Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Badan Penghasilan di terima dimuka

  • Penghasilan di terima dimuka

     Siti Badriyah updated 13 years, 9 months ago 13 Members · 125 Posts
  • Hanif

    Member
    10 December 2010 at 10:36 pm

    Bagi saya pribadi, topik di thread ini betul2 diskusi dan pembahasan yang sangat-sangat suegeeerrrr dan mencerahkan

    Salam

  • Simonalim

    Member
    10 December 2010 at 11:24 pm

    Pak Hanif, bila merujuk pada contoh

    Originaly posted by hanif:

    Penghasilan teratur Wajib Pajak A dari usaha dagang dalam tahun 2000 Rp 48.000.000,00 dan penghasilan tidak teratur dari mengontrakkan rumah selama 3 (tiga) tahun yang dibayar sekaligus pada tahun 2000 sebesar Rp 72.000.000,00.
    Mengingat penghasilan yang tidak teratur tersebut sekaligus diterima pada tahun 2000, maka penghasilan yang dipakai sebagai dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 dari Wajib Pajak A pada tahun 2001 adalah hanya dari penghasilan teratur tersebut.

    Merujuk pada contoh diatas (Di UU No. 36 Tahun 2008 dimodifikasi dengan menghilangkan nama penghasilannya) bukankah secara tidak langsung menyatakan bahwa fiskal telah mengakui penghasilan tersebut pada tahun pertama diperoleh bukan?

    Jika yg terjadi adalah penghasilan teratur..?
    Apakah artinya juga dalam menghitung PPh Psl.25 tahun berikutnya akan diikutsertakan kembali?
    Jika iya, maka akan besar sekali PPh 25 nya, padahal mungkin saja karena tahun depan tidak ada penghasilan karena telah diterima dimuka.
    Mohon komentarnya Pak.

  • Simonalim

    Member
    10 December 2010 at 11:29 pm

    Hehehe.. jalan keluarnya ..buat saja kontrak/perjanjian yg mengatakan sebagai uang jaminan.
    Bagaimana menurut Pak Hanif?

  • Hanif

    Member
    10 December 2010 at 11:43 pm
    Originaly posted by simonalim:

    Jika yg terjadi adalah penghasilan teratur..?
    Apakah artinya juga dalam menghitung PPh Psl.25 tahun berikutnya akan diikutsertakan kembali?
    Jika iya, maka akan besar sekali PPh 25 nya, padahal mungkin saja karena tahun depan tidak ada penghasilan karena telah diterima dimuka.
    Mohon komentarnya Pak.

    jadinya emang bisa gitu.
    Sebab, tahun depan kan diterima lagi.

    Originaly posted by simonalim:

    Hehehe.. jalan keluarnya ..buat saja kontrak/perjanjian yg mengatakan sebagai uang jaminan.
    Bagaimana menurut Pak Hanif?

    Kalo mo diakal-akali semua juga pada bisa rekan simonalim
    he he he

    Tapi benar, disamping dari buku2 yang saya baca, contoh yang ada di UU tersebut
    merupakan referensi utama bagi saya untuk beropini bahwa fiskal menggunakan basis kas modifikasi.

    Salam

  • Simonalim

    Member
    10 December 2010 at 11:50 pm
    Originaly posted by hanif:

    he he he

    hehe..
    Terima kasih pencerahannya Pak Hanif.
    Salam.

  • Hanif

    Member
    11 December 2010 at 12:04 am
    Originaly posted by simonalim:

    hehe..
    Terima kasih pencerahannya Pak Hanif.
    Salam.

    Sama2 rekan Simonalim
    Saya juga terima kasih

    Yang kebayang sama saya sekarang adalah, gimana cerita yang ada di buku2 itu ya?

