tahun 2010 target ini tidak tercapai, namun target ini tetap dipertahankan dengan merevisi waktu pencapaian target pengeluaran R&D sebesar 3% dari PDB tersebut menjadi tahun 2020.
Selain peningkatan produktivitas, inovasi juga dapat berdampak pada “knowledge spills over”, di mana suatu perusahaan dapat menikmati hasil dari inovasi yang dilakukan oleh perusahaan lain. Efek dari knowledge spills over dapat dilihat dari dua sisi yaitu: (i) proses dan hasil dari kegiatan R&D akan menghasilkan “public goods” karena informasi dan pengetahuan yang digunakan dalam kegiatan tersebut akan mudah tersebar dan digunakan oleh pihak lain; dan (ii) suatu perusahaan cenderung akan mengurangi pengeluaran untuk kegiatan R&D karena proses dan hasil dari kegiatan tersebut dapat dengan mudah diadopsi oleh perusahaan lain yang masih dalam satu industri. Selain efek knowledge spills over, keengganan perusahaan untuk berinvestasi di bidang R&D juga didorong oleh ketidakpastian atas hasil dari kegiatan R&D dan kendala pembiayaan kegiatan R&D yang membutuhkan biaya yang cukup besar terutama bagi perusahaan kecil dan menengah.
Tabel 1 – Persentase Pengeluaran R&D terhadap GDP tahun 2007
Nomor | Negara | Persentase Pengeluaran R&D terhadap GDP |
1 | Israel | 3,84% |
2 | Jepang | 2,68% |
3 | Swedia | 2,66% |
4 | Finlandia | 2,51% |
5 | Korea Selatan | 2,45% |
6 | Amerika Serikat | 1,96% |
7 | Austria | 1,79% |
8 | Denmark | 1,78% |
9 | Jerman | 1,78% |
10 | Singapura | 1,68% |
Sumber: Laura Tyson dan Greg Linden, “The Corporate R&D Tax Credit and U.S. Innovation and Competitiveness”, Center for American Progress, (2012).
Untuk mendorong peningkatan pengeluaran perusahaan di bidang R&D, pada umumnya pemerintah menyediakan pemberian insentif secara langsung atau tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan yang melakukan kegiatan R&D. Terdapat dua tipe insentif yang dapat disediakan pemerintah untuk mendorong kegiatan R&D: (i) memberikan bantuan langsung berupa “grant” atau subsidi; dan (ii) memberikan bantuan tidak langsung dalam bentuk insentif pajak. Pada umumnya, bantuan langsung dari pemerintah diberikan kepada proyek-proyek penelitian tertentu yang berdampak pada kebutuhan masyarakat banyak. Sementara, insentif pajak bagi kegiatan R&D ditujukan bagi pengeluaran R&D yang dilakukan oleh sektor swasta. [4]
Fokus dari pembahasan tulisan ini adalah mengkaji pemberian insentif pajak penghasilan atas biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk kegiatan R&D. Kajian ini akan diawali dengan isu-isu pokok yang mendasari desain ketentuan insentif R&D, kemudian dilanjutkan dengan studi komparasi ketentuan insentif R&D di beberapa negara dan kondisi peraturan biaya R&D di Indonesia saat ini, dan ditutup dengan rekomendasi atas perlunya kebijakan insentif R&D di Indonesia.
