
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seringkali dihubungkan dengan kondisi negatif yang terjadi akibat adanya tindakan pelanggaran berat dari sisi pekerja atau karena penurunan produktifitas dan kemampuan finansial Perusahaan sehingga Perusahaan mengambil kebijakan untuk melakukan rasionalisasi. PHK juga dapat disebabkan karena pekerja mengundurkan diri, habis masa kontrak, memasuki usia pensiun atau karena pekerja meninggal dunia. Selain itu PHK juga dapat terjadi karena Perusahaan melakukan peleburan, penggabungan dan atau perubahan status. Dalam praktek PHK juga dapat terjadi karena faktor-faktor lain diluar koridor hukum yang menyebabkan timbulnya perselisihan antara pekerja dan perusahaan.
Apapun sebab terjadinya PHK sebagaimana dikemukakan di atas, Undang-Undang Ketenagakerjaan mewajibkan Perusahaan untuk membayarkan uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima. Penghitungan uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak diatur secara rinci dalam UU Ketenagakerjaan. Apabila Perusahaan mengikutkan pekerjanya pada program pensiun/ Jaminan Hari Tua, pekerja juga berhak atas penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun/Tunjangan Hari Tua (THT)/Jaminan Hari Tua (JHT).
II. Pembahasan
Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Uang Pesangon
Berikut Tarif PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon yang berlaku mulai 16 November 2009:
Lapisan | Lapisan Penghasilan Bruto | Tarif PPh 21 Atas Pesangon |
Lapisan 1 | Rp 0 s.d Rp 50.000.000 | 0 % |
Lapisan 2 | >Rp 50.000.000 s.d Rp 100.000.000 | 5 % |
Lapisan 3 | >Rp 100.000.000 s.d Rp 500.000.000 | 15 % |
Lapisan 4 | >Rp 500.000.000 | 25 % |
Contoh Kasus Uang Pesangon :
a. b. c. d. | 01 Januari 2014 07 Juni 2015 25 Juli 2015 01 Januari 2016 | Rp 240.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 Rp 120.000.000 |
Dengan demikian, Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebagai berikut:
a. | Pada Tanggal 01 Januari 2014 : | |
0% x Rp 50.000.000 5% x Rp 50.000.000 15% x Rp 140.000.000 | = Rp 0 = Rp 2.500.000 = Rp 21.000.000 (+) = Rp 23.500.000 | |
b. | Pada Tanggal 07 Juni 2015 : | |
15% x Rp 120.000.000 | = Rp 18.000.000 | |
c. | Pada Tanggal 25 Juli 2015 : | |
15% x Rp 120.000.000 | = Rp 18.000.000 | |
d. | Pada Tanggal 01 Januari 2016 : |
Berikut ini Penghitungan PPh Pasal 21 untuk Bulan Januari 2016 :
5% x Rp 50.000.000 15% x Rp 70.000.000 Jumlah | = Rp 2.500.000 = Rp 10.500.000 (+) = Rp 13.000.000 |
- Pegawai dianggap telah menerima hak atas Uang Pesangon.
- Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara sekaligus, terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
- PPh Pasal 21 yang bersifat final dipotong oleh pemberi kerja.
- Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
- Pegawai dianggap belum menerima hak atas Uang Pesangon.
- Atas pengalihan Uang Pesangon kepada Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja melalui pembayaran secara bertahap atau berkala tidak terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
- Pada saat Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja membayar Uang Pesangon kepada Pegawai, dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final oleh Pengelola Dana Pesangon Tenaga Kerja.
Penghasilan berupa Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus meliputi:
- Pembayaran sebanyak-banyaknya 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus pada saat Pegawai sebagai peserta pensiun atau meninggal dunia
- Pembayaran manfaat pensiun bulanan yang lebih kecil dari suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dari waktu ke waktu oleh Menteri Keuangan yang dibayarkan secara sekaligus
- pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup.
Lapisan | Lapisan Penghasilan Bruto | Tarif PPh 21 Atas Pesangon |
Lapisan 1 | Rp 0 s.d Rp 50.000.000 | 0 % |
Lapisan 2 | >Rp 500.000.000 | 5 % |
Contoh Kasus Uang Manfaat Pensiun :
Anles Tambunan (Ber-NPWP) berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp 300.000.000dari Dana Pensiun PT. Ortax Indonesia. Anles meminta pembayaran sekaligus atas manfaat pensiun sebesar 20% dari manfaat pensiun dan sisanya (80% dari manfaat pensiun) dibayarkan secara bulanan. Dana pensiun PT. Ortax Indonesia membayarkan Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan sekaligus sebesar 20% x Rp 600.000.000 = Rp 120.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang atas 20% dari manfaat pensiun yang dibayarkan secara sekaligus :
0% x Rp 50.000.000 5% x Rp 70.000.000 Jumlah | = Rp 0 = Rp 3.500.000 (+) = Rp 3.500.000 |
Apabila terjadi pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup, maka :
- Pegawai sebagai peserta dianggap telah menerima hak atas Uang Manfaat Pensiun yang dibayarkan secara sekaligus.
- Atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dengan cara Dana Pensiun membeli anuitas seumur hidup terutang PPh Pasal 21 yang bersifat final.
- Pemotongan PPh Pasal 21 atas pengalihan Uang Manfaat Pensiun kepada perusahaan asuransi jiwa dilakukan oleh Dana Pensiun Pemberi Kerja atau Dana Pensiun Lembaga Keuangan pada saat pembelian anuitas seumur hidup.
- Pada saat perusahaan asuransi jiwa membayar Uang Manfaat Pensiun kepada Pegawai, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21.
Melebihi Jangka Waktu 2 (dua) tahun kalender
Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan.
PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak. Jika Pegawai tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif pemotongan PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Pegawai yang dapat menunjukkan NPWP.
Kewajiban Pemotong
- Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT untuk setiap Masa Pajak.
- PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh Pemotong untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 hari setelah Masa Pajak berakhir.
- Pemotong wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 ke KPP tempat Pemotong Pajak terdaftar, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.
- Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada Pegawai yang berhak menerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT.
- Kewajiban menghitung, memotong, menyetorkan, dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang atas Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, atau THT pada kedua poin diatas tetap dilakukan terhadap Pegawai yang dikenai tarif pemotongan sebesar 0%.
- Apabila dalam 1 (satu) Masa Pajak, kepada satu Pegawai dilakukan lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) Masa Pajak.
III. Penutup
Atas Penghasilan yang diterima oleh pekerja berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenankan pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat Final. Penghasilan tersebut dianggap dibayarkan sekaligus dalam hal sebagian atau seluruh pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun kalender. Jika terdapat bagian penghasilan yang terutang atau dibayarkan pada tahun ketiga dan tahun-tahun berikutnya, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan atas jumlah bruto seluruh penghasilan yang terutang atau dibayarkan kepada Pegawai pada masing-masing tahun kalender yang bersangkutan. PPh Pasal 21 yang dipotong tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran pajak pendahuluan atau kredit pajak.
IV. Referensi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
- Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pemotongan PPh Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, THT, Dan THT Yang Dibayarkan Sekaligus