Pembetulan PPh Pasal 21 Sekarang atau Nanti

poungsaed_eco / envatoelements

Lebih dari tiga bulan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 mengenai penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berlaku. PTKP yang berlaku untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi tanpa tanggungan (TK/0) disesuaikan dari yang sebelumnya sebesar Rp 36.000.000,- menjadi Rp 54.000.000,-, atau berarti mengalami kenaikan sebesar 50% dari sebelumnya. Wajib Pajak seolah diperhadapkan dengan kesamaan kondisi tahun sebelumnya (Tahun 2015), dimana ketentuan PMK Nomor 101/PMK.010/2016 mengenai penyesuaian besarnya PKTP kali ini juga berlaku di pertengahan tahun berjalan serta bersifat retroaktif (berlaku surut). Bila melihat kondisi tahun lalu terkait dengan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan Pemberi Kerja sebagai dampak kenaikan PTKP , maka Pemberi Kerja dapat melakukan pembetulan PPh Pasal 21 atas masa sebelumnya yang masih menggunakan besaran PTKP yang lama. Apabila atas pembetulan tersebut terdapat kelebihan setor, maka dapat dikompensasikan mulai Masa Pajak Juli 2015 sampai dengan Desember 2015. Hal tersebut sangat jelas diatur dalam ketentuan peralihan Pasal 27 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2015. Namun demikian, dengan kondisi saat ini ketika Peraturan Pelaksanaan yang merubah PER-32/PJ/2015 belum kunjung terbit dan berlaku, agaknya memunculkan keraguan Pemotong Pajak untuk melakukan pembetulan PPh Pasal 21 sekarang atau nanti.

Konsep Pembetulan

Berdasarkan Undang-undang KUP Pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa:

“Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. “

Hal tersebut kemudian dijelaskan kembali melalui Pasal 5 ayat (1 dan 2) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 bahwa Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT) yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan;

a.Verifikasi dalam rangka menerbitkan surat ketetapan pajak
b.Pemeriksaan atau
c.Pemeriksaan Bukti Permulaan.

Mengenai pernyataan tertulis dalam pembetulan SPT dilakukan dengan cara memberi tanda pada tempat yang telah disediakan dalam SPT yang menyatakan bahwa Wajib Pajak yang bersangkutan membetulkan SPT.

art1
Gambar 1. Tanda Pembetulan pada SPT

Dalam hal Pembetulan SPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan.

Kenaikan Penyesuaian PTKP

Proses Kenaikan Penyesuaian PTKP 2016 sesungguhnya bermula dari usulan Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 11 April 2016, dengan mempertimbangkan besaran upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten 2016, maka pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan mengusulkan kenaikan batas PTKP dari Rp 3 juta per bulan menjadi Rp 4,5 juta per bulan.1  Tidak berselang lama yaitu pada 13 April 2016, Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui usulan pemerintah untuk menaikkan Penerimaan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebesar 50 persen pada tahun 2016. Dengan demikian, besaran PTKP untuk tahun 2016 menjadi Rp54 juta per tahun, atau Rp4,5 juta per bulan. Menurut Menteri Keuangan, penyesuaian besaran PTKP ini antara lain dilakukan untuk melindungi dan/atau meningkatkan daya beli masyarakat. Selain itu, hal ini juga merupakan salah satu stimulus pajak yang akan mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi.2
Sebelum PMK 101/PMK.010/2016 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak berlaku pada saat diundangkan pada 27 Juni 2016, Kementerian Keuangan terlebih dahulu menerbitkan Siaran Pers  Nomor 31/KLI/2016 pada 24 Juni 2016.

art2
Gambar 2. Cuplikan Siaran Pers Kementerian Keuangan3

Pada kalimat pembuka dijelaskan bahwa seluruh Wajib Pajak, baik perusahaan maupun perorangan, sudah dapat menyesuaikan perhitungan besaran pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 maupun besaran PPh terutang dengan menggunakan PTKP yang baru untuk tahun pajak 2016 dan sesudahnya. Hal ini berarti proses penyesuaian perhitungan mulai berlaku untuk tahun pajak 2016, bukan setelah Ketentuan Penyesuaian PTKP berlaku yang notabene terjadi pada pertengahan tahun 2016. Keberlakukan Penyesuaian PTKP Tahun 2016 diperjelas lebih lanjut pada ketentuan Pasal 3 PMK 101/PMK.010/2016 bahwa:

“Ketentuan mengenai penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 mulai berlaku pada Tahun Pajak 2016.”

