Pihak yang dipotong PPh Pasal 21 memiliki kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak. Dengan mendaftarkan diri dan mendapatkan NPWP, Wajib Pajak tidak akan dipotong dengan tarif yang lebih tinggi. Namun, saat ini Direktorat Jenderal Pajak sedang mempersiapkan penggunaan Nomor Induk Kependudukan menjadi NPWP, sehingga tidak ada lagi Wajib Pajak yang tidak ber-NPWP.
Selain itu, Wajib Pajak yang dipotong PPh Pasal 21 wajib membuat surat pernyataan mengenai jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun atau saat dimulainya kewajiban subjektif. Surat pernyataan tersebut diserahkan kepada pemotong pajak dan digunakan sebagai dasar untuk menentukan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Apabila terjadi perubahan di tahun berjalan, PTKP yang digunakan tetap berdasarkan keadaan di awal tahun. Penjelasan selengkapnya dapat dilihat pada artikel berikut ini. Maka dari itu, bagi Wajib Pajak yang mengalami perubahan tanggungan dapat membuat surat pernyataan baru sebelum dimulainya tahun kalender berikutnya.
Sebagai pihak yang dipotong, Wajib Pajak berhak menerima bukti potong. Bagi pegawai tetap atau penerima pensiun berkala, menerima bukti potong berupa Formulir 1771 A1/A2 setahun sekali. Selain pegawai tetap atau penerima pensiun berkala, bukti potong diterima setiap pembayaran atau satu bukti potong jika terdapat beberapa kali pembayaran dalam satu bulan.
Bagi Wajib Pajak yang menerima bukti potong, pastikan bukti potong telah sesuai dengan ketentuan. Pastikan informasi mengenai identitas, NPWP beserta poin lainnya telah sesuai dengan keadaan sebenarnya. Hal tersebut penting dilakukan agar pajak yang telah dipotong dapat dikreditkan.
Meskipun PPh Pasal 21 telah disetor dan dilaporkan oleh pemotong, hal tersebut tidak menggugurkan kewajiban untuk menyampaikan SPT Tahunan Orang Pribadi. Wajib Pajak tetap melakukan pelaporan SPT sesuai ketentuan perpajakan dan dapat mengkreditkan pajak yang sebelumnya dipotong dalam menghitung PPh Orang Pribadi terutang.