2. | Desain Ketentuan Insentif R&D | |
2.1. | Wajib Pajak yang Menjadi Target Insentif Wajib Pajak yang berhak memperoleh insentif merupakan salah satu hal krusial dalam merancang kebijakan insentif R&D. Pemerintah dapat memberikan insentif bagi seluruh Wajib Pajak, atau memberikan insentif khusus kepada perusahaan kecil dan menengah. Pemberian insentif khusus kepada perusahaan kecil dan menengah dapat berupa jumlah insentif yang lebih besar dibanding yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan besar. | |
2.2. | Definisi R&D Definisi R&D untuk tujuan insentif perpajakan diperlukan untuk menentukan kegiatan apa saja yang berhak atas insentif ini. Banyak negara yang menggunakan definisi R&D dalam OECD Frascati Manual [5]sebagai acuan atas definisi R&D dalam legislasi mereka. [6] Namun demikian, beberapa negara juga menyusun kualifikasi kegiatan yang termasuk dalam kegiatan R&D. Menurut OECD Frascati Manual, cakupan kegiatan R&D terdiri dari kegiatan inovatif dan kreatif berbasis sistematis dalam upaya untuk meningkatkan pengetahuan, termasuk pengetahuan sumber daya manusia, sosial dan budaya, dan penggunaan pengetahuan untuk penemuan atau pengembangan suatu aplikasi. OECD Frascati Manual juga memetakan cakupan R&D menjadi tiga bagian, yaitu:
| |
2.3. | Kualifikasi Pengeluaran R&D yang Berhak atas Insentif Secara umum, terdapat tiga opsi pengeluaran R&D yang berhak atas insentif R&D, yaitu [7]: | |
| ||
2.4. | Jenis Insentif R&D Secara umum, terdapat dua jenis insentif R&D yang diberikan oleh pemerintah [8], yaitu (i) allowances; dan (ii) credits. Berikut ini penjelasan atas kedua hal tersebut:
| |
2.5. | Ketentuan tentang carry forward Pada prinsipnya, pemberian insentif pajak penghasilan untuk pengeluaran R&D bertujuan untuk mengurangi jumlah pajak penghasilan terutang. Dalam praktik, insentif yang diberikan berupa tambahan pengurang penghasilan bruto dapat menyebabkan kondisi kerugian secara fiskal (jika diberikan dalam bentuk tambahan pengurang penghasilan bruto) atau tidak adanya pajak penghasilan yang terutang (jika insentif diberikan dalam bentuk tax credit). Untuk mencapai efektivitas pemberian insentif pajak penghasilan, ketentuan insentif R&D di beberapa negara memperbolehkan kelebihan pengeluaran tersebut dikompensasi ke tahun berikutnya atau ke tahun sebelumnya. | |
2.6. | Pengeluaran R&D dan hubungannya dengan yurisdiksi kegiatan R&D dilakukan Ketentuan insentif R&D di beberapa negara mengkaitkan pengeluaran R&D yang diberikan insentif dengan yurisdiksi tempat kegiatan R&D dilakukan. Pada umumnya, insentif pengeluaran R&D yang diberikan terbatas untuk kegiatan R&D yang dilakukan di suatu yurisdiksi saja bertujuan untuk mempromosikan yurisdiksi tersebut sebagai pusat R&D, meningkatkan daya saing perekonomian yurisdiksi tersebut, mencegah penghindaran pajak, set-off dengan penerimaan pajak yang hilang akibat pemberian insentif. [10] Walau demikian, beberapa negara memperbolehkan pengeluaran R&D yang berhubungan dengan kegiatan training pegawai yang dilakukan di luar negeri sebagai bagian dari pengeluaran R&D yang mendapat insentif dengan tujuan untuk mempercepat alih ilmu pengetahuan dan teknologi. | |
3. | Komparasi Insentif R&D di Beberapa Negara | |
a. | Singapura [11] Ketentuan perpajakan di Singapura mendefinisikan R&D sebagai berikut: “any systematic, investigative and experimental study that involves novelty or technical risk carried out in the field of science or technology with the object of acquiring new knowledge or using the results of the study for the production or improvement of materials, devices, products, produce, or processes” Kegiatan yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai kegiatan R&D untuk tujuan perpajakan antara lain:
Perlakuan pajak atas pengeluaran R&D adalah sebagai berikut:
Termasuk dalam pengeluaran R&D yang diberikan insentif adalah pengeluaran untuk gaji, material dan utilitas lainnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Pengeluaran untuk barang modal dalam kegiatan R&D seperti, pembelian tanah, bangunan, dan mesin dikecualikan dari pengeluaran R&D yang diberikan insentif. Apabila pada suatu tahun pengeluaran R&D suatu perusahaan melebihi pendapatan usaha, maka kelebihan pengeluaran tersebut dapat dikompensasi ke tahun berikutnya (carry forward). Namun ketentuan ini tidak berlaku jika terdapat perubahan pemegang saham yang substansial (lebih dari 50%) pada tahun kompensasi tersebut. Kelebihan pengeluaran tersebut juga dapat dikompensasi ke satu tahun sebelumnya (carry back), namun jumlah pengeluaran yang dapat dikompensasi hanya sebesar SGD 100,000. | |
b. | Malaysia [12] Definisi R&D dalam ketentuan perpajakan di Malaysia adalah sebagai berikut: “any systematic or intensive study carried out in the field of science or technology with the object of using the results of the study for the production or improvement of materials, devices, products, produce or processes”. Kegiatan yang tidak tercakup dalam kegiatan R&D untuk tujuan insentif perpajakan, antara lain:
Perlakuan pajak atas pengeluaran R&D adalah sebagai berikut:
Termasuk dalam pengeluaran R&D yang diberikan insentif adalah pengeluaran untuk gaji, material, biaya teknikal, pemeliharaan, biaya transportasi untuk material, biaya perjalanan dinas pegawai dalam rangka kegiatan R&D, dan pengeluaran lainnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Pengeluaran yang berhubungan dengan barang modal tidak termasuk pengeluaran yang mendapat insentif tambahan dalam menghitung penghasilan kena pajak. Apabila pada suatu tahun pengeluaran R&D suatu perusahaan melebihi pendapatan usaha, maka kelebihan pengeluaran tersebut dapat dikompensasi ke tahun berikutnya (carry forward). | |
c. | Thailand [13] Kegiatan yang memenuhi kualifikasi kegiatan R&D untuk tujuan insentif pajak adalah sebagai berikut:
Perlakuan pajak atas pengeluaran R&D adalah super deduction sebesar 200% bagi pengeluaran untuk kegiatan R&D yang dilakukan di Thailand. Pemberian super deduction dibatasi hanya kepada pengeluaran R&D yang dibayarkan kepada perusahaan atau organisasi pemerintah penyedia jasa R&D di Thailand. Setiap industri berhak atas insentif pengeluaran R&D di atas. Tidak ada persyaratan bagi perusahaan yang mengklaim insentif R&D untuk menjadi pemilik manfaat dari hasil aktivitas R&D tersebut. | |
d. | India [14] Terminologi “research” dalam legislasi perpajakan India didefinisikan sebagai: “any activities for extension of knowledge in the fields of natural or applied sciences including agriculture, animal husbandries or fisheries, but does not include the acquisition of rights.” Perlakuan pajak atas pengeluaran R&D adalah sebagai berikut:
Termasuk dalam pengeluaran R&D yang mendapat insentif adalah gaji, material, utilitas, dan pengeluaran lain yang memiliki kaitan langsung dengan kegiatan R&D. Tidak termasuk dalam pengeluaran R&D yang mendapat fasilitas super deduction adalah biaya administrasi dan umum, dan depresiasi. Agar mendapat insentif super deduction, kegiatan R&D harus dilakukan di India. Kerugian akibat pembebanan super deduction dapat dikompensasi ke tahun berikutnya. | |
e. | Jepang [15] Definisi biaya R&D dalam ketentuan perpajakan di Jepang adalah sebagai berikut: “expenses incurred in experimental and research work in order to manufacture products to improve, design or invent techniques” Insentif perpajakan di Jepang untuk pengeluaran R&D adalah sebagai berikut:
Seluruh industri berhak untuk memperoleh insentif kredit. Walau demikian, pengeluaran R&D yang berhak memperoleh insentif ini harus berbasis teknologi dan ilmu pengetahuan. Untuk memperoleh insentif ini, pengeluaran R&D harus berhubungan dengan manufaktur suatu produk, atau untuk memperbaiki, mendesain, memformulasikan, atau menemukan suatu teknologi. Termasuk dalam pengeluaran R&D untuk tujuan pemberian insentif diantaranya adalah gaji pegawai divisi R&D, material, depresiasi, dan pengeluaran lain yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Insentif bagi pengeluaran R&D ini berlaku untuk kegiatan R&D yang dilakukan di Jepang dan di luar Jepang. Secara umum, kredit R&D yang tidak digunakan pada suatu tahun dapat dikompensasi ke tahun berikutnya, paling lama satu tahun. | |
f. | Belanda [16] Definisi R&D untuk tujuan insentif pajak diartikan sebagai:
Insentif R&D diberikan kepada:
Insentif ini diberikan kepada semua industri yang melakukan kegiatan R&D. Untuk memperoleh insentif ini, kegiatan R&D harus dilakukan di Uni Eropa. | |
g. | Inggris [17] Kegiatan R&D yang mendapat insentif adalah kegiatan R&D yang bertujuan untuk menemukan atau mengembangkan teknologi. Insentif R&D diberikan kepada:
Kualifikasi pengeluaran R&D yang berhak atas insentif ini adalah gaji pegawai R&D, material, utilitas, dan pengeluaran lain yang memiliki kaitan langsung dengan kegiatan R&D, tidak termasuk pengeluaran untuk barang modal. Kerugian fiskal yang dialami karena pembebanan super deduction dapat dikompensasi ke tahun berikutnya. Namun kompensasi ini tidak diperbolehkan jika terdapat perubahan pemegang saham atau perubahan bidang usaha. | |
