Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums e-SPT Bukti Potong PP 23 hanya berbentuk SSP?

  • Bukti Potong PP 23 hanya berbentuk SSP?

     kevinmurtano updated 3 years, 5 months ago 14 Members · 49 Posts
  • eddy_20

    Member
    14 March 2019 at 7:05 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Ada di angka 7 Surat Dirjen tersebut rekan. Dengan terbitnya PMK 99, bukankah surat tersebut sudah tidak berlaku lagi?

    Angka 7 : "Pedoman sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 berlaku sampai dengan berlakunya peraturan pelaksanaan PP 23/2018"
    Jika menurut rekan ini tdk berlaku karena PP 23 sudah berlaku maka rekan salah. Kenapa?
    karena PP 23 dikeluarkan Juni 2018 & berlaku sejak 1 juli, sedangkan Surat Dirjen tsb dikeluarkan tgl 5 juli atau setelah PP 23 berlaku.
    Jadi menurut pemahaman saya, selama masih menggunakan PP 23, maka surat Dirjen tsb masih tetap berlaku. & untuk permohonan Sket, contoh Sket, surat penolakan semua ada di Surat Dirjen tsb, tdk mungkin Surat Dirjen tsb tdk berlaku.

    cmiiw

  • Nururu Fuda

    Member
    14 March 2019 at 7:50 am
    Originaly posted by eddy_20:

    Angka 7 : "Pedoman sebagaimana dimaksud pada angka 1 sampai dengan angka 6 berlaku sampai dengan berlakunya peraturan pelaksanaan PP 23/2018"
    Jika menurut rekan ini tdk berlaku karena PP 23 sudah berlaku maka rekan salah. Kenapa?
    karena PP 23 dikeluarkan Juni 2018 & berlaku sejak 1 juli, sedangkan Surat Dirjen tsb dikeluarkan tgl 5 juli atau setelah PP 23 berlaku.
    Jadi menurut pemahaman saya, selama masih menggunakan PP 23, maka surat Dirjen tsb masih tetap berlaku. & untuk permohonan Sket, contoh Sket, surat penolakan semua ada di Surat Dirjen tsb, tdk mungkin Surat Dirjen tsb tdk berlaku.

    Seperti yang saya sebutkan sebelumnya rekan, dengan berlakunya PMK 99/2018 yang merupakan peraturan pelaksanaan PP 23/2018, maka Surat Dirjen tersebut menjadi tidak berlaku. Jadi bukan karena berlakunya PP 23/2018.

    CMIIW (jika saya salah mengartikan mohon dimaklumi)

  • eddy_20

    Member
    14 March 2019 at 8:32 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    maka Surat Dirjen tersebut menjadi tidak berlaku.

    Jika rekan mengatakan demikian, berarti Sket itu bagaimana rekan apakah tdk berlaku juga karena di utk pengajuan Sket juga berdasarkan Surat Dirjen tsb, contoh surat Sket maupun penolakan Sket juga ada disitu.

    Gak masalah rekan, disini kita sama2 belajar perbedaan pendapat hal yg biasa.. mungkin juga saya yg salah memahaminya. wkwkwk

    cmiiw

  • Nururu Fuda

    Member
    14 March 2019 at 8:50 am
    Originaly posted by eddy_20:

    Jika rekan mengatakan demikian, berarti Sket itu bagaimana rekan apakah tdk berlaku juga karena di utk pengajuan Sket juga berdasarkan Surat Dirjen tsb, contoh surat Sket maupun penolakan Sket juga ada disitu.

    Benar rekan eddy. Sket yang diterbitkan berdasarkan Surat Dirjen tersebut sudah tidak berlaku. Karena landasan penerbitan Sket yang berlaku saat ini sesuai PMK 99/2018.

    CMIIW

    Originaly posted by eddy_20:

    Gak masalah rekan, disini kita sama2 belajar perbedaan pendapat hal yg biasa.. mungkin juga saya yg salah memahaminya. wkwkwk

    Setuju rekan. Beda pendapat itu biasa.

  • eddy_20

    Member
    14 March 2019 at 9:16 am
    Originaly posted by nururu fuda:

    Benar rekan eddy. Sket yang diterbitkan berdasarkan Surat Dirjen tersebut sudah tidak berlaku. Karena landasan penerbitan Sket yang berlaku saat ini sesuai PMK 99/2018.

