Namun dalam komponen Penghasilan Neto Setahun/Disetahunkan sangat bergantung dari kondisi subjektif pegawai tetap yang bersangkutan. Berikut ini rangkuman kondisi subjektif Pegawaii Tetap atas Penghasilan Neto yang Disetahunkan dengan Penghasilan Neto yang Tidak Disetahunkan (Setahun) :
No. | Â Penghasilan Netto Tidak Disetahunkan | Penghasilan Neto Disetahunkan |
1. | Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya sudah berada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari. Dengan kata lain : Karyawan yang mulai bekerja setelah bulan Januari  | Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak. Dengan kata lain : Pendatang dari luar negeri bekerja dalam periode berjalan |
2. | Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya sudah berada sejak awal tahun, tapi berhenti bekerja dalam tahun berjalan. Dengan kata lain : Karyawan yang berhenti bekerja dalam periode berjalan | Karyawan yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai Subjek Pajak dalam negeri berakhir dalam tahun pajak. Dengan kata lain : Pendatang dari luar negeri berhenti bekerja dalam periode berjalan |
3. | Â – | Karyawan yang meninggalkan Indonesia selama-lamanya |
4. | Â – | Pegawai yang pindah ke kantor pusat atau cabang lainnya pada pemberi kerja yang sama |
5. | Â – | Karyawan yang berhenti bekerja karena meninggal dunia |
2.   Pegawai Tidak Tetap
Penghitungan PPh 21 bagi Pegawai Tidak Tetap (Kode Objek: 21-100-03) yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No 16/PJ/2016 dan Peraturan Menteri Keuangan No102/PMK.03/2016 dapat disederhanakan sebagai berikut :
- Distributor Multi Level Marketing (MLM) –> (Kode Objek: 21-100-04)
- Petugas Dinas Luar Asuransi –>Â (Kode Objek: 21-100-05)
- Penjaja Barang Dagangan –> (Kode Objek: 21-100-06)
- Tenaga Ahli –> (Kode Objek: 21-100-07)
- Bukan Pegawai yang Menerima Penghasilan yang Bersifat Berkesinambungan –>Â (Kode Objek: 21-100-08)
- Bukan Pegawai yang Menerima Pengasilan yang Tidak Bersifat Berkesinambungan –> (Kode Objek:Â 21-100-09)
Untuk penghitungan Bukan Pegawai yaitu dengan Kode Objek Pajak 21-100-04 sampai dengan 21-100-09 dapat disederhakan sebagai berikut :
Catatan :
–Â Â Â Berkesinambungan =Â dibayar/terutang > 1 kali dalam satu tahun kalender
Ketentuan Khusus Bukan Pegawai :
- Bagi Dokter yang berpraktik di RS/Klinik :
- Ph Bruto = jasa yang dibayar pasien melalui RS/klinik sebelum biaya/bagi hasil
- Bagi Pegawai yang menerima penghasilan sehubungan dengan jasa yang dalam pemberian jasanya mempekerjakan orang lain sebagai pegawainya dan/atau melakukan penyerahan material/bahan
- Ph Bruto Bagi : Ph bruto – jasa pegawai/pengeluaran material
4.   Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan (Kode Objek: 21-100-13), antara lain meliputi :
- peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
- peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
- peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
- peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
- peserta kegiatan lainnya
PPh 21 Peserta Kegiatan PPh = Ph Bruto x Tarif PPh Pasal 17 |
Dalam menghitungan PPh 21 bagi Peserta Kegiatan Tidak bersifat kumulatif, sehingga tidak memperharikan penghasilan dari peserta kegiatan pada bulan-bulan sebelumnya.
5.   Orang Pribadi Lainnya :
Orang Pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan dari :
- Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama (Kode Objek: 21-100-10)
- Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau diperoleh mantan pegawai (Kode Objek: 21-100-11)
- Penarikan dana pada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan oleh peserta program pensiun (Kode Objek: 21-100-12)
Dasar Pengenaan Pajak :
PPh = ∑ kumulatif Ph Bruto (honorarium) x Tarif PPh Pasal 17
Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada yang bersangkutan lebih dari 1 (satu) kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah penghasilan bruto kumulatif yang diterima dengan memperhitungkan penghasilan yang telah diterima sebelumnya.
6.   Penerima Pesangon
Penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Kode Objek: 21-401-01). Berikut Tarif PPh 21 atas Pesangon yang berlaku mulai November 2009 :
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 Final diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.
Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) tahun kalender
Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tarif pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 akan lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak.
7.   Penerima Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua
Berikut Tarif PPh 21 atas Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua (Kode Objek: 21-401-02) yang berlaku mulai November 2009 :