Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › pph pasal 4 ayat 2 jasa kontruksi
pph pasal 4 ayat 2 jasa kontruksi
- Originaly posted by begawan5060:
SPT Tahunan tidak ada hubungannya dengan pemenuhan kewajiban perpajakan PPh final (PPh final ada SPT tersendiri)
Ok master, noted…….Thanks pencerahannya.
- Originaly posted by dharmawan a:
Contoh :
Jasa persewaan, disetor sendiri = 400
Jasa persewaan, dipotong pihak lain = 100 (belum dipotong)
SPT Tahunan diisikan :
omset PPh final = 500
PPh terutang = 50Dear rekan Begawan, untuk menghitung penghasilan kena pajak di SPT Tahunan maka penghasilan yang telah dikenakan PPh Final akan dikoreksi negative (tidak dikenakan pajak di akhir tahun) . Untuk kasus di atas maka yang dikoreksi negative sebesar 450 (500-50) ataukah 360 (400-40) ?
- Originaly posted by ysep:
Dear rekan Begawan, untuk menghitung penghasilan kena pajak di SPT Tahunan maka penghasilan yang telah dikenakan PPh Final akan dikoreksi negative (tidak dikenakan pajak di akhir tahun) . Untuk kasus di atas maka yang dikoreksi negative sebesar 450 (500-50) ataukah 360 (400-40) ?
500
master mau nanya kalau misalkan kita penyedia jasa setor sendiri pasal 4 itu kan atas nama penerima jasa kan nah itu di ssp nya ga ush pake cap juga gpp kan ?
- Originaly posted by rickyvarian:
ssp nya ga ush pake cap juga gpp kan ?
gak usah,dan gak perlu
Oya Selamat buat Rickyvarian, topic rekan terpilih Sebagai Thread Pilihan di ortax..
bos, Ini maap saya juga agak bingung, waktu setor pemotongan pph tsb nya deskripsinya apa perlu di jelasin : pemotongan pph final atas jasa konstruksi si kontraktor anu ?
Trus mengenai ssp, masanya diisi pas Des akhir tahun , atau kita isi bulan terjadinya transaksi ? Trims.
mohon bantuan para senior…
perusahaan kami di bidang jasa konstruksi dan pengadaan. peredaran kami ada yg sdh dipotong pph final pasal 4(2), ada yg dipotong pph pasl 22.
cara menghitunga pph sy pisahkan antara peredaran final dan tidak final.
utk hasil penghitungan penghasilan tdk final, sy kompensasikan dg bukti potong pph pasal 22.
oleh petugas kpp, penghitungan penghasilan sy dinyatakan salah. katanya berdasar SE-66/PJ/2010 peredaran tetap dihitung keseluruhannya, baik final atau belum final, lalu dibandingkan dg laba belum final.
pertanyaan saya : bukankah dg demikian, peredaran yg sdh dipotong pph final 4(2) tsb dihitung kembali pajak penghasilannya ?
mohon pencerahannya….. terima kasih- Originaly posted by yeniz:
mohon bantuan para senior…
perusahaan kami di bidang jasa konstruksi dan pengadaan. peredaran kami ada yg sdh dipotong pph final pasal 4(2), ada yg dipotong pph pasl 22.
cara menghitunga pph sy pisahkan antara peredaran final dan tidak final.
utk hasil penghitungan penghasilan tdk final, sy kompensasikan dg bukti potong pph pasal 22.
oleh petugas kpp, penghitungan penghasilan sy dinyatakan salah. katanya berdasar SE-66/PJ/2010 peredaran tetap dihitung keseluruhannya, baik final atau belum final, lalu dibandingkan dg laba belum final.
pertanyaan saya : bukankah dg demikian, peredaran yg sdh dipotong pph final 4(2) tsb dihitung kembali pajak penghasilannya ?
mohon pencerahannya….. terima kasihsaya sependapat dengan fiskus, untuk pemanfaatan pasal 31E sepertinya peredaran dilihat secara keseluruhan dan tidak berdasarkan jenis pendapatannya, dan menurut saya tidak ada pengenaan pajak berganda dalam kasus ini, karena ini murni kebijakan untuk menentukan tarif yang digunakan sebagai dasar dalam menghitung pph terutang. CMIIW
coba pelajari di lampiran SE-66/PJ/2010 itu sudah sangat jelas contohnya..
- Originaly posted by begawan5060:
Misalkan mereka memeriksa dan menanyakan, memangnya mereka mau apa? menagih ke kita?
SPT Tahunan tidak ada hubungannya dengan pemenuhan kewajiban perpajakan PPh final (PPh final ada SPT tersendiri)setuju banget dgn kalimat ini..
jd yang saya yang pembeli bukan qt sebagai penjual 🙂 kepd Anielsol dan iszcall..
ya seblm sy cetuskan ke forum, sdh sy pelajari SE66/PJ/2010 beserta contoh penghitungan. hanya saja, rumus ini tidak logik. kenapa peredaran yg sdh final msh diperhitungkan lg.
kita sebentar lg masuk era MEA. dimana bakal banyak orang asing yg berkontribusi di negeri kita. pasti jd pertanyaan besar jika diterapkan.
mohon tanggapan senior ****
terima kasih- Originaly posted by rickyvarian:
master maaf saya punya kasus gini , misalkan saya sebagai penyedia jasa PT (A) dan penerima jasa PT(B) , nah PT B membayar 100% ke PT A dan PT B ingin agar PT A yang mengurus pph pasal 4(2) , Saya setor ke bank dengan nama PT A atau PT B pak ?thx
Originaly posted by priadiar4:Originaly posted by rickyvarian:
Saya setor ke bank dengan nama PT A atau PT B pak ?thxPT B namun pelaporan berikan tanggungjawabnya ke PT B
para master ortax,, perihal nama dalam ssp perihal di setor sendiri oleh penyedia jasa, nama dalam ssp apakah ada peraturan yang menyatakan nama lawan transaksi,,
pelaporan berikan tanggungjawabnya ke PT B apabila lawan transaksi tidak melaporkan
apakah sebaiknya kita, yang melakukan semuanya atas nama, dalam ssp dan melaporkan Pajaknya,,,ke kpp saya baru tau kalo si wp bisa nyetor sendiri pphx kalo si lawan transaksix badan.
saya sependapat dengan master sekalian, mari kita pahami bersama bahwa PPh Pasal 4 ayat (2) adalah objek PPh Potong artinya, tata cara pengenaan pajaknya dengan cara dipotong/disetoran kenegara melalui pemotong (biasanya pengguna jasa). tapi dalam hal lain sebagai diatur dalam PP Nomor 51 tahun 2008 Pasal 5 huruf b yang berbunyi " disetor sendiri dalam hal pengguna jasa bukan merupakan pemotong". artinya kita sebagai penyedia jasa yang bertransaksi dengan bukan pemotong dalam hal kasus ini, sekali lagi dapat menyetorkan sendiri PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang.
Mohon bantuan nya pak
Apakah Jasa engineering yang dikerjakan di luar negeri untuk project yang di Indonesia, dengan lama pengerjaan melebihi 6 bulan apakah terhutang Pph pasal 26 ……?Jawaban sangat saya nantikan dan atas bantuannya terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih.
Wassalam
M. Usman