    Pasal 4 ayat 7 PMK 99 Tahun 2018 : "Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam kedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 dengan tarif sebesar 0,5% (nol koma lima persen) terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan, dengan ketentuan sebagai berikut:"
    Jika Sket itu tdk berlaku, apakah ada Sket yg lain selain yg di Surat Dirjen tsb? Atau coba rekan kaish lihat contoh surat Sket sesuai dengan PMK 99?
    Jika tidak diberikan Sket, Apakah kita tetap memotong PPh final 0,5% atau harus memotong PPh 23?

    cmiiw

  • Nururu Fuda

    Member
    14 March 2019 at 4:15 pm
    Originaly posted by eddy_20:

    Jika Sket itu tdk berlaku, apakah ada Sket yg lain selain yg di Surat Dirjen tsb? Atau coba rekan kaish lihat contoh surat Sket sesuai dengan PMK 99?

    Ada di pasal 11 PMK 99/2018 rekan untuk format Sket yang dimaksud. Sementara untuk format Sket berdasarkan Surat Dirjen sudah tidak dapat digunakan lagi karena format bakunya hanya mencantumkan masa berlaku sampai 31 Desember 2018 saja. Format bakunya langsung berupa tanggal dan bukan space kosong yang bisa diisi. Jika rekan Eddy melihat format Sket PMK 99/2018, di sana isian masa berlaku dapat diisi sesuai dengan tanggal akhir tahun pajak sesuai pasal 5 ayat (1) PP 23/2018 atau tanggal akhir tahun pajak 2018 untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 PP 23/2018.

    Originaly posted by eddy_20:

    Jika tidak diberikan Sket, Apakah kita tetap memotong PPh final 0,5% atau harus memotong PPh 23?

    Jika tidak ada Sket, maka dipotong sesuai ketentuan perundangan yang berlaku rekan.

    CMIIW

  • Mona T Simanjuntak

    Member
    14 March 2019 at 11:55 pm

    Izin memberikan pendapat rekan.
    Menurut saya, poin ini
    "Dalam hal Wajib Pajak yang telah memiliki SKB PP 46/2013 sebagaimana dimaksud pada angka 1
    bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak, tidak dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan
    atas transaksi tersebut sepanjang Wajib Pajak dapat menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan
    atas transaksi tersebut kepada Pemotong atau Pemungut Pajak"
    , berlaku hanya untuk SKB PP 46/2018 sedang untuk tahun 2019 dengan SKet maka Pemotong wajib memotong.

    CMIIW

  • Nururu Fuda

    Member
    15 March 2019 at 2:15 am
    Originaly posted by Mona T Simanjuntak:

    berlaku hanya untuk SKB PP 46/2018 sedang untuk tahun 2019 dengan SKet maka Pemotong wajib memotong.

    Benar rekan. Namun mungkin yang masih diperdebatkan adalah masih berlaku atau tidaknya keseluruhan ini Surat Dirjen No. 421 tahun 2018, sementara peraturan yang mengatur hal yang sama, namun tingkatannya lebih tinggi sudah diterbitkan.

    Namun dari semua itu, masalah yang ingin saya angkat adalah bentuk dan format bukti potong atas PP 23 ini. Karena output dari e-spt yang baru sementara ini masih halaman kosong, dan ini sejalan dengan pengertian bukti potong pada PMK 99/2018.

    Jika ada rekan-rekan yang sudah berhasil cetak bukti potong dengan format yang bukan SSP, mohon diinformasikan.

    Terima kasih banyak atas tanggapannya.

  • eddy_20

    Member
    15 March 2019 at 7:42 am

    Benar rekan, jika dilihat memang sudah ada perubahan Sketnya jika dibandingkan antara surat Dirjen dengan PMK 99.
    Namun sampai saat ini saya masih menerapkan seperti pernyataan saya sebelumnya yaitu meminta WP menyetorkan sendiri & memberikan copy SSP.
    Sebelumnya saya jg pernah mempertanyakan ini ke kring pajak, namun mereka mengatakan memang saat ini sistem & aplikasi belum mendukung & ada penambahan juga nanti bahwa pada saat pembuatan billing terdapat pilihan menggunakan NPWP WP lain.
    Saya juga tdk membaca adanya sanksi apabila kita tdk memotong dari lawan transaksi rekan.

    cmiiw

  • ysep

    Member
    2 July 2019 at 2:51 pm
    Originaly posted by eddy_20:

    Namun sampai saat ini saya masih menerapkan seperti pernyataan saya sebelumnya yaitu meminta WP menyetorkan sendiri & memberikan copy SSP.

