Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Bagi WPOP yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas seperti halnya pegawai tetap suatu perusahaan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Wajib Pajak pada suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Pegawai tetap tersebut wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
Di dalam praktiknya, terkait dengan kepemilikan NPWP dimungkinkan seorang pegawai tetap suatu perusahaan baru mendaftarkan diri pada tahun berjalan karena baru memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagaimana diatur dalam ketentuan perpajakan, ataupun dikarenakan alasan lainnya. Terkait dengan kondisi tersebut, lebih jauh akan terdapat implikasi terkait Perhitungan PPh Pasal 21.
Sejatinya PPh Pasal 21 merupakan pajak yang dipotong berdasarkan kondisi riil subjektif dan objektif wajib pajak. Salah satu kondisi riil subjektif yaitu mengenai kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang akan mempengaruhi ketepatan penghitungan PPh Pasal 21. Apabila terdapat kondisi riil subjektif dimana tidak memiliki NPWP maka atas penghasilan yang diterima akan dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi sebesar 20%.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa kepemilikan NPWP, sangat dimungkinkan pegawai tetap suatu perusahaan baru mendaftarkan diri pada tahun berjalan dengan berbagai alasan tertentu. Pendaftaran NPWP pada tahun berjalan menyebabkan perhitungan PPh Pasal 21 yang telah dihitung sebelumnya menjadi kurang tepat karena PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada bulan sebelumnya kelebihan potong sebesar 20%. Pada Pasal 20 ayat 4 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER – 16/PJ/2016 , dijelaskan bahwa:
“Dalam hal Pegawai Tetap atau penerima pensiun berkala sebagai penerima penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tarif yang lebih tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan paling lama sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Desember, PPh Pasal 21 yang telah dipotong atas selisih pengenaan tarif sebesar 20% (dua puluh persen) lebih tinggi tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.”
Berdasarkan hal tersebut disebutkan bahwa terkait selisih pengenaan tarif lebih tinggi sebesar 20%, perusahaan dapat memperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan selanjutnya pada tahun kalender berikutnya. Namun demikian, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 atas selisih tersebut tidak termasuk kredit pajak bagi pegawai pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tahun pajak yang bersangkutan. Begitu sebaliknya, jumlah pemotongan PPh Pasal 21 termasuk kredit pajak bila atas selisih pengenaan tarif lebih tinggi tidak diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 bulan-bulan selanjutnya setelah memiliki NPWP.