Media Komunitas
Perpajakan Indonesia

Cara Menghitung Sanksi Harta yang Kurang Diungkap Saat PPS

Accountant Accounting Adviser  - Shutterbug75 / Pixabay
Shutterbug75 / Pixabay

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 Tahun 2021, dijelaskan bahwa Wajib Pajak peserta Program Pengungkapan Sukarela (PPS) diberikan kesempatan melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). Apabila setelah penyampaian SPPH pertama ingin melakukan perubahan harta, Wajib Pajak masih diperbolehkan untuk menyampaikan SPPH untuk kedua, ketiga, dan seterusnya. Namun, apabila hingga PPS berakhir Direktorat Jenderal Pajak menemukan harta yang belum diungkap pada SPPH, Wajib Pajak akan dikenakan sanksi atas harta yang kurang diungkap.

Sanksi harta yang kurang diungkap bagi peserta PPS Kebijakan I adalah dikenakan PPh Final dari harta bersih tambahan sebesar 25% untuk Wajib Pajak Badan, 30% untuk Wajib Pajak Orang Pribadi, dan 12,5% untuk Wajib Pajak Tertentu. Selain itu, sesuai Pasal 18 ayat (3) UU Pengampunan Pajak atas PPh Final yang kurang dibayar dikenakan kenaikan sebesar 200%. Bagi Wajib Pajak peserta PPS Kebijakan II, sanksi yang dikenakan adalah sebesar 30% sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain itu, kepada Peserta Kebijakan II akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai Pasal 13 ayat (2) UU KUP.

Penghitungan Sanksi

Sanksi akan dikenakan jika ditemukan harta yang belum diungkap pada SPPH setelah PPS berakhir. Sanksi dihitung dari nilai harta bersih tambahan. Berikut contoh penghitungan sanksi bagi Peserta Kebijakan I dan II

Kebijakan I

Abdul merupakan pengusaha sukses yang memiliki omzet usaha lebih dari Rp10 Miliar. Abdul sebelumnya telah mengikuti Tax Amnesty. Namun, ternyata ada harta yang diperoleh tahun 2014 belum diungkapkan saat Tax Amnesty sebesar Rp1 Miliar, sehingga Abdul memutuskan untuk mengikuti PPS Kebijakan I. Setelah PPS berakhir, DJP ternyata menemukan ada harta di tahun 2014 lain yang belum diungkapkan pada SPPH sebesar Rp100 Juta. Sanksi yang akan dikenakan kepada Abdul adalah sebagai berikut.

PPh Final atas Harta Bersih yang Kurang Diungkap = 30% x Rp100.000.000 = Rp30.000.000

Sanksi Kenaikan = 200% x Rp30.000.000 = Rp60.000.000

Kebijakan II

Aris mengikuti PPS Kebijakan II. Pada SPPH, Aris menyampaikan SPPH tanggal 20 Januari 2022 dengan mengungkapkan harta bersih yang berada di dalam negeri senilai Rp1 Miliar. Aris tidak berkomitmen untuk menginvestasikan hartanya ke SBN maupun industri hilirisasi. Setelah PPS berakhir, DJP menemukan bahwa Aris memiliki harta lain yang ternyata belum diungkapkan pada SPPH senilai Rp500 Juta dan telah diterbitkan SKPKB pada tanggal 10 Februari 2023. Sanksi yang akan dikenakan kepada Aris adalah sebagai berikut.

PPh Final atas Harta Bersih yang Kurang Diungkap = 30% x Rp500.000.000 = Rp150.000.000

Sanksi Bunga = 1% x 2 bulan x Rp150.000.000 = Rp3.000.000

Jumlah bulan dalam pengenaan sanksi administratif tersebut dihitung sejak berakhirnya Tahun Pajak 2022 yakni tanggal 1 Januari 2023 sampai dengan saat diterbitkannya SKPKB yakni 10 Februari 2023, sehingga berjumlah 1 bulan 4 hari, dengan bagian bulan dihitung penuh menjadi 2 bulan. Sanksi SKPKB dihitung dengan asumsi Menteri Keuangan menetapkan tarif sanksi administratif berupa bunga berdasarkan Pasal 13 ayat (2) untuk bulan Januari 2023 sebesar 1%.