    Salam

  • ndoet

    Member
    11 December 2010 at 8:47 am

    iiiiiih ….. koq om hanif dan mas lamsihar hanya asyik berdua aja diskusinya siiih …?!?
    pertanyaanku koq tida pada digubris…
    ini saya quoe lagi pertanyaannya :

    Originaly posted by ndoet:

    saya punya contoh sbb:
    op dg pembukuan nganut akrual menyewakan gedung Rp 1M u/ 5 tahun (@ Rp. 200 jt/ taon), sewa dibayar di muka saat ditandatangani perjanjian. (pd tahun pertama).
    PPN telah dipungut dan disetor ke kas negara pada tahun pertama. (jadi gak ada masalah).

    yg ingin saya tanyakan:
    1.bila penyewa tidak memotong PPh Final, apakah op tsb boleh mengakui penghasilan sewa dan PPh finalnya nya tahun per tahun ? (sewa 200 dan pph final 20).
    2.bila penyewa memotong PPh Final sebesar 100 jt pada saat pembayaran, apakah op tsb boleh mengakui penghasilan sewa dan PPh finalnya nya tahun per tahun ?, jika ya apakah PPh final yang sudah dipotong oleh penyewa (khususnya u/ sewa 4 tahun kedepan yg blum terealisir jasanya) harus tampak dalam pos neraca?. Ataukah pendapatan harus di akui seluruhnya dalam tahun pertama, dengan demikian juga sinkron dg bukti potongan PPh final yg telah dipungut penyewa?

    Mohon pencerahannya juga dooonk !!!, sangat terutama kalo penyewa tidak memotong PPh final.

  • Hanif

    Member
    11 December 2010 at 6:24 pm
    Originaly posted by ndoet:

    iiiiiih ….. koq om hanif dan mas lamsihar hanya asyik berdua aja diskusinya siiih …?!?
    pertanyaanku koq tida pada digubris…
    ini saya quoe lagi pertanyaannya :

    he he he
    Sabaar…

    Originaly posted by ndoet:

    1.bila penyewa tidak memotong PPh Final, apakah op tsb boleh mengakui penghasilan sewa dan PPh finalnya nya tahun per tahun ? (sewa 200 dan pph final 20).

    sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Pasal 28 UU KUP, diakui atau tidaknya pembayaran yang diterima tersebut tergantung pada pembukuan yang dianut yang harus diterapkan secara konsisten.
    Konsekuensinya, bila penerima penghasilan menggunakan stelsel akrual, maka, penghasilan tersebut harus dialokasikan selama periode pemanfaatan. Dengan demikian, akun yang digunakan adalah pendapatan diterima dimuka. Setiap akhir periode, dilakukan penyesuaian untuk mengakui sejumlah pendapatan yang sudah harus diakui untuk periode tersebut.

    Sebaliknya, bila digunakan stelsel campuran, saat pembayaran diterima langsung diakui semuanya sebagai penghasilan.

    STELSEL AKRUAL
    Penghasilan Bersifat Tidak Final
    Bila pengguna jasa adalah pemotong pajak
    Pengguna langsung memotong PPh Pasal 23 dari keseluruhan pembayaran.
    Penyedia jasa hanya mengakui penghasilan sebagian dari pembayaran diterima menggunakan mekanisme penyesuaian. Sisanya dicatat sebagai pendapatan diterima dimuka.
    PPh yang dipotong dapat dikredikan semuanya oleh penerima penghasilan pada tahun tersebut.

    Catatan saya pada cara ini hanyalah tidak sesuainya antara jumlah pajak yang dikreditkan dengan jumlah penghasilan yang diakui.
    Maksudnya, PPh yang dikreditkan dihitung atas keseluruhan pembayaran. Sementara, penghasilan yang diakui hanya sebagian dari pembayaran yang diterima.
    Akibat lainnya adalah, saat bagian penghasilan untuk tahun kedua dilaporkan, kredit pajaknya tidak ada lagi.

    Bila Pengguna Penghasilan Bukan Pemotong Pajak
    Karena pajak atas pembayaran jasa tidak dipotong oleh pengguna, penerima penghasilan hanya berkewajiban untuk menggabungkan penghasilan tersebut di dalam laporan laba ruginya. Jumlah penghasilan yang diakui sesuai dengan porsi yang penghasilan untuk periode tersebut.
    Kondisi ini lebih logis karena penerima penghasilan akan mengakui penghasilan hanya yang menjadi porsi untuk periode tersebut. Dengan demikian, jumlah pajak yang dibayar juga sesuai dengan jumlah penghasilan yang harus diakui untuk period tersebut.

