Penerapan Arm’s Length Principle di Indonesia dan Laporan BEPS – Bagian 3
Oleh : Andreas Adoe [1]
C.   Laporan BEPS untuk masalah Transfer Pricing dan arm’s length principle
Laporan akhir dari BEPS tentang transfer pricing dapat ditemukan pada dua laporan berjudul :
- Aligning Transfer Pricing Outcomes with Value Creation (Action 8-10: Final Reports), dan
- Transfer Pricing Documentation and Country-by-Country Reporting (Action 13: 2015 Final Reports) yang merubah pelaporan atas transfer pricing documentation.
C.1. BEPS dan revisi Transfer Pricing Guidelines
– | Panduan penerapan arm’s length principle yang merupakan bagian dari Chapter I dari OECD Transfer Pricing Guidelines [31],  contohnya seperti identifikasi transaksi aktual, alokasi resiko, penjelasan atas keadaan di mana transaksi yang dilakukan namun dapat diabaikan untuk tujuan transfer pricing, location saving, penerapan arm’s length principle pada saat pemerintah menerbitkan kebijakan tertentu hingga sinergi perusahaan multinasional yang dapat dipertimbangkan saat melakukan perbandingan. |
– | Untuk aktiva tidak berwujud (intangibles), revisi dibuat, diantaranya, untuk menjelaskan bahwa kepemilikan hukum saja tidak selalu menghasilkan hak atas seluruh imbal hasil yang dihasilkan atas eksploitasi aktiva tidak berwujud [32]. Revisi juga menjelaskan definisi baru atas aktiva tidak berwujud untuk tujuan transfer pricing seperti:
|
Revisi ini juga mencakup hard-to-value intangibles yang mencakup diantaranya penggunaan atau penilaian dari aktiva tidak berwujud untuk beberapa hal, contohnya seperti aktiva tidak berwujud yang masih dalam masa pengembangan saat ditransfer. | |
– | Metode transfer pricing untuk transaksi komoditas yang dapat menggunakan metode CUP hingga penjelasan baru atas metode Profit Split [33].  Berdasarkan revisi, penjualan komoditas dapat menggunakan menggunakan metode CUP untuk harga pasar (quoted price) pada tanggal transaksi komoditas di satu bursa dalam atau luar negeri [34]. |
– | Revisi atas intra-group services terutama dalam hal low value-adding intra-group services yang diantaranya berisi pendekatan yang disederhanakan serta perlindungan dari negara sumber untuk dasar pengenaan pajak atas jasa-jasa tertentu [35]. Low value-adding intra-group services digolongkan sebagai jasa pendukung dan bukan bisnis inti wajib pajak, contohnya seperti akuntansi, audit atau manajemen sumber daya manusia dimana mark-up dalam jumlah tertentu masih digolongkan wajar [36]. |
– | Revisi aturan Cost Contribution Arrangement (CCA) [37], yang memberikan panduan dan contoh penerapan arm’s length principle atas kontribusi dari pihak-pihak terkait dalam pengembangan bersama atas aktiva tidak berwujud, aktiva berwujud atau jasa [38]. |
C.2. BEPS dan revisi Transfer Pricing Documentation
D.   Kesimpulan
Penerapan Country-by-Country Reporting dapat meningkatkan transparansi dalam hal pelaporan perpajakan di Indonesia dan dapat menimbulkan informasi yang bermanfaat bagi DJP atas penilaian resiko transfer pricing perusahaan multinasional atas penerapan arm’s length principle.
[1] Andreas Adoe, praktisi pajak dan pengajar pada Program Administrasi Fiskal Fakultas Administrasi UI.
[31] Sebagai contoh, Section D.1 : identifying the commercial or financial relations Chapter I
[32] Perubahan sepenuhnya atas Chapter VI : Intangibles dapat dilihat dalam laporan OECD/G20 Base Erosion and Profit Shifting Project 2015 Final Reports.
[33] Komoditas di Indonesia, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diartikan sebagai 1) barang dagangan utama; benda niaga: hasil bumi dan kerajinan setempat dapat dimanfaatkan sbg — ekspor; dan 2) bahan mentah yg dapat digolongkan menurut mutunya sesuai standar perdagangan internasional, misal gandum, karet, kopi.
[34] Chapter II dari Transfer Pricing Guidelines diubah berdasarkan laporan BEPS dengan menambahkan bagian terbaru tentang transaksi komoditas.
[35] Revisi merubah seluruh Chapter VII : Intra-Group Services.
[36] Lihat paragraf 7.61 dari revisi Chapter VII yang menjelaskan tentang mark-up sebesar 5%,
[37] Revisi dilakukan atas Chapter VIII : OECD Transfer Pricing Guidelines.
[38] Untuk CCA di Indonesia, hal ini diatur dalam pasal 17A dari PER-32/PJ/2011.
[39] Untuk Local File dapat dilihat pada paragraf 22 dan 23 dari revisi OECD TP Guidelines berdasarkan laporan BEPS.
[40] The Benefits of Country-by-Country Reporting, Richard Murphy, Association of Concerned Africa Scholars Bulletin, 2012.
[41] Country-by-Country Reporting : Holding multinational corporations to account wherever they are, Richard Murphy, Task Force Financial Integrity and Economic Development, 2009.
[42] Lihat Annex III dari Chapter V : Transfer Pricing Documentation menurut BEPS Final Report, Action 13: 2015 Final Report tentang Transfer Pricing Documentation and Country-by-Country Reporting.