Dalam hal dikaitkan dengan adanya masalah pengundangan dan daya ikat, menurut Marida Farida mengatakan bahwa sehubungan dengan adanya masalah pengundangan dan daya ikat, dapat dijumpai adanya tiga variasi, yaitu (Ibid, 158-160):4

Berlaku pada tanggal diundangkan
Berlaku beberapa waktu setelah diundangkan
Berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal yang tertentu

Apabila suatu peraturan dinyatakan berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut sampai tanggal tertentu, maka hal ini berarti peraturan tersebut mempunyai daya laku sejak tanggal diundangkan, tetapi dalam hal-hal tertentu ia mempunyai daya ikat yang berlaku surut sampai tanggal yang ditetapkan tadi. Kemudian dikaitkan dengan Penyesuaian PTKP Tahun 2016 maka skema penerapannya dapat digambarkan sebagai berikut:

art3

Gambar 3. Skema PTKP Tahun 2016

Dampak Perubahan PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2016

PTKP erat kaitannya dengan penghitungan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang berkaitan dengan PPh terutang pada Akhir Tahun dan PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pihak ketiga. Terkait dengan PPh Pasal 21, perlu dipahami bahwa sejatinya PPh Pasal 21 merupakan pajaknya ‘WPOP’ sebagai penerima penghasilan. Namun demikian, sebagai konsekuesi logis dari penerapan sistem pemungutan pajak yaitu Withholding Tax System, maka pihak ketiga yang merupakan Pemberi Penghasilan diberi suatu kewajiban oleh Negara untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 21, sehingga tidak jarang Pemberi Penghasilan disebut juga dengan Pemotong Pajak. Kewajiban Pemotong termasuk juga dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 21. Secara spesifik kaitan dengan PPh Pasal 21 dijelaskan bahwa besaran PTKP akan menentukan besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan  dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21. Adapun kaitan PTKP dalam menentukan besaran PKP adalah sebagai berikut:

a.bagi Pegawai Tetap dan penerima pensiun berkala, sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP
b.bagi Pegawai Tidak Tetap, sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP
c.bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c PER 32/PJ/2015, sebesar 50% (lima puluh  persen) dari jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
Berikut beberapa perhitungan PPh Pasal 21 sebagai dampak Perubahan PTKP Tahun 2016:
art4

Gambar 4. Dampak Perubahan PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2016 (Pegawai Tetap)

art5

Gambar 5. Dampak Perubahan PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2016 (Pegawai Tidak Tetap)

art6
Gambar 6. Dampak Perubahan PTKP terhadap kewajiban PPh Pasal 21 Tahun 2016 (Bukan Pegawai)

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kenaikan PTKP di tahun berjalan akan mempengaruhi perhitungan PPh Pasal 21 sebelumnya yang telah dihitung, disetor dan dilaporkan dengan menggunakan PTKP lama (berdasarkan PMK Nomor: 122/PMK.010/2015). Hal tersebut dikarenakan bila PPh Pasal 21 (sebelum kenaikan PTKP) dihitung kembali menggunakan PTKP yang baru berdasarkan PMK Nomor : 101/PMK.010/2016, maka PPh Pasal 21 akan mengalami penurunan yang disebabkan oleh PKP yang juga mengalami penurunan karena kenaikan PTKP yang digunakan. Dengan demikian, pembetulan penghitungan PPh Pasal 21 akibat kenaikan PTKP, menyebabkan PPh 21 sebelumnya mengalami kelebihan setor baik di level pegawai maupun secara agregat di level perusahaan.  Pemberi Kerja akan dapat merasakan langsung manfaat dari kenaikan PTKP dari segi cashflow.