    Penghasilan Bersifat Final
    Bila pengguna jasa adalah pemotong pajak
    Pemotong pajak akan melakukan pemotongan dari seluruh pembayaran yang dilakukannya.
    Penyedia jasa hanya akan mengakui penghasilan sebesar yang dialokasikan untuk tahun tersebut.
    Namun, karena penghasilan ini bersifat final, penghasilan yang diterima atau pajak yang telah dipotong tidak lagi diperhitungkan guna menentukan pajak yang terutang serta kredit pajak untuk tahun tersebut.

    Yang akan janggal nantinya hanyalah bahwa penghasilan yang diakui hanya sebagian dari pembayaran yang diterima. Sedang, jumlah pajak yang dipotong dari total pembayaran.
    Misalnya begini :
    PT A menerima sewa ruangan sekaligus untuk masa 5 Tahun sebesar Rp. 10.000.000,00. Jumlah yang dilaporkan di dalam Form 1771 I hanyalah sebesar 2 juta. Sementara, di dalam form 1771-IV, penghasilan yang diisikan 10 juta dengan pajaknya sebesar 1 juta (sesuai bukti potong).
    Untuk tahun berikutnya, bagian dari penghasilan sewa tersebut masih dilaporkan di dalam form 1771 I, tapi form 1771-IV nya tidak lagi diisi. Sebab, sudah dilapor semua ditahun pertama.

    Bila Pengguna Penghasilan Bukan Pemotong Pajak
    Untuk kondisi ini, penyedia jasa yang berkewajiban untuk menyetorkan pajaknya sendiri. Ini yang tidak jelas. apakah boleh disetor sebesar bagian dari penghasilan yang diakui untuk tahun tersebut.
    Bila mengacu pada kondisi pengguna jasa adalah pemotong pajak, jumlah yang pajak yang disetor adalah berdasarkan keseluruhan pembayaran, bukan sebesar bagian dari penghasilan yang diakui untuk tahun tersebut.

    Idealnya, pajak yang harus disetor hanya sebesar porsi yang diakui sebagai penghasilan untuk tahun tersebut, bukan dari keseluruhan. Sehingga, ditahun-tahun berikutnya, jumlah penghasilan yang dilaporkan akan "match" dengan pajak yang disetorkan.

    STELSEL KAS
    Penghasilan Bersifat Tidak Final
    Bila pengguna jasa adalah pemotong pajak
    Seperti sebelumnya, pemotong pajak akan memotong PPh dari keseluruhan.
    Penyedia jasa juga mengakui seluruh pembayaran yang diterima sebagai penghasilan.
    Konsekuensinya, kondisinya lebih logis. Sebab, antara penghasilan yang dilaporkan dengan kredit pajaknya klop.

    Bila pengguna jasa Bukan pemotong pajak
    Penyedia jasa mengakui seluruh pembayaran yang diterima sebagai penghasilan.
    Karena pengguna jasa bukan pemotong pajak, penyedia jasa yang berkewajiban untuk menyetor dan melaporkan pajaknya setelah digabungterlebih dahulu dengan penghasilan lainnya.
    Dengan demikian, jumlah penghasilan yang diakui dengan pajak yang harus disetor akan klop.

    Penghasilan Bersifat Final
    Karena dalam stelsel ini, penghasilan langsung diakui sebesar pembayaran yang diterima, baik pengguna jasa adalah pemotong pajak atau bukan, jumlah penghasilan yang diakui dengan pajak yang disetor akan klop.
    hanya mekanismenya yang berbeda. Bila pengguna jasa pemotong pajak, ia yang harus memotong dan menyetor. Sebaliknya, bila pengguna jasa bukan pemotong pajak, maka, penyedia jasa yang harus menyetorkan sendiri. Pajak yang dipotong atau disetor besarnya sama.

