Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT/JHT

bacaan 6 Menit
pensiun dI.    Pendahuluan

Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seringkali dihubungkan dengan kondisi negatif yang terjadi akibat adanya tindakan pelanggaran berat dari sisi pekerja atau karena penurunan produktifitas dan kemampuan finansial Perusahaan sehingga Perusahaan mengambil kebijakan untuk melakukan rasionalisasi. PHK juga dapat disebabkan karena pekerja mengundurkan diri, habis masa kontrak, memasuki usia pensiun atau karena pekerja meninggal dunia. Selain itu PHK juga dapat terjadi karena Perusahaan melakukan peleburan, penggabungan dan atau perubahan status. Dalam praktek PHK juga dapat terjadi karena faktor-faktor lain diluar koridor hukum yang menyebabkan timbulnya perselisihan antara pekerja dan perusahaan.

Apapun sebab terjadinya PHK sebagaimana dikemukakan di atas, Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan Perusahaan untuk membayarkan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Penghitungan uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur secara rinci dalam UU Ketenagakerjaan. Apabila Perusahaan mengikutkan pekerjanya pada program pensiun/ Jaminan Hari Tua, pekerja juga berhak atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun/Tunjangan Hari Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT).

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus pada umumnya jumlahnya relatif besar dibandingkan penghasilan rutin yang diterima sebelumnya. Dari sudut pandang perpajakan, penghasilan tersebut di atas merupakan objek pajak. Secara umum atas penghasilan tersebut akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat Final dengan menerapan tarif progresif yang lebih rendah dari ketentuan umum tarif Pajak Penghasilan. Dengan demikian maka manfaat yang diperoleh menjadi lebih besar dan memberikan keringanan, kemudahan, kesederhanaan, dan kepastian hukum.
 

II.    Pembahasan

Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), atau Jaminan Hari Tua (JHT) yang dibayarkan sekaligus, dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final. PPh Pasal 21 yang bersifat final terutang pada saat dilakukan pembayaran Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang dibayarkan sekaligus. Berikut ini pembahasan mengenai aspek pemotongan PPh Pasal 21 atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT.

Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Pesangon

Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT/THT, dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon yang berlaku mulai 16 November 2009:

LapisanLapisan Penghasilan BrutoTarif PPh 21 Atas Pesangon
Lapisan 1Rp 0                    s.d   Rp 50.000.0000 %
Lapisan 2>Rp 50.000.000    s.d   Rp 100.000.0005 %
Lapisan 3>Rp 100.000.000  s.d   Rp 500.000.00015 %
Lapisan 4>Rp 500.000.00025 %
Tarif PPh Pasal 21 diatas diterapkan atas jumlah kumulatif Uang Pesangon yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Contoh Kasus Uang Pesangon :

PT. Ortax Indonesia melakukan pembayaran Uang Pesangon kepada Reno Purnomo (Ber-NPWP) secara bertahap dengan jadwal pembayaran sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
01 Januari 2014
07 Juni 2015
25 Juli 2015
01 Januari 2016
Rp 240.000.000
Rp 120.000.000
Rp 120.000.000
Rp 120.000.000

Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebagai berikut:

a. Pada Tanggal 01 Januari 2014 : 
 0%   x Rp   50.000.000
5%   x Rp   50.000.000
15% x Rp 140.000.000
=    Rp 0
=    Rp  2.500.000
=    Rp 21.000.000 (+)
=    Rp 23.500.000
   
b.Pada Tanggal 07 Juni 2015 :
 15% x Rp 120.000.000=    Rp 18.000.000
   
c.Pada Tanggal 25 Juli 2015 :
 15% x Rp 120.000.000=    Rp 18.000.000
   
d.Pada Tanggal 01 Januari 2016 :  
Oleh karena pembayaran Uang Pesangon sudah memasuki tahun ketiga maka tarif PPh Pasal 21 untuk Uang Pesangon yang dibayarkan pada bulan Januari 2016 adalah Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dan pemotongan PPh 21 pada bulan Januari 2016 tidak bersifat Final.

Berikut ini Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2016 :

5%   x Rp 50.000.000
15% x Rp 70.000.000
Jumlah
=        Rp   2.500.000
=        Rp 10.500.000 (+)
=          Rp 13.000.000
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara sekaligus kepada Pengelola Dana  Pesangon Tenaga Kerja
  1. Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon.
  2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara sekaligus, terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
  3. PPh Pasal 21 yang bersifat final dipotong oleh pemberi kerja.
  4. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Apabila pemberi kerja mengalihkan Uang Pesangon secara bertahap atau berkala kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja,
  1. Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.
  2. Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara bertahap atau berkala tidak terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
  3. Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.
Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Manfaat Pensiun, THT dan/atau JHT

Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi:

  1. Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia
  2. Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus
  3. pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.
Untuk tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang berlaku mulai 16 November 2009, ditentukan sebagai berikut :
LapisanLapisan Penghasilan BrutoTarif PPh 21 Atas Pesangon
Lapisan 1Rp 0  s.d   Rp 50.000.0000 %
Lapisan 2>Rp 500.000.0005 %
Tarif PPh Pasal 21  diberlakukan atas jumlah kumulatif Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT yang dibayarkan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender.

Contoh Kasus Uang Manfaat Pensiun :

Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari Dana Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles meminta pembayaran sekaligus atas manfaat pensiun sebesar 20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat pensiun) dibayarkan secara bulanan. Dana pensiun PT. Ortax Indonesia membayarkan Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp 600.000.000 = Rp 120.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus :

0%  x Rp   50.000.000

5%  x Rp   70.000.000

Jumlah 

= Rp 0

= Rp 3.500.000 (+)

= Rp 3.500.000

Sedangkan penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas pembayaran 80% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara bulanan berlaku Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Apabila terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, maka :

  • Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
  • Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
  • Pemotongan PPh Pasal 21  atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
  • Pada saat perusahaan asuransi jiwa  membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
     
Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) tahun kalender

Jika terdapat bagian penghasilan  yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 yang dipotong  tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif pemotongan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan NPWP.

Kewajiban Pemotong

  • Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT untuk setiap Masa Pajak.
  • PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh Pemotong untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
  • Pemotong wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
  • Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT.
  • Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan  PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT pada kedua poin diatas tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%.
  • Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) Masa Pajak.

III.    Penutup

Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenankan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Jika terdapat bagian penghasilan  yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan. PPh Pasal 21 yang dipotong  tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.

IV.    Referensi

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, Dan THT Yang Dibayarkan Sekaligus
Categories: Tax Learning

Artikel Terkait