Dalam penegakkan hukum berkaitan dengan kepatuhan, DJP selaku otoritas pajak berwenang melakukan pemeriksaan Wajib Pajak (diatur pada Pasal 29 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). Berdasarkan informasi data, laporan, dan pengaduan, DJP kemudian dapat melakukan pemeriksaan bukti permulaan yang dapat dilanjutkan dengan penyidikan apabila terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan (diatur pada Pasal 43A dan 44 UU KUP).
Dalam penegakkan tindak pidana perpajakan, hukum pajak Indonesia mengadopsi asas ultimum remedium. Ultimum remedium berarti pemidanaan dilakukan sebagai upaya yang terakhir dalam penegakkan hukum, apabila pemberian sanksi administrasi gagal untuk menimbulkan efek jera.
Pada UU KUP, asas ultimum remedium dapat dilihat pada Pasal 44B UU KUP. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa sebagai upaya penyelamatan penerimaan negara, penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dapat dihentingkan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan. Penyidikan dihentikan setelah Wajib Pajak melunasi utang pajak serta sanksi denda 3x jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar.
Pengaturan Pada UU HPP
Tujuan utama pemidaan pajak adalah mengembalikan kerugian pendapatan negara akibat suatu tindak pidana. Atas dasar tersebut, Wajib Pajak kini diberikan kesempatan hingga tahap persidangan untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara. Pada Pasal 44B UU HPP ditegaskan bahwa jika perkara telah dilimpahkan ke pengadilan, terdakwa masih dapat melunasi pokok pajak beserta sanksi, dan menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara.
Pada UU HPP, sanksi Pasal 44B dibuat berlapis sesuai dengan ancaman pidana di Pasal 38, Pasal 39, dan Pasal 39A. Perubahan sanksi dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Perbuatan | Sanksi UU KUP | Sanksi UU HPP |
Pidana pajak kealpaan | Membayar pokok pajak + sanksi 3x pajak kurang dibayar | Membayar pokok pajak + sanksi 1x pajak kurang dibayar |
Pidana pajak kesengajaan | Membayar pokok pajak + sanksi 3x pajak kurang dibayar | Membayar pokok pajak + sanksi 3x pajak kurang dibayar |
Pidana pajak pembuatan faktur/bukti potong PPh fiktif | Membayar pokok pajak + sanksi 3x pajak kurang dibayar | Membayar pokok pajak + sanksi 4x pajak kurang dibayar |
Pemerintah juga menambahkan Pasal 44C yang membahas terkait subsider sanksi pidana. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa pidana denda pada dasarnya tidak dapat disubsider, sehingga wajib dibayar oleh terpidana. Apabila pidana denda tidak dibayar, jaksa dapat melakukan penyitaan aset. Jika setelah dilakukan penyitaan aset pidana denda belum lunas, pidana tersebut dapat diganti dengan pidana penjara. Hal tersebut sesuai dengan tujuan utama pemidaan pajak yakni mengembalikan penerimaan negara.