Kompensasi Kelebihan Setor PPh Pasal 21 atas Penyesuaian Besarnya PTKP

Kelebihan setor PPh Pasal 21 sebagai dampak dari pembetulan penghitungan PPh Pasal 21 dikarenakan penyesuaian besarnya PTKP dapat dikompensasikan ke suatu Masa Pajak. Terkait hal tersebut tentunya Pemotong Pajak akan dapat merasakan langsung manfaat dari kenaikan PTKP dari segi cashflow. Hal ini dikarenakan Masa Pajak yang menerima kompensasi kelebihan setor akan mengurangi pajak yang terutang pada Masa Pajak bersangkutan. Tentunya pilihan melakukan pembetulan PPh Pasal 21 yang lebih cepat memberikan keuntungan berupa keringanan cashflow yang juga akan cepat dirasakan. Namun demikian, pilihan kompensasi ke Masa Pajak yang mana ditentukan perlu dicermati lebih lanjut. Apabila mengacu pada tahun sebelumnya telah diatur lebih lanjut secara spesifik mengenai pengaturan kompensasi. Dalam Pasal 27 huruf b  Peraturan Direktur Jenderal Pajak No PER-32/PJ/2015 disebutkan bahwa:

“b. PPh Pasal 21 untuk Masa Pajak Januari sampai dengan Juni 2015 yang telah dihitung, disetor, dan  dilaporkan dengan menggunakan Penghasilan Tidak Kena Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 dilakukan pembetulan SPT Masa PPh Pasal 21, dan dalam hal terdapat kelebihan setor, maka dapat dikompensasikan mulai Masa Pajak Juli 2015 sampai dengan Desember 2015.”
Tahun 2015 sudah secara jelas diatur dengan demikian mengenai pengaturan kompensasi, tetapi poin permasalahan kondisi saat ini yang dihadapi Wajib Pajak adalah belum adanya Peraturan Pelaksana yang terbit layaknya PER-32/PJ/2015. Melihat hal tersebut, dimungkinkan Wajib Pajak dapat bercermin dengan kondisi Tahun 2015 terkait pengaturan kompensasi, walaupun legal standing perubahan PER-32/PJ/2015 belum kunjung diterbitkan. Namun demikian, hal ini pilihan yang dapat memunculkan risiko apabila ternyata peraturan yang merubah PER-32/PJ/2015 terdapat klausul bahwa pengaturan kompensasi tidak antara Juli sampai dengan Desember. Risiko yang dimungkinkan muncul tersebut yaitu kesalahan pengaturan kompensasi yang berdampak pada Masa Pajak yang sebelumnya telah menerima kompensasi dan ternyata tidak semestinya dilakukan kompensasi ke di Masa Pajak tersebut, maka Masa Pajak tersebut akan mengalami kondisi kekurangan bayar. Dampak atas Kekurangan Bayar ini tentu juga akan menimbulkan sanksi administrasi perpajakan tentunya bagi Wajib Pajak terkhusus Pemotong Pajak.
Referensi
1.Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
2.Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan
3.Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak
4.Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 101/PMK.010/2016 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak
5.Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-32/PJ/2015 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
6.http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/04/11/191800526/Ini.Jumlah.Penghasilan.Tahunan.yang.Tidak.Kena.Pajak diakses pada 27 September 2016
7.http://www.kemenkeu.go.id/Berita/mulai-januari-2016-ptkp-naik-jadi-rp54-juta-tahun diakses pada 27 September 2016
8.http://www.kemenkeu.go.id/SP/penghasilan-tidak-kena-pajak diakses pada 27 September 2016
9.http://www.hukumonline.com diakses pada 27 September 2016
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait