Alokasi Joint Cost dalam Menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP)

I.    Pendahuluan

Join CostUntuk menentukan Penghasilan Kena Pajak dalam  SPT Tahunan Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang menjalankan usaha, diperlukan analisis laporan keuangan komersial terkait dengan aspek perpajakan atas penghasilan dan biaya yang terjadi dalam tahun bersangkutan yang kita kenal dengan koreksi fiskal.  

Wajib Pajak yang dalam kegiatan usahanya memperoleh penghasilan baik yang bersifat final, tidak final,  maupun bukan objek pajak perlu melakukan pemisahan biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan tersebut. Pemisahan biaya tersebut juga perlu dilakukan dalam hal perusahaan memperoleh penghasilan yang mendapatkan fasilitas perpajakan.

Dalam praktek, tidak jarang wajib pajak mengalami kesulitan untuk mengkategorikan mana biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penghasilan final, tidak final maupun bukan objek termasuk penghasilan yang mendapatkan fasilitas perpajakan. Hal tersebut terjadi karena biaya tersebut memang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud di atas.

Biaya yang dikeluarkan dalam rangka mendapatkan seluruh penghasilan baik yang bersifat final, tidak final maupun bukan objek termasuk penghasilan yang mendapatkan fasilitas kita kenal dengan Joint Cost. Menurut Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 338/PJ.31/2004 Joint Cost adalah pengeluaran atau biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara suatu penghasilan dan sekaligus berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan lainnya. Dengan demikian, diperlukan alokasi pembebanan pengeluaran atau biaya yang merupakan joint cost kepada masing-masing penghasilan tersebut. Hal ini selaras dengan Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 bahwa terdapat pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang bukan merupakan objek pajak, pengenaan pajaknya bersifat final; dan/atau dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

II.    Pembahasan

Terkait dengan Wajib Pajak Badan atau Orang Pribadi yang menjalankan usaha sesuai kondisi di atas, maka Wajib Pajak tersebut wajib melakukan pembukuan secara terpisah serta melakukan alokasi proporsi biaya dalam rangka menghitung Penghasilan Kena Pajak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 27 Peraturan Pemerintah (PP) 94 Taun 2010 bahwa “(1) Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:

  1. memiliki usaha yang penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dan tidak final;
  2. menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak dan bukan objek pajak; atau
  3. mendapatkan dan tidak mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.

(2) Biaya bersama bagi Wajib Pajak yang memiliki usaha yang penghasilannya dikenai PPh Final dan PPh Tidak Final yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.”

Pembukuan secara terpisah merupakan proses pencatatan yang dilakukan secara teratur dengan melakukan pemisahan pencatatan untuk setiap transaksi, penghasilan, dan biaya-biaya antara kegiatan usaha yang dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan kegiatan usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final maupun atas penerimaan penghasilan bruto yang merupakan objek pajak dan yang bukan merupakan objek pajak, serta penghasilan dan biaya-biaya dari usaha yang tidak mendapatkan fasilitas perpajakan dan yang mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Contoh Kasus :

PT ABC bergerak di bidang industri pengalengan ikan yang berkedudukan di Surabaya mempunyai aset berupa gudang dan mesin pengolahan di Papua dalam rangka pengembangan kegiatan dan produksi perusahaan.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008, atas industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya di daerah Papua dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan.

Salah satu bentuk fasilitas Pajak Penghasilan yang dimaksud adalah penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Dalam hal ini, pencatatan secara terpisah harus dilakukan untuk biaya penyusutan atas aset dalam rangka usaha yang mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yang tidak mendapatkan fasilitas perpajakan (di Surabaya).

Biaya Bersama (Join Cost)

Biaya bersama adalah pengeluaran atau biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara suatu penghasilan dan sekaligus berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya.

Biaya-biaya bersama yang menjadi dasar alokasi pembebanan dalam rangka menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah biaya bersama setelah dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.

Contoh Kasus :

PT XYZ bergerak dalam bidang usaha yang penghasilannya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Dalam suatu tahun pajak, PT XYZ memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:

KeteranganJumlah
Penghasilan dari usaha yang telah dikenakan PPh yang bersifat finalRp 100.000.000.000
Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat tidak finalRp 500.000.000.000
Total PenghasilanRp 600.000.000.000

Apabila biaya-biaya bersama yang tidak dapat dipisahkan setelah dilakukan penyesuaian fiskal adalah sebesar Rp 450.000.000.000 (empat ratus lima puluh milyar rupiah), maka biaya yang boleh dikurangkan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan adalah sebesar:
Rp500.000.000 x Rp450.000.000.000 = Rp375.000.0000
Rp600.000.000

Penghitungan Penghasilan Kena Pajak:

KeteranganJumlah
PenghasilanRp 500.000.000.000
Beban yang boleh dikurangkanRp 375.000.000.000
Penghasilan Kena PajakRp 125.000.000.000

Alokasi pembebanan pengeluaran atau biaya yang merupakan joint cost kepada masing- masing penghasilan, apabila tidak dapat dipisahkan secara jelas sesuai pengeluaran atau biaya yang sebenarnya terjadi untuk masing-masing penghasilan tersebut, dapat dilakukan secara proporsional berdasarkan perbandingan jumlah penghasilan bruto, jam kerja atau jam pakai, atau cara perbandingan lainnya yang relevan dan lazim. Beban dari penghasilan yang dikenakan PPh final tidak dapat diperhitungkan.

Apabila besarnya suatu pengeluaran atau biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara suatu penghasilan tidak terpengaruh oleh ada-tidaknya kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan lainnya, atau dengan perkataan lain jumlahnya tetap sama, maka dalam hal demikian pengeluaran atau biaya tersebut bukan merupakan joint cost, sehingga pembebanannya tidak dialokasikan melainkan merupakan beban sepenuhnya dari penghasilan yang terkait saja

III.    Penutup

Dalam menghitung penghasilan kena pajak, Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan final, tidak final, dan bukan objek harus melakukan pembukuan terpisah. Dalam hal biaya yang dikeluarkan merupakan biaya bersama terkait memperoleh berbagi penghasilan final, tidak final, dan bukan objek pajak tersebut dan biaya tersebut tidak dapat dipisahkan maka perlu dilakukan perhitungan proporsional atas alokasi biaya bersama untuk menghitung beban yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2010 Tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan
  3. Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S – 338/PJ.31/2004 Tentang Penegasan Mengenai Biaya Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Dalam Menghitung Penghasilan Kena Pajak
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait