Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Badan › KREDIT PAJAK yang tidak dikreditkan, apa boleh ? ( aloy )
KREDIT PAJAK yang tidak dikreditkan, apa boleh ? ( aloy )
Rekan Begawan, dari topik ini kesimpulan yg terbaik apa ? dan jika pph psl 23 tidak dikreditkan dan ketahuan apa sanksinya ?
rekan aloy, kredit pajak yang dibiayakan sebenarnya nggak perlu dikoreksi positif, sebab yang dimaksud dalam pasal 9 huruf h UU PPh itu adalah pajak penghasilan yang terutang oleh wajip pajak yang bersangkutan.Jadi untuk PPh yg dipotong pihak lain, semisal PPh 23 yang anda sebutkan, menurut saya sah-sah saja untuk dibiayakan. Bedanya antara dibebankan sebagai biaya dan dikreditkan adalah kalo dibebankan sebagai biaya penghematan pajaknya hanya 30% (tentu kalo PKP udah menyentuh tarif tertinggi), kalo dikreditkan kita berhemat 100%.
Friend, kredit pajak dilaporin aja deh, kalo lebih bayar khan tidak masalah.
jadi. mau dikreditkan atau tidak adalah hak wp.
Kredit pajak tidak boleh dibiayakan, sehingga harus dikoreksi positif .
(Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak
bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
tidak boleh dikurangkan: Pajak Penghasilan (cfm. UU PPh 36 th 2008 Pasal 9 huruf h)Untuk PPh 23 sebaiknya dikreditkan, karena kalau tidak dikreditkan akan menimbulkan masalah di masa depan. (Fiskus menganggap ada penghasilan lain yang belum dilaporkan)
Kalau mau tidak lebih bayar, Omset ditambahin aja, agar menjadi kurang bayar, atau bisa juga biaya ada yang dikoreksi fiskal positif.
membantu memberi solusi…
filosofi uu pph no 36 thn08 mnybutkan trdpt 2 jenis biaya yg berkaitan dng usaha 3m penghasilan yakni deductible en undeductible…sesuai psl 9(1) huruf f, pajak penghasilan mrpkan biaya yg tdk boleh dikurangkan thd penghasilan kna pjk..artinya sdh jls scra eksplisit pph 22,23 tdk bisa DIBIAYAKAN..dan memang hrs dikreditkan…
semoga bermanfaat,
salam damai selalu
sdr aloy 2000 kenapa kalau kita benar takut thd pemeriksaan
Saya setuju dengan pendapat rekan Aloy bahwa dapat ada dua kemungkinan
1. boleh dikreditkan (normal) sebagai pengurangan PPh badan yang terhutang
2. boleh tidak dikreditkan, tidak sebagai pengurangan PPh badan yang terhutang,
akibatnya PPh badan yang terhutang dibayar penuh tanpa pengurangan,
selanjutnya PPh yang tidak dimanfaatkan akan dibiayakan dan kemudian
dikoreksi positip (form 1771 lembar 1 no 5 huruf ) bagi WP rugi 2 X- Originaly posted by agusarta81:
filosofi uu pph no 36 thn08 mnybutkan trdpt 2 jenis biaya yg berkaitan dng usaha 3m penghasilan yakni deductible en undeductible…sesuai psl 9(1) huruf f, pajak penghasilan mrpkan biaya yg tdk boleh dikurangkan thd penghasilan kna pjk..artinya sdh jls scra eksplisit pph 22,23 tdk bisa DIBIAYAKAN..dan memang hrs dikreditkan…
sependapat dengan rekan agusarta…
pph 22, 23 memang harus dikreditkan..
kalo emang tidak ingin LB dan dilakukan pemeriksaan, disinilah kematangan tax planing suatu perusahaan diuji..regards
- Originaly posted by bayem:
kalo emang tidak ingin LB dan dilakukan pemeriksaan, disinilah kematangan tax planing suatu perusahaan diuji..
Kalau contoh kasus untuk perusahaan perkebunan yang masih dalam tahap pengembangan (belum menghasilkan) dan mempunyai kredit pajak dari pembelian BBM dari Pertamina (PPh 22). Bagaimana Tax Planning untuk perusahaan demikian agar dapat menghindari LB.
Mohon Petunjuknya.
Salam ORTax.. Untuk kasus tsb, bisa dilakukan dengan melakukan pembelian BBM dari pihak lain selain Pertamina.
Bila ada perusahaan lain yang satu grup dan PPh Badannya memiliki potensi KB yang besar, maka perusahaan ybs dapat dijadikan pihak lain tsb.
- Originaly posted by prima07:
Untuk kasus tsb, bisa dilakukan dengan melakukan pembelian BBM dari pihak lain selain Pertamina.
Kalau dikota-kota besar mungkin opsi diatas dapat dipertimbangkan. Tetapi karena kebetulan terjadi di daerah pedalaman di Kalimantan yang notabene masih mendapat fasilitas "Daerah Terpencil" dari DJP, maka pihak swasta belum ada yang sanggup untuk mensupply BBM dalam jumlah yang banyak.
Mungkin ada opsi lain?
Anyway thank rekan prima. - Originaly posted by suyanto99:
Kalau contoh kasus untuk perusahaan perkebunan yang masih dalam tahap pengembangan (belum menghasilkan) dan mempunyai kredit pajak dari pembelian BBM dari Pertamina (PPh 22). Bagaimana Tax Planning untuk perusahaan demikian agar dapat menghindari LB.
karena perusahaan masih dalam tahap pengembangan dan belum menghasilkan, apakah ada pendapatan yang diterima oleh perusahaan perkebunan terserbut ? kalo memang belum ada pendapatan yang diterima, tentunya perusahaan tersebut masih mengalami kerugian.
- Originaly posted by bayem:
karena perusahaan masih dalam tahap pengembangan dan belum menghasilkan, apakah ada pendapatan yang diterima oleh perusahaan perkebunan terserbut ? kalo memang belum ada pendapatan yang diterima, tentunya perusahaan tersebut masih mengalami kerugian.
Perusahaan hanya bergerak dibidang perkebunan dan tidak mempunyai penghasilan lain (kecuali penghasilan jasa giro yang telah dipotong PPh final).
Secara fiskal tidak mengalami kerugian, karena biaya yang timbul selama tahap pengembangan menjadi cost untuk tanaman kebun. Sehingga menimbulkan adanya kredit pajak yang tidak dapat dikreditkan.
Mohon Petunjuknya.
Salam ORTax… saya punya pengalaman, dulu pertama2 masuk spt apa adanya karena usaha baru jadi lebih bayar. diperiksa sudah terbuka apa adanya masih dikoreksi aneh2, capai deh membuktikan uduhan2nya, ujung2nya dapat sih restitusi tapi hanya 1/2nya dan ketika closing saya indikasikan tahun depannya akan LB juga, lha perh masih baru. Eh 'diancam' kalau th2 depan Lb juga akan diperiksa 'lebih' dari skrg, jadi jangan coba2, bgt.
akhirnya setelah2 dihitung2 krn jml LB <100jt tdk 'worth it' untuk going through the trouble, jadi ya di biayakan saja sbg biaya lain2.
kalau toh nanti diperiksa ya ada kurang bayanr ya minta saja supaya 'temuan' kredit pajak yg tidak dikreditkan diperhitungakan sbg kredit pajak.
saat ini kayaknya mau benar / tidak sama saja ujung2nya tetap kalau diperiksa HARUS kurang bayar – khususnya untuk yg masih di KPP2 kuno – kpp yg pratama2 juga personil nya masih spirit lama, sami mawon.