Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPN dan PPnBM › Harga Jual / Penggantian / Uang Muka / Termin
Harga Jual / Penggantian / Uang Muka / Termin
- Originaly posted by hangsengnikkei:
cari aman mau bener2 ikutin aturan, kl ketemu pemeriksa yg rese suka mempermasalahkan hal yg ga penting
ciiiyyyuuuussss???? >_<
- Originaly posted by hangsengnikkei:
cari aman mau bener2 ikutin aturan, kl ketemu pemeriksa yg rese suka mempermasalahkan hal yg ga penting
ciiiyyyuuuussss???? >_<
Ga usah susah2 atau bingung2 rekan fume, gampangnya seperti yang disampaikan rekan hanseng:
Originaly posted by hangsengnikkei:penggantian utk jasa, harga jual utk barang
Jual BKP >> Yang tidak dicoret Harga Jual
Jual JKP >> Yang tidak dicoret Penggantian
Uang muka untuk BKP / JKP >> Yang tidak dicoret Uang Muka
Pembayaran termin untuk konstruksi >> Yang tidak dicoret TerminGa usah susah2 atau bingung2 rekan fume, gampangnya seperti yang disampaikan rekan hanseng:
Originaly posted by hangsengnikkei:penggantian utk jasa, harga jual utk barang
Jual BKP >> Yang tidak dicoret Harga Jual
Jual JKP >> Yang tidak dicoret Penggantian
Uang muka untuk BKP / JKP >> Yang tidak dicoret Uang Muka
Pembayaran termin untuk konstruksi >> Yang tidak dicoret Termin- Originaly posted by hangsengnikkei:
cari aman mau bener2 ikutin aturan, kl ketemu pemeriksa yg rese suka mempermasalahkan hal yg ga penting
bukan masalah aman dan tidak aman.. tp menurut hemat ane ya emang kudu dicoret..
Dulu di SE-151 tahun 2010 memang ada penegasan yang menjelaskan bahwa
Faktur Pajak yang tidak dicoret pada kolom "Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin" namun tidak menyebabkan informasi pada Faktur Pajak menjadi tidak jelas, karena pada kolom keterangan telah dicantumkan keterangan/informasi yang menjelaskan jenis transaksi atau penyerahan BKP atau JKP yang dikenai PPN, bukan merupakan Faktur Pajak cacat.
Tp seiring keluarnya aturan yang mencabut Per-13 dan Per-65 maka SE ini jg seharusnya udah kaga berlaku lg..
Jadi ya mau gak mau ya kudu dicoret… - Originaly posted by hangsengnikkei:
cari aman mau bener2 ikutin aturan, kl ketemu pemeriksa yg rese suka mempermasalahkan hal yg ga penting
bukan masalah aman dan tidak aman.. tp menurut hemat ane ya emang kudu dicoret..
Dulu di SE-151 tahun 2010 memang ada penegasan yang menjelaskan bahwa
Faktur Pajak yang tidak dicoret pada kolom "Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin" namun tidak menyebabkan informasi pada Faktur Pajak menjadi tidak jelas, karena pada kolom keterangan telah dicantumkan keterangan/informasi yang menjelaskan jenis transaksi atau penyerahan BKP atau JKP yang dikenai PPN, bukan merupakan Faktur Pajak cacat.
Tp seiring keluarnya aturan yang mencabut Per-13 dan Per-65 maka SE ini jg seharusnya udah kaga berlaku lg..
Jadi ya mau gak mau ya kudu dicoret… - Originaly posted by metzcren:
bukan masalah aman dan tidak aman.. tp menurut hemat ane ya emang kudu dicoret..
Dulu di SE-151 tahun 2010 memang ada penegasan yang menjelaskan bahwa
Faktur Pajak yang tidak dicoret pada kolom "Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin" namun tidak menyebabkan informasi pada Faktur Pajak menjadi tidak jelas, karena pada kolom keterangan telah dicantumkan keterangan/informasi yang menjelaskan jenis transaksi atau penyerahan BKP atau JKP yang dikenai PPN, bukan merupakan Faktur Pajak cacat.