    Demikian rekan ndoet

    Salam

  • newflower

    Member
    11 December 2010 at 10:08 pm

    terima kasih bapak hanif
    so, menurut bapak hanif harus dikoreksi positif 2 juta yah?

    Yang kebayang sama saya sekarang adalah, gimana cerita yang ada di buku2 itu ya?
    kalau yg ini maksudnya bagaimana ya bapak?

  • Hanif

    Member
    11 December 2010 at 11:05 pm
    Originaly posted by newflower:

    terima kasih bapak hanif
    so, menurut bapak hanif harus dikoreksi positif 2 juta yah?

    karena berdasarkan ketentuan yang ada di dalam KUP bahwa fiskal ngikut stelsel pembukuan yang digunakan, berarti tidak ada koreksi yang harus dibuat

    Originaly posted by newflower:

    Yang kebayang sama saya sekarang adalah, gimana cerita yang ada di buku2 itu ya?
    kalau yg ini maksudnya bagaimana ya bapak?

    sama….
    saya jugar lagi mikir itu. Bagaimana jadinya ya?
    Sebab, selama ini memang buku2 tersebut yang saya pakai sebagai acuan.
    Ternyata, dasar hukumnya nggak ada. Bekalnya hanya prinzip ability to pay

    Demikian rekan newflower

    Salam

  • newflower

    Member
    11 December 2010 at 11:40 pm

    terima kasih bapak hanif
    juga terima kasih rekan2 yg lainnya.
    sangat2 jelas. salam.

  • lamsihar

    Member
    13 December 2010 at 8:02 am
    Originaly posted by hanif:

    prinzip ability to pay

    boleh dishare ke sini apa yang dimaksud ability to pay..??

    karena menurut saya yang dimaksud ability to pay adalah kemampuan membayar pajak karena adanya penghasilan..

    salam

  • lamsihar

    Member
    13 December 2010 at 8:06 am

    bukan karena adanya/banyaknya hutang

  • lamsihar

    Member
    13 December 2010 at 8:13 am

    mohon opini saya diluruskan kalau salah

    salam

  • Hanif

    Member
    13 December 2010 at 8:22 am
    Originaly posted by lamsihar:

    boleh dishare ke sini apa yang dimaksud ability to pay..??

    Saya kutip pengertian ability to pay dalam buku Sophar Lumbantoruan yang berjudul Akuntansi Pajak cetakan PT. Gramedia Widasarana Indonesia Tahun 1996 halaman 112-113 :
    Sekalipun akuntansi dan perpajakan sama-sama menganut asas akrual, tetapi asas kas lebih ditekankan untuk beberapa transaksi dalam perpajakan. Hal ini disebabkan karena adanya konsep ability to pay dalam perpajakan, yaitu konsep yang menyatakan bahwa pajak harus dipungut pada saat yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk membayar (likuid). Sebagai contoh, uang sewa yang diterima dimuka dalam perpajakan diakui sekaligus sebagai penghasilan khususnya oleh Wajib Pajak Perseorangan, sedangkan untuk keperluan komersial penghasilan hanya diakui pada masa persewaan.
    Konsep ability to pay mengakibatkan adanya penangguhan pengakuan terhadap biaya-niaya tertentu, yaitu pada saat pembayaran dilakukan atau pada saat piutang benar-benar dihapus. Misalnya piutang ragu-ragu dapat diakui sebagai biaya fiskal jika piutang tersebut nyata-nyata tidak dapat ditagih, sedangkan untuk keperluan komersial piutang ragu-ragu telah dapat dibiayakan. Kerugian akibat selisih nilai tukar dalam valuta asing tidak dapat diakui dalam perpajakan sebelum terjadi realisasi pembayaran, sedangakn dalam akuntansi kerugian tersebut dapat diakui sebagai biaya sekalipun belum direalisasikan. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa sebenarnya perpajakan tidak sepenuhnya menerapkan asas akrual untuk menetapkan penghasilan dan biaya.

    Salam

Viewing 91 - 105 of 125 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now