Senin (27/12/2021), pemerintah telah resmi merilis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 Tahun 2021 yang merupakan peraturan pelaksana dari Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Pada PPS, Wajib Pajak melakukan pengungkapan harta dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). Pemberitahuan pengungkapan harta harus dilampiri dengan beberapa dokumen.
Pertama, Nomor Transaksi Penerimaan Negara atau NTPN sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. NTPN berfungsi sebagai bukti pembayaran PPh Final. Kedua, daftar rincian harta bersih. Daftar rincian harta yang dimaksud adalah harta yang belum atau kurang diungkap pada Surat Pernyataan dan harta yang belum dilaporkan pada SPT Tahunan Orang Pribadi Tahun 2020.
Ketiga, dokumen yang wajib dilampirkan adalah daftar utang. Selanjutnya, bagi peserta PPS yang berkomitmen untuk melakukan repatriasi atau investasi harta pada sektor tertentu, wajib melampirkan pernyataan.
Dokumen lampiran pengungkapan harta lain yang perlu disiapkan oleh peserta PPS adalah pernyataan pencabutan permohonan. Hal tersebut berlaku untuk peserta Kebijakan II PPS. Peserta PPS Kebijakan II diwajibkan untuk mencabut permohonan:
- Pengembalian kelebihan pembayaran pajak
- Pengurangan atau penghapusan sanksi administratif
- Pengurangan atau pembatalan surat ketetapan pajak yang tidak benar
- Pengurangan atau pembatalan Surat Tagihan Pajak yang tidak benar
- Keberatan
- Pembetulan
- Banding
- Gugatan
- Peninjauan Kembali
Apabila permohonan yang dimaksud terkait upaya hukum, peserta wajib melampiri SPPH dengan salinan surat permohonan pencabutan banding, gugatan, dan/atau peninjauan kembali.
Penyampaian SPPH dapat dilakukan mulai tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022. Atas SPPH yang disampaikan, Kepala KPP akan menerbitkan Surat Keterangan secara elektronik kepada Wajib Pajak paling lama 1 hari kerja sejak SPPH disampaikan.