Tp seiring keluarnya aturan yang mencabut Per-13 dan Per-65 maka SE ini jg seharusnya udah kaga berlaku lg..
Jadi ya mau gak mau ya kudu dicoret…hehehe…itulah makanya saya blg cari aman dan bukan hal penting, substansinya adalah kewajiban pajaknya jalan sehingga negara tidak dirugikan, toh ketentuan di SE tsb yg mengiringi Per 65 atas pencoretan juga tidak bertentangan dgn Per 24 dan Per 08
- Originaly posted by metzcren:
bukan masalah aman dan tidak aman.. tp menurut hemat ane ya emang kudu dicoret..
Dulu di SE-151 tahun 2010 memang ada penegasan yang menjelaskan bahwa
Faktur Pajak yang tidak dicoret pada kolom "Harga Jual/Penggantian/Uang Muka/Termin" namun tidak menyebabkan informasi pada Faktur Pajak menjadi tidak jelas, karena pada kolom keterangan telah dicantumkan keterangan/informasi yang menjelaskan jenis transaksi atau penyerahan BKP atau JKP yang dikenai PPN, bukan merupakan Faktur Pajak cacat.
Tp seiring keluarnya aturan yang mencabut Per-13 dan Per-65 maka SE ini jg seharusnya udah kaga berlaku lg..
Jadi ya mau gak mau ya kudu dicoret…hehehe…itulah makanya saya blg cari aman dan bukan hal penting, substansinya adalah kewajiban pajaknya jalan sehingga negara tidak dirugikan, toh ketentuan di SE tsb yg mengiringi Per 65 atas pencoretan juga tidak bertentangan dgn Per 24 dan Per 08
- Originaly posted by hangsengnikkei:
bukan hal penting
bukan hal yang penting tp konsekuensinya Pembeli tidak bs mengkreditkan PPN Masukan atas FP tersebut…
- Originaly posted by hangsengnikkei:
bukan hal penting
bukan hal yang penting tp konsekuensinya Pembeli tidak bs mengkreditkan PPN Masukan atas FP tersebut…
- Originaly posted by metzcren:
bukan hal yang penting tp konsekuensinya Pembeli tidak bs mengkreditkan PPN Masukan atas FP tersebut…
masa??apakah kriteria FP tdk lengkap??
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.paling sedikit loh kata2nya, jadi kl ga dicoret kan menjadi lebih
- Originaly posted by metzcren:
bukan hal yang penting tp konsekuensinya Pembeli tidak bs mengkreditkan PPN Masukan atas FP tersebut…
masa??apakah kriteria FP tdk lengkap??
Faktur Pajak harus memuat keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit mencantumkan :
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga;
Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.paling sedikit loh kata2nya, jadi kl ga dicoret kan menjadi lebih
- Originaly posted by hangsengnikkei:
paling sedikit loh kata2nya, jadi kl ga dicoret kan menjadi lebih
ini diamanahkan oleh Per-24/2012… di Lampirannya jelas kalo disitu dibilang coret yang tidak perlu..
Pasal 6 ayat (2) Per-24 jg jelas mengatakan
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. - Originaly posted by hangsengnikkei:
paling sedikit loh kata2nya, jadi kl ga dicoret kan menjadi lebih
ini diamanahkan oleh Per-24/2012… di Lampirannya jelas kalo disitu dibilang coret yang tidak perlu..