    Bila rekan adalah orang pribadi yang belum ditunjuk sebagai pemotong, maka hal ini benar, mereka setor sendiri. Namun bila rekan berbentuk badan usaha, maka pelunasa pajaknya lewat badan usaha tersebut, yaitu lewat pemotongan, buktinya berupa SSP atau yang dipersamakan dengan SSP, dalam hal ini yang biasa perusahaan kami gunakan adalah bukti penerimaan Negara atas nama lawan transaksi yang kami potong.

  • yap30

    Member
    2 July 2019 at 3:28 pm

    Ijin nyimak rekan. Mohon infonya jika bukti potong PP 23 bisa dilapor dan mempunyai format baku selain dari ssp. Terima kasih

  • ysep

    Member
    16 July 2019 at 8:56 am
    Originaly posted by yap30:

    Ijin nyimak rekan. Mohon infonya jika bukti potong PP 23 bisa dilapor dan mempunyai format baku selain dari ssp. Terima kasih

    bukti potong PP 23 berupa SSP atau yang dipersamakan dengan SSP, misal Bukti Penerimaan Negara (BPN) yang sudah ada nomor NTPN.
    Dilaporkan di SPT PPh Pasal 4 ayat 2.

  • AnggaDK

    Member
    16 July 2019 at 9:06 am
    Originaly posted by yap30:

    Ijin nyimak rekan. Mohon infonya jika bukti potong PP 23 bisa dilapor dan mempunyai format baku selain dari ssp. Terima kasih

    Dilapor dimana? SPT Tahunan Badan? Kan sudah Final tidak perlu lagi dilapor. Cukup dibuat daftar setoran tiap bulan yang disetor sendiri maupun yang dipotong pihak lain.

    Kalau anda sebagai pemotong, yang di input di eSPT baru adalah NTPNnya, bukan Nomor Bukpot yang kita buat sendiri.

  • biogie2

    Member
    8 October 2019 at 12:55 am

    maaf rekan2,, saya up lagi,,, karena kebetulan saya baru ber-urusan dengan lawan transaksi yg menganut aliran PP 23 ini,, hehe

    jadi dengan eSPT V2, kita tetap memotong PPh final sebesar 0,5% dan kitalah yang membayarkan SSP dengan nama Lawan Transaksi kita. begitu kah rekan2 ?

    mohon koreksinya. terima kasih

  • Nururu Fuda

    Member
    8 October 2019 at 1:42 am
    Originaly posted by biogie2:

    jadi dengan eSPT V2, kita tetap memotong PPh final sebesar 0,5% dan kitalah yang membayarkan SSP dengan nama Lawan Transaksi kita. begitu kah rekan2 ?

    Benar rekan. Lawan transaksi yang membuat billingnya dan kita yang menyetorkan. Namun tidak berarti pemotong yang harus membayarkan. Bisa juga lawan transaksi yang membayarkan dulu. Hanya saja SSP tersebut diberikan dulu kepada pemotong untuk ditandatangani (syarat formal SSP tersebut untuk dijadikan bukti potong) dan diinput di eSPT pemotong, baru kemudian dikembalikan lagi kepada lawan transaksi.

    Namun cara tersebut mungkin tidak akan relevan jika di kemudian hari DJP sudah mengupgrade sistemnya. Misalnya pemotong sudah bisa membuat billing atas nama lawan transaksi (seperti menu di persewaan tanah/bangunan).

    Dan saat ini sebenarnya ada isu lain terkait kode jenis setoran yang seharusnya dipakai. Jika dilihat di opsi saat pembuatan billing, ada 2 kode yang menyebutkan peredaran bruto tertentu. Ada kode 420 dan kode 423. Menurut saya kode 420 untuk penyetoran sendiri, sementara kode 423 untuk potong pungut. Namun aturannya belum saya temukan, sehingga sebenarnya belum ada dasar yang jelas mengenai hal ini.

    CMIIW

Viewing 16 - 30 of 49 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now