Salah satu pembayaran pajak rutin setiap tahunnya yang dilakukan oleh masyarakat baik Orang Pribadi atau Badan adalah Pajak Bumi dan Bangunan di sektor Pedesaan Perkotaan atau dikenal dengan PBB-P2. Merujuk pada Pasal 38 ayat (1) UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD), pajak tersebut dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.
Cara Menghitung PBB-P2
Untuk menghitung jumlah PBB-P2 terutang, perhatikan langkah-langkah berikut ini:
Langkah 1. Menentukan NJOP dan NJOPTKP
Dasar pengenaan PBB-P2 adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP merupakan harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar. Apabila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP dapat ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
Besarnya NJOP ditetapkan oleh kepala daerah setiap 3 tahun, kecuali untuk objek pajak tertentu dapat ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan wilayahnya.
Pasal 40 ayat (3) UU HKPD menyebutkan bahwa besarnya NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP) ditetapkan paling rendah sebesar Rp10.000.000 untuk setiap wajib pajak. Nilai tersebut diatur kembali dengan dengan peraturan daerah masing-masing.
Langkah 2. Menentukan Dasar Pengenaan Pajak
NJOP yang digunakan untuk perhitungan PBB-P2 ditetapkan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP setelah dikurangi NJOPTKP. Besaran persentase dapat ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah.
Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 mengatur bahwa penerapan persentase atas kelompok objek PBB-P2 dilakukan dengan mempertimbangkan klasterisasi NJOP dalam satu wilayah kabupaten/kota, kenaikan NJOP hasil penilaian, dan/atau bentuk pemanfaatan objek Pajak.
Untuk menghitung PBB-P2 terutang, NJOP yang digunakan adalah NJOP sesuai keadaan objek PBB-P2 pada tanggal 1 Januari.
Langkah 3. Menghitung PBB-P2 Terutang
Secara umum besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP), atau lebih lengkapnya sebagaimana diuraikan pada rumus di bawah ini.
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) | XXXXX |
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) | XXXXX (-) |
Nilai Jual Objek Pajak Kena Pajak (NJOPKP) | XXXXX |
PBB terutang (Tarif x NJOPKP) | XXXXX |
Untuk tarif PBB-P2, UU HKPD mengatur tarif tertinggi yakni 0,5%. Tarif ini lebih tinggi dari tarif pada UU PDRD yaitu 0,3%. Tarif yang berlaku diatur oleh kepala daerah melalui peraturan daerah.
Contoh
Agar lebih jelas, berikut ini adalah contoh penghitungan PBB-P2:
Wajib pajak A mempunyai objek pajak berupa:
- Tanah seluas 800 m2 dengan harga jual Rp300.000,00/m2
- Bangunan seluas 400 m2 dengan nilai jual Rp350.000,00/m2
- Taman seluas 200 m2 dengan nilai jual Rp50.000,00/m2
- Pagar sepanjang 120 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m, dengan nilai jual Rp175.000,00/m2
Tarif yang berlaku di daerah Wajib Pajak A adalah 0,5% dan NJOPTKP sebesar Rp10.000.000..
Besarnya pokok pajak yang terutang adalah sebagai berikut.
NJOP Bumi: 800 m2 x Rp300.000,00/m2 | = Rp240.000.000 |
NJOP Bangunan | |
Rumah dan garasi (400 m2 x Rp350.000,00/m2) | = Rp140.000.000 |
Taman (200 m2 x Rp50.000,00/m2) | = Rp10.000.000 |
Pagar ((120 m x 1,5 m) x Rp175.000,00/m2) | = Rp31.500.000 |
NJOP Bumi dan Bangunan | = Rp421.500.000 |
NJOPTKP | = Rp10.000.000 |
NJOPKP | = Rp411.500.000 |
PBB terutang (0,5% x NJOPKP) | = Rp2.057.500 |