Dewa Suartama
10 Januari 2024
Mulai 1 Januari 2024, pemerintah telah melakukan penyesuaian penghitungan PPh Pasal 21 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 168 Tahun 2023 (PMK 168/2023). Salah satu mekanisme penghitungan yang diubah adalah PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas.
PMK 168/2023 mendefinisikan pegawai tidak tetap sebagai pegawai termasuk tenaga kerja lepas yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Adapun jenis penghasilan yang diterima umumnya berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan maupun uang saku harian atau mingguan.
Dalam PMK 168/2023, terdapat dua mekanisme penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas. Pertama, penghitungan untuk penghasilan yang diterima tidak secara bulanan (harian, mingguan, satuan, atau borongan). Kedua, penghitungan untuk penghasilan yang diterima secara bulanan. Berikut penjelasannya.
Jika penghasilan diterima secara harian/satuan/mingguan/borongan, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif efektif harian (TER Harian). Sesuai lampiran PP 58/2023, tarif yang berlaku adalah sebagai berikut:
Anda dapat mengunduh daftar tarif PPh Pasal 21 dan TER yang telah dirangkum oleh Tim Redaksi Ortax pada tautan berikut ini: Unduh Tabel Tarif dan TER PPh Pasal 21 Tahun 2024
Mengacu pada Pasal 16 ayat (2) huruf c PMK 168/2023, jika penghasilan harian atau rata-rata harian dari upah satuan/mingguan/borongan lebih dari Rp2.500.000, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan tarif PPh Pasal 17, dengan dasar pengenaan pajak sebesar 50% dari penghasilan bruto.
Dalam hal penghasilan dibayarkan secara bulanan, pemberi kerja memotong PPh Pasal 21 untuk pegawai tidak tetap menggunakan tarif efektif bulanan (TER Bulanan). Dasar pengenaan pajak yang digunakan adalah penghasilan bruto sebulan. TER ditentukan berdasarkan status PTKP dengan pengelompokan sebagai berikut:
Ali (ber-NPWP, status K/0) bekerja sebagai buruh harian PT DEF. la bekerja selama 15 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000. Berdasarkan ketentuan PMK 168/2023, penghasilan harian Ali dikenakan TER Harian sebesar 0%, sehingga tidak ada pajak yang dipotong.
Ibnu bekerja sebagai pemetik teh pada perkebunan milik PT Teh Kenangan. Ibnu belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Ibnu menerima penghasilan yang dibayarkan secara bulanan berdasarkan hasil panen yang diperolehnya. Selama tahun 2024, Ibnu menerima penghasilan sebagai berikut.
Berdasarkan status PTKP (TK/0), besarnya PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan yang diterima Ibnu dihitung berdasarkan tarif efektif bulanan kategori A. Berikut penghitungannya.
Bulan | Jumlah Penghasilan (Rp) | Tarif Bulanan Efektif Kategori A | PPh Pasal 21 (Rp) |
---|---|---|---|
Januari | 4.000.000 | 0% | - |
Februari | 7.000.000 | 1,25% | 87.500 |
Maret | 1.000.000 | 0% | - |
April | 7.000.000 | 1,25% | 87.500 |
Mei | 8.000.000 | 1,50% | 120.000 |
Juni | 6.000.000 | 0,75% | 45.000 |
Juli | 7.000.000 | 1,25% | 87.500 |
Agustus | 8.000.000 | 1,50% | 120.000 |
September | 6.000.000 | 0,75% | 45.000 |
Oktober | 9.000.000 | 1,75% | 157.500 |
November | 2.000.000 | 0% | - |
Desember | 8.000.000 | 1,50% | 120.000 |
Jumlah | 73.000.000 | 870.000 |
Categories:
Tax Learning05 Januari 2024