Perlakuan Special Purpose Vehicle Dalam Rangka Amnesti Pajak

SPVPengertian SPV

Special Purpose Vehicle (SPV) menjadi suatu istilah yang cukup populer sejak disahkannya Undang-Undang Pengampunan Pajak. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.010/2016 disebutkan bahwa SPV merupakan perusahaan antara yang :

a.didirikan semata-mata untuk menjalankan fungsi khusus tertentu untuk kepentingan pendirinya, seperti pembelian dan/atau pembiayaan investasi dan
b.tidak melakukan kegiatan usaha aktif.

   
Dalam kaitannya dengan Amnesti Pajak, Wajib Pajak dapat mengungkapkan Harta dalam Surat Pernyataan yang meliputi :

a.Harta yang berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV;atau
b.Harta yang berada di luar wilayah NKRI yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV.

Perlakuan Harta Berupa Kepemilikan Saham SPV yang Diungkapkan

Untuk mendapatkan Amnesti Pajak, Wajib Pajak wajib menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan kepemilikan Harta tersebut beserta Utang yang berkaitan secara langsung dengan perolehan Harta, yang diungkapkan dalam lampiran Surat Pernyataan yang disampaikan. Berikut ini perlakuan Harta berupa kepemilikan saham pada SPV yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pernyataan :

a.Bagi Wajib Pajak yang belum melaporkannya dalam SPT PPh Terakhir
Nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV adalah sebesar nilai Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV tersebut.
  
b.Bagi Wajib Pajak yang telah melaporkannya dalam SPT PPh Terakhir
nilai Harta tambahan yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV adalah sebesar nilai Harta tidak langsung melalui SPV dikurangi nilai kepemilikan saham pada SPV yang telah dilaporkan pada SPT PPh Terakhir dikalikan dengan proporsi nilai masing-masing Harta tidak langsung melalui SPV.

Perlakuan atas Harta yang Dimiliki oleh Lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak

Apabila Harta tidak langsung melalui SPV dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) Wajib Pajak, besarnya nilai Harta untuk masing-masing Wajib Pajak beserta Utang yang terkaitan langsung dengan Harta yang diungkapkan oleh Wajib Pajak dimaksud dihitung secara proporsional sesuai porsi kepemilikan pada SPV dari masing-masing Wajib Pajak.

Ketentuan Lain atas Harta yang Diungkapkan

Apabila Wajib Pajak memberikan pinjaman kepada SPV yang didirikannya, Harta yang dicatat Wajib Pajak dan kewajiban yang dicatat SPV ditiadakan.
Dalam hal:

  1. Wajib Pajak secara langsung atau tidak langsung melalui SPV memiliki Harta berupa dana yang ditempatkan pada pihak ketiga dan
  2. pihak ketiga dimaksud memberikan Utang secara langsung atau tidak langsung kepada Wajib Pajak melalui SPV

nilai Utang pada huruf b dapat dikurangkan dari nilai Harta sebagaimana dimaksud pada huruf a, untuk menentukan nilai Harta bersih sebagai dasar penghitungan Uang Tebusan.

Tarif Uang Tebusan

Tarif Uang Tebusan atas Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV menggunakan tarif Uang Tebusan :

Uraian  Juli – September 2016 Oktober – Desember 2016Januari – Maret 2017
Harta yang berada di wilayah NKRI atau berada di luar NKRI yang dialihkan ke Indonesia dan diinvestasikan di Indonesia dalam jangka waktu paling sedikit 3 tahun terhitung sejak dialihkan.2%3%5%
Harta di luar negeri dan tidak dialihkan ke Indonesia4%6%10%

         
Besarnya Uang Tebusan atas Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

spv

Keterangan:
Nilai Harta bersih dihitung berdasarkan nilai Harta tambahan yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir dikurangi nilai Utang

Kewajiban Membubarkan atau Melepaskan Hak Kepemilikan atas SPV

Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV baik Harta yang berada di wilayah NKRI maupun di luar wilayah NKRI harus membubarkan atau melepaskan hak kepemilikan atas SPV dengan melakukan pengalihan hak atas Harta tersebut:

a.dari semula atas nama SPV menjadi atas nama Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan; atau
b.dari semula atas nama SPV menjadi atas nama badan hukum di Indonesia melalui proses pengalihan harta menggunakan nilai buku.

Badan hukum di Indonesia pada butir b diatas ialah badan hukum berbentuk Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Wajib Pajak yang sama dengan Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan dengan mengungkapkan seluruh Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV.

Pembebasan Pajak Penghasilan

Pengalihan hak atas Harta yang dimiliki oleh Wajib Pajak secara tidak langsung melalui SPV berupa :

a.Harta tidak bergerak berupa tanah dan/atau bangunan di Indonesia
b.Saham

dibebaskan dari pengenaan Pajak Penghasilan (PPh), apabila perjanjian pengalihan hak atas Harta dimaksud ditandatangani dalam jangka waktu paling lambat tanggal 31 Desember 2017. Apabila perjanjian pengalihan hak ditandatangani setelah tanggal 31 Desember 2017, atas pengalihan hak dimaksud dikenai pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai PPh.

Referensi :

1.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
2.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.03/2016 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak.
3.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 127/PMK.010/2016 tentang Pengampunan Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak bagi Wajib Pajak yang Memiliki Harta Tidak Langsung Melalui Special Purpose Vehicle.
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait