Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › PPN Membangun Sendiri atau melalui kontraktor
PPN Membangun Sendiri atau melalui kontraktor
- Originaly posted by kurnia:
rekan merujuk pada uu ppn bahwa yang terutang itu penyerahan bkp/jkp…..sedangkan jika beli bahan sendiri kan tidak ada penyerahan bkp ke kontraktor (kecuali jika bkp bahan2 tersebut dijual ke kontraktor)……sedangkan kontraktor itu menyerahkan jkp (jasa bangun gedung)….jadi atas bahan yang di beli sendiri itu tidak kena ppn lagi jika memakai kontraktor…….tq
Tadinya saya punya pendapat sama dengan rekan kurnia… boleh tahu lebih banyak mengenai ketentuan yang mengaturnya rekan?.. terima kasih, salam.
- Originaly posted by hanif:
KEP 387 tahun 2002 menyatakan
Pasal 7
(2) Kegiatan mendirikan bangunan yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong bukan merupakan kegiatan membangun sendiri sepanjang dapat dibuktikan bahwa atas kegiatan membangun tersebut telah dipungut Pajak Pertambahan NilaiUntuk JKP bisa dibuktikan dengan FP dari kontraktor. Kalau BKP apakah bisa dibuktikan dengan FP atas pembelian bahan, kecuali beli bahannya dari perusahaan PKP.
- Originaly posted by kevink:
boleh tahu lebih banyak mengenai ketentuan yang mengaturnya rekan?
kan Undang Undang PPN paling tinggi kedudukannya dibandingkan PP, PMK, KMK, PER….selama berpatokan pada UU PPN pasti oke…
- Originaly posted by kurnia:
kan Undang Undang PPN paling tinggi kedudukannya dibandingkan PP, PMK, KMK, PER….selama berpatokan pada UU PPN pasti oke…
rekan Kurnia, boleh tahu, di UU PPN, pasal berapa yang bisa menjadi acuannya…Salam.
- Originaly posted by verupurbolakseto:
dengan opsi C berarti nilai kontrak sdh termasuk PPN ya rekan harry_logic, jadi ada PPN masukan sebesar 45.454.545
PPN yg dibayar akan menjadi Pajak Masukan apabila bangunan tsb digunakan oleh PKP dlm rangka kegiatan usahanya.
Yg ingin sy tekankan dgn "net" di dlm :
Originaly posted by harry_logic:nilai kontrak Rp 500jt net (jasa & bahan sdh termasuk di dlm nilai kontrak)
…adalah pengguna jasa kontraktor ini sdh tidak perlu mengeluarkan pengorbanan lagi atas pekerjaan membangun yg dikontrakkan tsb.
———————–
Atas topik PPN KMS yg menjadi berkepanjangan ini, mohon maaf sebelumnya, sy seperti biasanya lebih memilih utk mendapatkan penghematan pajak yg efektif tanpa melanggar peraturan yg ada dibanding dgn mencari hal-hal lain.
Disederhanakan dgn angka saja, ada 4 bentuk pembagian beban saat masyarakat membangun bangunan:
1. bahan = 300jt, jasa = (hampir) 0 –> PPN KMS = 10%x40%x300jt = 12jt
(bahan beli sendiri, jasa dilakukan dgn bergotong royong misalnya)
2. bahan = 300jt, jasa = 200jt –> PPN KMS = 10%x40%x(300+200)jt = 20jt
(bahan dibeli sendiri, jasa dilakukan oleh tukang² yg dipekerjakan dgn upah)
3. bahan = 300jt, jasa = 200jt –> PPN KMS = 10%x40%x300jt = 12jt
(bahan dibeli sendiri, jasa dilakukan o kontraktor yg menerbitkan FktPjk 200jt)
4. bahan = 300jt, jasa = 200jt –> PPN KMS = 0
(bahan dan jasa sudah "net" menjadi tgjawab kontraktor, FktPjk = 500jt)Dari ke-4 pengelompokan tsb yg sering diperdebatkan adalah klmpk 3, yaitu bahan-bahan dibeli sendiri sedangkan jasa pembangunannya dikerjakan oleh usaha jasa konstruksi (perencana/pelaksana/pengawas).
Saya selalu memperhitungkan PPN KMS-nya sebesar seperti angka di atas (12jt).
Saya tidak mencari jawaban mengapa demikian, tetapi dgn perhitungan tsb setahu saya tidak ada aturan PPN KMS yg dilanggar.——————
- Originaly posted by harry_logic:
Dlm konteks PPN KMS dan asumsi bahwa kontraktor menerbitkan Faktur Pajak atas nilai kontrak yg Rp 200jt tsb, maka :
A. PPN KMS yg wajib disetor = 10% x 40% x (200jt + 300jt) = Rp 20jt
B. PPN KMS yg wajib disetor = 10% x 40% x 300jt = Rp 12jtApakah hitung-hitungan ini ada dasar hukumnya rekan harry…??
Mohon pencerahannya.
Sebab, agak janggal jadinya bila ada yang disetor sendiri (KMS) ada pula yang dipungut oleh kontraktor.
Padahal, bangunan nya itu juga.Salam
Menurut pendapat saya tentang PPN Kegiatan Membangun Sendiri atas kasus berikut di bawah ini ;
1. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 500 juta = Rp. 20 juta2. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Karena menggunakan Jasa Pengawas/Perancang dan membayar jasanya Rp. 100 juta plus PPN rp. 10 juta – Rp. 110 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
Total biaya pembangunan adalah Rp. 300 juta + Rp. 110 juta + Rp. 200 juta = Rp.610 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 610 juta = Rp. 24,4 jutaMenurut pendapat saya, PPN KMS dihitung dari seluruh biaya ditambah PPN, dikalikan norma 40% x tarip 10%,
- Originaly posted by harry_logic:
3. bahan = 300jt, jasa = 200jt –> PPN KMS = 10%x40%x300jt = 12jt
(bahan dibeli sendiri, jasa dilakukan o kontraktor yg menerbitkan FktPjk 200jt)Originaly posted by hanif:Apakah hitung-hitungan ini ada dasar hukumnya rekan harry…??
Selama ini belum terbit contoh² perhitungan PPN KMS kasus per kasus, biasa rekan hanif… disediakan 'hole' bagi siapapun yg berkepentingan.
Tapi sy akan mencoba memastikan bahwa dgn perhitungan yg dpt tsb di atas maka tidak terjadi pelanggaran atas aturan perpajakan yg berlaku.
Pasal 16C UU PPN :
PPN dikenakan atas kegiatan membangun sendiri …dsb.. dst … yg batasan dan tata caranya diatur dgn KepMenKeu.
Obyeknya adalah 'kegiatan' tsb …bukan bangunannya !Originaly posted by hanif:Padahal, bangunan nya itu juga.
KMK/PMK yg diterbitkan sbg pelaksanaan atas pasal tsb, misalnya PMK 39 th 2010, di dalam pasal 2 (1) "KMS terutang PPN".
Ada utang pajak, maka ada kewajiban bagi subyeknya (pribadi/badan yg melakukan kegiatan tsb) untuk melunasinya.Spt kita tahu bahwa pelunasan utang PPN dapat terjadi dlm 3 cara, pertama adalah disetor sendiri, kedua lewat pemungutan pihak lain, dan terakhir adalah dgn diterbitkannya ketetapan.
Lalu, berapa utang PPN atas kegiatan tsb?
Pasal 3 PMK tsb menjelaskan besarnya PPN terutang tsb yaitu 10% x (40% dari jumlah biaya yg dikeluarkan dan/atau dibayarkan utk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah)Skrg kita lihat pelunasan WP yg terlihat janggal tsb :
Sebagian dilunasi dgn PPN KMS dan sebagian lagi dilunasi lewat pemungutan oleh kontraktor dgn penerbitan Fkt Pajak.
Bukankah semua unsur pelaksanaan kewajiban pajaknya terpenuhi dgn sah ?——————–
- Originaly posted by phoska:
2. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Karena menggunakan Jasa Pengawas/Perancang dan membayar jasanya Rp. 100 juta plus PPN rp. 10 juta – Rp. 110 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
Total biaya pembangunan adalah Rp. 300 juta + Rp. 110 juta + Rp. 200 juta = Rp.610 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 610 juta = Rp. 24,4 jutaSah² saja jika WP mau membayar sejumlah tsb.
Tetapi jika WP membayar PPN KMS sebesar 10%x40%x(300+200)jt = 20jt saja lalu mengkonfirmasikan Fkt Pajak yg bernilai 100jt + 10jt (PPN) itu ke pemeriksa maka case close dan WP mendapat penghematan 4,4jt.
—————–
Logikanya saya sangat paham rekan harry….
Yang masih mengganjal itu adalah, misalnya begini :
Membuat sebuah bangunan dengan luas pasling sedikit 300 M2 pasti butuh biaya besar. Oleh karena itu, bisa saja terjadi dicicilnya dari hari kehari sampai dirasa cukup.
setelah dirasa cukup, barulah ia meminta seorang kontraktor melakukan pembangunan.Pertanyaannya, haruskah ia membayar PPN KMSnya pada saat ia membeli bahan2 tersebut?
sementara saat terutangnya PPN KMS adalah saat mulai dilakukan pembangunan.