h. | Republik Rakyat Cina [18] Kualifikasi kegiatan yang diberikan insentif R&D adalah kegiatan dalam pengembangan teknologi baru, produk baru, dan teknik produksi baru. Insentif atas pengeluaran R&D yang diberikan oleh Pemerintah Cina adalah super deduction sebesar 150%. Jika biaya R&D dikapitalisasi sebagai aset tidak berwujud, maka nilai dasar amortisasi bertambah menjadi 50% dari biaya aktual. Kualifikasi pengeluaran R&D yang mendapat insentif super deduction adalah biaya gaji pegawai R&D, material, dan biaya-biaya lainnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Kerugian fiskal akibat pembebanan super deduction dapat dikompensasi hingga 5 tahun berikutnya secara berturut-turut. | |
i. | Brazil [19] Untuk tujuan insentif R&D, pengertian R&D yang digunakan dalam ketentuan perpajakan adalah sebagai berikut: “conceiving of a new product or manufacturing process as well as the addition of new functionalities or characteristics to the product or process that imply incremental improvements and effective quality or productivity gain, resulting in higher market competitiveness.” Insentif pengeluaran R&D yang diberikan oleh pemerintah Brazil adalah sebagai berikut:
Seluruh industri berhak atas insentif atas pengeluaran R&D. Termasuk dalam kualifikasi pengeluaran R&D yang berhak atas insentif ini adalah gaji periset, material, pembayaran kepada pihak ketiga yang berkaitan dengan kegiatan R&D, dan biaya lainnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan R&D. Pengeluaran R&D yang berhak atas insentif adalah pengeluaran yang berkaitan dengan kegiatan R&D di yurisdiksi Brazil. Aset intelektual (intellectual property) yang dihasilkan dari kegiatan R&D tidak diwajibkan untuk didaftarkan di Brazil. Kerugian fiskal yang disebabkan karena pembebanan super deduction tidak dapat dikompensasi ke tahun berikutnya. | |
4. | Kondisi di Indonesia Pembebanan biaya penelitian dan pengembangan sebagai pengurang penghasilan bruto secara literal baru disebutkan sejak Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan diberlakukan. Dengan kata lain, baik pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 maupun Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991, pembebanan biaya penelitian dan pengembangan tidak disebutkan secara eksplisit sebagai pengurang penghasilan bruto. Akan tetapi, melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 769/KMK.04/1990 (KMK-769), pemerintah menerbitkan ketentuan perlakuan perpajakan atas biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan. Pengertian biaya penelitian dan pengembangan menurut KMK-769 adalah biaya yang nyata-nyata dikeluarkan untuk pengembangan produksi (product development), serta biaya untuk meningkatkan efisiensi perusahaan termasuk teknologi untuk pengembangan proses (process technology). Ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan mengatur bahwa biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengurang penghasilan bruto ditujukan bagi biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia dalam jumlah yang wajar untuk menemukan teknologi atau sistem baru bagi pengembangan perusahaan. Ketentuan biaya penelitian dan pengembangan dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 ini tidak diubah dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Hal yang membedakan antara ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 adalah dimasukkannya klausul “…dalam jumlah yang wajar…” dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 jo. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Walaupun demikian, UU PPh tidak menyediakan definisi tentang kegiatan dan biaya apa saja yang termasuk dalam cakupan kegiatan penelitian dan pengembangan untuk tujuan pengurang penghasilan bruto. Selain itu, ketentuan Pasal 6 ayat (1) huruf j Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur bahwa sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Lebih lanjut, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 (PP-93), yang termasuk dalam kualifikasi sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan adalah sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan. Definisi “penelitian” menurut penjelasan Pasal 1 huruf b PP-93 adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk penelitian di bidang seni dan