Pasal 6 ayat (2) Per-24 jg jelas mengatakan
Faktur Pajak yang tidak diisi secara lengkap, jelas, benar, dan/atau tidak ditandatangani oleh PKP atau pejabat/pegawai yang ditunjuk oleh PKP untuk menandatanganinya sesuai dengan tata cara dan prosedur sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini merupakan Faktur Pajak Tidak Lengkap. S-ini jg bs menjadi rujukan… Tinggal yang huruf C Lampiran IV Kep-549/2000 diganti dengan Lampiran Per-24/2013…
SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 302/PJ.52/2004TENTANG
FAKTUR PAJAK STANDAR
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan surat Saudara Nomor XXX tanggal 17 Maret 2004, dapat kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut:1. a. Dalam surat Saudara disebutkan bahwa perusahaan Saudara telah diperiksa oleh Karikpa
Medan Dua untuk Tahun Pajak 2002.b. Berdasarkan pemeriksaan tersebut diperoleh hasil Pajak Masukan sebesar Rp.127.543.511,-
tidak dapat dikreditkan karena cacat dan tidak lengkap, PPN kurang dipungut sebesar
Rp. 10.451.926,- dan Faktur Pajak Keluaran tidak lengkap (STP sebesar Rp. 786.372.310,-)d. Saudara bertanya apakah Faktur Pajak Standar yang tidak dicoret dianggap cacat/tidak
lengkap.2. Dasar hukum yang berkaitan dengan permasalahan tersebut:
a. Undang-undang Nomor 8 TAHUN 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 18 TAHUN 2000 antara lain mengatur sebagai berikut:1) Pasal 9 ayat (8) huruf f : Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara
sebagaimana diatur dalam ayat (2) antara lain bagi pengeluaran untuk perolehan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5).2) Pasal 13 ayat (3) : Saat pembuatan, bentuk, ukuran, pengadaan, tatacara
penyampaian dan tatacara pembetulan Faktur Pajak ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.3) Pasal 13 ayat (5) : Dalam Faktur Pajak harus dicantumkan keterangan tentang
penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit
memuat:
a). Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena
Pajak atau Jasa Kena Pajak;
b). Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau
penerima Jasa Kena Pajak;
c). Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian dan potongan
harga;
d). Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
e). Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dipungut;
f). Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan
g). Nama, jabatan dan tanda tangan yang berhak menandatangani Faktur Pajak.Selanjutnya, di dalam memori penjelasan ditambahkan bahwa Faktur Pajak harus benar, baik
secara formal maupun material. Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas dan benar dan
ditandatangani oleh Pejabat yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk
menandatanganinya. Faktur Pajak yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan dalam ayat ini
dapat mengakibatkan Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum didalamnya tidak dapat
dikreditkan sesuai ketentuan dalam Pasal 9 ayat (8) huruf f.b. Undang-undang Nomor 6 TAHUN 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun
2000 antara lain mengatur sebagai berikut:1) Pasal 14 ayat (1) huruf f : Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan
Pajak antara lain apabila Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Pajak tidak membuat atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak
mengisi selengkapnya Faktur Pajak.2) Pasal 14 ayat (4) : Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) huruf d, huruf e dan huruf f, masing-masing dikenakan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan
Pajak.c. Lampiran IV Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ./2000 jo Nomor
KEP-323/PJ./2001 tentang Saat Pembuatan, Bentuk, Ukuran, Pengadaan dan Tatacara
Penyampaian dan Tatacara Pembetulan Faktur Pajak Standar sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-323/PJ./2001 dicontohkan
pengisian Faktur Pajak Standar secara benar. Dalam contoh tersebut, setiap keterangan yang
pengisiannya dengan cara "coret yang tidak perlu", maka dicoret keterangan yang tidak
sesuai dengan kondisi yang sebenarnya sehingga tinggal tersisa keterangan yang ingin
dicantumkan.3. Berdasarkan ketentuan sebagaimana butir 2 dan dengan memperhatikan isi surat Saudara
sebagaimana butir 1 maka dapat disampaikan bahwa:a. Pengisian Faktur Pajak harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagaimana
disebutkan dalam butir 2 surat ini. Apabila tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut
maka Faktur Pajak dianggap tidak benar. Sebagai contoh, apabila ada ketentuan untuk
mencoret yang tidak perlu tetapi tidak dicoret, maka informasi dalam Faktur Pajak tersebut
menjadi tidak jelas. Dengan demikian menjadi tidak memenuhi syarat formal.b. Bersama ini kami lampirkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-549/PJ./2000 dan
KEP-323/PJ./2001.Demikian, untuk dimaklumi.