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
(PMK No. 39 tahun 2010)
Sementara, saat pembangunan dilaksanakan, tidak ada lagi biaya yang dikeluarkan selain pembayaran kontrak kepada kontraktor.Mohon pencerahannya rekan harry…
Salam
- Originaly posted by hanif:
Logikanya saya sangat paham rekan harry….
Terima kasih kesepahamannya rekan hanif….
———————–
- Originaly posted by hanif:
Yang masih mengganjal itu adalah, misalnya begini :
Membuat sebuah bangunan dengan luas pasling sedikit 300 M2 pasti butuh biaya besar. Oleh karena itu, bisa saja terjadi dicicilnya dari hari kehari sampai dirasa cukup.
setelah dirasa cukup, barulah ia meminta seorang kontraktor melakukan pembangunan.Pertanyaannya, haruskah ia membayar PPN KMSnya pada saat ia membeli bahan2 tersebut?
sementara saat terutangnya PPN KMS adalah saat mulai dilakukan pembangunan.
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya. (PMK No. 39 tahun 2010).
Sementara, saat pembangunan dilaksanakan, tidak ada lagi biaya yang dikeluarkan selain pembayaran kontrak kepada kontraktor.Mohon pencerahannya rekan harry…
Ini kasus yg lain dgn yg kita bahas sebelumnya…
Terima kasih sebelumnya, dgn permisalan kasus tsb bisa berarti ada kemungkinan muncul "hole" lagi yg perlu dikembangkan untuk – sekali lagi – membantu WP mendapatkan penghematan pajak.
———————–
- Originaly posted by phoska:
Menurut pendapat saya tentang PPN Kegiatan Membangun Sendiri atas kasus berikut di bawah ini ;
1. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 500 juta = Rp. 20 juta2. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Karena menggunakan Jasa Pengawas/Perancang dan membayar jasanya Rp. 100 juta plus PPN rp. 10 juta – Rp. 110 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
Total biaya pembangunan adalah Rp. 300 juta + Rp. 110 juta + Rp. 200 juta = Rp.610 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 610 juta = Rp. 24,4 jutaMenurut pendapat saya, PPN KMS dihitung dari seluruh biaya ditambah PPN, dikalikan norma 40% x tarip 10%,
Sangat sependapat….
- Originaly posted by phoska:
Menurut pendapat saya tentang PPN Kegiatan Membangun Sendiri atas kasus berikut di bawah ini ;
1. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 500 juta = Rp. 20 juta2. Bahan bangunan dibeli sendiri Rp. 280 juta + PPN Rp. 20 juta (sebagian bahan bangunan dibeli dengan membayar PPN Masukan/dapat FP) = total yang dibayar adalah Rp. 300 juta. Karena menggunakan Jasa Pengawas/Perancang dan membayar jasanya Rp. 100 juta plus PPN rp. 10 juta – Rp. 110 juta. Selanjutnya bayar tukang dan lain-lain Rp. 200 juta.
Total biaya pembangunan adalah Rp. 300 juta + Rp. 110 juta + Rp. 200 juta = Rp.610 juta.
PPN KMS = 10% x 40% x Rp. 610 juta = Rp. 24,4 jutaMenurut pendapat saya, PPN KMS dihitung dari seluruh biaya ditambah PPN, dikalikan norma 40% x tarip 10%,
ini asumsinya kan pakai tukang.
Bagaimana kalau ia pakai jasa kontraktor seperti kasus dibawah ini :Membuat sebuah bangunan dengan luas paling sedikit 300 M2 pasti butuh biaya besar. Oleh karena itu, bisa saja terjadi pembelian bahan dicicilnya dari hari kehari sampai dirasa cukup.
setelah dirasa cukup, barulah ia meminta seorang kontraktor melakukan pembangunan.Pertanyaannya, haruskah ia membayar PPN KMSnya pada saat ia membeli bahan2 tersebut? padahal pembangunan belum jalan dan memang belum mungkin dijalankan karena keterbatsan dana.
Sementara saat terutangnya PPN KMS adalah saat mulai dilakukan pembangunan.
Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai terutang dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan 40% (empat puluh persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada setiap bulannya.
(PMK No. 39 tahun 2010)
Saat pembangunan dilaksanakan, tidak ada lagi biaya yang dikeluarkan selain pembayaran kontrak kepada kontraktor.Salam