budaya. Sedangkan definisi “pengembangan” berdasarkan penjelasan Pasal 1 huruf b PP-93 adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan memanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang telah terbukti kebenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada, atau menghasilkan teknologi. Sementara pengertian “lembaga penelitian dan pengembangan” untuk tujuan pemberian sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan adalah lembaga yang didirikan dengan tujuan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia termasuk perguruan tinggi terakreditasi. Di samping peraturan di atas, ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2011 tentang fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu atau di daerah tertentu mengatur bahwa salah satu fasilitas pajak penghasilan yang disediakan bagi penanaman modal di bidang usaha atau di daerah tertentu adalah tambahan waktu selama satu tahun untuk mengkompensasi kerugian (total enam tahun) apabila perusahaan mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produk paling sedikit 5% dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun. Fasilitas ini hanya didapatkan jika perusahaan telah melakukan realisasi penanaman modal paling sedikit 80%. Dengan demikian, insentif pajak penghasilan yang ada saat ini untuk biaya R&D adalah fasilitas tambahan waktu kompensasi kerugian yang ditujukan terbatas bagi perusahaan yang melakukan penanaman modal yang dilakukannya di bidang usaha atau di daerah tertentu. | |
5. | Rekomendasi Kebijakan Pemberian suatu insentif harus diselaraskan dengan kebutuhan dan tujuannya. Secara umum, tujuan dari pemberian insentif R&D adalah untuk meningkatkan daya saing ekonomi. Peningkatan daya saing ekonomi ini mutlak membutuhkan inovasi, peningkatan teknologi dan kualitas sumber daya manusia. Salah satu faktor yang memengaruhi tumbuh dan berkembangnya inovasi, peningkatan teknologi dan kualitas sumber daya manusia adalah melalui kegiatan R&D. Di banyak negara, keberhasilan suatu negara sebagai dalam inovasi, peningkatan teknologi dan sumber daya manusia dikaitkan dengan jumlah pengeluaran R&D dibandingkan dengan produk domestik bruto. [20] Kendala pemerintah dalam menyediakan dana untuk kegiatan R&D dapat diatasi dengan melibatkan sektor privat. Oleh karena itu, agar dapat meningkatkan daya saing Indonesia dan dalam rangka merangsang para pengusaha untuk melakukan kegiatan R&D tersebut, maka perlu diatur pemberian insentif perpajakan terhadap biaya R&D yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini juga ditunjukkan oleh survei di negara-negara anggota OECD pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 26 dari 34 negara anggota OECD memberikan insentif bagi kegiatan R&D. [21] Sedangkan beberapa negara tetangga dan negara berkembang lainnya juga telah memberikan insentif untuk kegiatan R&D. Dalam mendesain ketentuan insentif R&D, beberapa hal yang perlu diberikan perhatian khusus adalah sebagai berikut:
|
Tabel Komparasi
Negara | Jenis Insentif | Tarif Insentif | Carry forward/carry back | Yurisdiksi kegiatan R&D dilakukan |
Singapura | Super deduction |
|
| Di dalam dan di luar Singapura |
Malaysia | Super deduction |
| Kelebihan pembebanan dapat dikompensasi ke tahun berikutnya | Di luar dan di dalam Malaysia |
Thailand | Super deduction | Tambahan sebesar 100% bagi pengeluaran R&D yang dibayarkan kepada perusahaan atau organisasi pemerintah penyedia jasa R&D di Thailand. | Tidak ada informasi | Di Thailand |
India | Super deduction |
| Kerugian akibat pembebanan super deduction dapat dikompensasi ke tahun berikutnya | Di India |
Jepang | Tax credit |
| Kredit yang tidak digunakan pada suatu tahun dapat dikompensasi ke tahun berikutnya | Di dalam dan di luar Jepang |
Belanda |
|
| Kerugian akibat pembebanan super deduction tidak dapat dikompensasi ke tahun berikutnya | Di Uni Eropa |
Inggris | Super deduction |
| Kerugian fiskal yang dialami karena pembebanan super deduction dapat dikompensasi ke tahun berikutnya. | Di luar dan di dalam Inggris |
Cina | Super deduction | Tambahan sebesar 50% dari total pengeluaran R&D | Kerugian fiskal akibat pembebanan super deduction dapat dikompensasi hingga 5 tahun berikutnya | Di Cina |
Brazil | Super deduction |
| Kerugian akibat pembebanan super deduction tidak dapat dikompensasi ke tahun berikutnya | Di Brazil |
Referensi
Bal, Aleksandra, “Competition for Research & Development Tax Incentives in European Union – How an Optimal Research and Development System Should be Designed”, Bulletin for International, (Amsterdam: IBFD, 2012)
CCH Tax Editor, “China Master Tax Guide”, (Hong Kong: CCH Wolter Kluwer Business, 2011)
CCH Tax Editor, “Malaysia Master Tax Guide 2012” (Kuala Lumpur: CCH Asia Sdn Bhd, 2011)
Congressional Budget Office, “R&D Productivity Growth: A Background Paper”, (2005)
Darcy, John W., “Japan Master Tax Guide” (Tokyo: CCH Japan Ltd, 2011)
Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
E&Y, “2013 Asia Pacific R&D Incentives”
Fairpo, Anne, “Taxation of Intellectual Property”, (West Sussex: Bloomsbury Professional Ltd, 2012)
International Bureau for Fiscal Documentation “Country Survey 2012”
KPMG, “R&D Incentives and Services – Adding Value across the Americas, (2012)
OECD, “Tax Reform Option: Incentives for Innovation (Testimony before US Senate Committee on Finance)”, (2011)
____, “Frascati Manual: Proposed Standard Practice for Surveys on Research and Experimental Development”, (2002)
____, “R&D Tax Incentives: Rationale, Design, Evaluation”, (2010),
PwC Team, “India Master Tax Guide”, (Haryana: Wolters Kluwer Pvt Ltd, 2011)
Spenke, Gerrit te, ”Taxation in Netherlands”, (The Netherlands: Kluwer Law International, 2011)
Staehr, Karsten, “An Analysis of Tax Incentive to Promote Research and Development in Estonia”, Ministry of Economics and Communication of Estonia Working Paper
Tan, Angela, “Singapore Master Tax Guide Handbook”, (Singapura: CCH Asia Pte Ltd, 2011), 196-199
Warda, Jacek, “Design and Evaluation of Tax Incentives for Business Research and Development: Good Practices and Future Development”, Report to European Commission, (2009)
van Pottelsberghe, Bruno, “Evaluation of Current Fiscal Incentive for Business R&D in Belgium”, Solvay Business Schol, (2003)
[1] Managing Director dari Danny Darussalam Tax Center
[2] Congressional Budget Office, “R&D Productivity Growth: A Background Paper”, (2005).
[3] Aleksandra Bal, “Competition for Research & Development Tax Incentives in European Union – How an Optimal Research and Development System Should be Designed”, Bulletin for International, (Amsterdam: IBFD, 2012): 573-574.
[4] OECD, “Tax Reform Option: Incentives for Innovation (Testimony before US Senate Committee on Finance)”, (2011), 2
[5] OECD Frascati Manual, “Proposed Standard Practice for Surveys on Research and Experimental Development”, (2002)
[6] OECD, “R&D Tax Incentives: Rationale, Design, Evaluation”, (2010)
[7] Bruno van Pottelsberghe, “Evaluation of Current Fiscal Incentive for Business R&D in Belgium”, Solvay Business Schol, (2003)
[8] Aleksandra Bal, Op. Cit., 573
[9] Alex Easson, “Tax Incentives for Foreign Direct Investment”, (the Netherlands: Kluwer Law International, 2004), 148
[10] Karsten Staehr, “An Analysis of Tax Incentive to Promote Research and Development in Estonia”, Ministry of Economics and Communication of Estonia Working Paper
[11] Angela Tan, “Singapore Master Tax Guide Handbook”, (Singapura: CCH Asia Pte Ltd, 2011), 196-199 dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[12] CCH Tax Editor, “Malaysia Master Tax Guide 2012” (Kuala Lumpur: CCH Sdn Bhd, 2011); dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[13] IBFD Country Survey; dan E&Y, “2013 Asia Pacific R&D Incentives”
[14] PwC Team, “India Master Tax Guide”, (Haryana: Wolters Kluwer Pvt Ltd, 2011); dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[15] John W. Darcy, “Japan Master Tax Guide”; dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[16] Gerrit te Spenke,”Taxation in Netherlands”, (the Netherlands: Kluwer Law International, 2011), 83-84; dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[17] Anne Fairpo, “Taxation of Intellectual Property”, (West Sussex: Bloomsbury Professional Ltd, 2012), 141-155; dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[18] CCH Tax Editor, “China Master Tax Guide”, (Hong Kong: CCH Wolter Kluwer Business, 2011); dan Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013)
[19] Deloitte, “2013 Global Survey of R&D Tax Incentives” (2013); dan KPMG, “R&D Incentives and Services – Adding Value Across the Americas, (2012)
[20] Jacek Warda et al, “Design and Evaluation of Tax Incentives for Business Research and Development: Good Practices and Future Development”, Report to European Commission, (2009)
[21] OECD, “Tax Reform Option: Incentives for Innovation (Testimony before US Senate Committee on Finance)”, (2011), 2