Artikel
Pajak dan Mobilitas Tenaga Kerja: Apakah Relevan di ASEAN?
Maria Tambunan
Pengurus Harian Tax Centre FISIP UI
Adanya AEC lebih menekankan pada eliminasi barrier perdagangan diantara anggota ASEAN. Masing-masing negara tetap memiliki sovernitas yang utuh dan berdaulat penuh untuk mengatur kegiatan ekonomi di negaranya. Perlu juga ditekankan bahwa istilah “Tax Competition” tidak dikenal di ASEAN seperti yang pernah terjadi di Eropa. Setiap negara berhak mengatur struktur pajaknya, ketentuan mengenai investasi, pemberian insentif untuk menarik investasi dan menahan masuk investor untuk sektor yang masih dianggap harus dalam pengawasan pemerintah secara penuh. Kerja sama AEC difokuskan pada pengembangan sumber daya manusia, pengakuan atas keahlian tenaga kerja/professional, kerja sama pembuatan kebijakan keuangan dan makroekonomi serta pengadaan infrastruktur untuk membangun konektivitas (PricewaterhouseCooper, 2014). Dengan demikian, adanya AEC tidak serta merta menciptakan adanya “similar regulation/provision” untuk masing-masing negara.
Adanya penghargaan yang lebih baik dari atas tenaga kerja professional di suatu negara dibandingkan negara lain bisa saja menjadi daya tarik bagi tenaga professional untuk melakukan migrasi, terlebih ke negara yang mengenakan tarif pajak yang lebih kompetitif karena masing-masing negara masih berhak untuk menentukan struktur pajaknya. Tulisan ini akan membahas mengenai perkembangan kekinian MEA atas tenaga kerja, kemungkinan terjadinya labor movement dalam konteks MEA dan peranan pajak atas terjadinya labor movement.
Studi yang dilakukan oleh Kleven (2010) mengatakan bahwa keputusan tenaga kerja terutama tenaga kerja professional untuk pindah dari suatu negara ke negara lain dapat saja dipengaruhi oleh after tax income. Untuk melakukan penghitungan atas after tax income, maka konsep yang relevan adalah effective average tax rate yang merupakan ukuran atas besaran penghasilan yang dibayarkan sebagai pajak kepada negara. Secara pragmatis, pembayaran kewajiban pajak yang tinggi dengan perhitungan after tax income, merupakan bentuk dari penyerahan sejumlah uang yang pada akhirnya tidak mendapatkan manfaat langsung, cukup relevan sebagai suatu pertimbangan untuk menentukan pilihan tempat tinggal seorang tenaga profesional.
Untuk memahami model dan konsep migrasi tenaga kerja secara sederhana, Claus (2010) mendeskripsikan sebagai berikut:
- Dalam suatu negara, terdapat institusi yang terdiri dari household/tenaga kerja, perusahaan, pemerintah dan otoritas moneter. Household dapat bersifat mobile dan immobile yang merupakan penyedia labor/tenaga kerja bagi perusahaan. Household memperoleh penghasilan dari pekerjaan (penghasilan aktif) atau penghasilan pasif lainnya serta membayar pajak kepada pemerintah.
- Perusahaan bersifat bersifat kompetitif yang nantinya akan menyediakan barang dan jasa bagi publik yang penyediaan membutuhkan tenaga kerja.
- Dalam setiap periode, pemerintah mengenakan pajak atas tenaga kerja, atas keuntungan perusahaan, atas bunga dan dividen. Selain itu, pemerintah juga mengenakan pajak pertambahan nilai atas kegiatan penjualan barang dan jasa
- Otoritas keuangan secara eksplisit akan mempengaruhi harga konsumsi serta tingkat suku bunga
Untuk mengetahui efek perbedaan tarif efektif rata-rata pajak atas pilihan migrasi tenaga kerja professional, perlu mengetahui volume mobilitas tenaga kerja di ASEAN. Mobilitas tenaga kerja untuk kawasan ekonomi ASEAN hingga tahun 2013 dapat digambarkan dalam tabel berikut:

Sementara, evolusi atau tingkat pergerakan mobilitas tenaga kerja untuk kawasan ASEAN sejak 1985 hingga 2010, sebagai berikut:

Grafik 1 menunjukkan bahwa pada dasarnya mobilitas tenaga kerja lebih banyak terjadi di Malaysia, Thailand dan Brunei Darussalam bahkan sejak tahun 1985. Sementara, mobilitas tenaga kerja intra ASEAN hingga 2010 dapat digambarkan dalam grafik berikut:

Estimasi dengan perhitungan ekonometrika menunjukkan bahwa pada dasarnya besar tarif pajak efektif mempengaruhi pilihan migrasi tenaga kerja professional. Selain itu, estimasi juga menunjukkan bahwa semakin besar koefisien dari besar pajak terhadap GDP mengakibatkan migrasi semakin responsif terhadap tarif pajak efektif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa total prosentase pajak yang dibayarkan terhadap penghasilan memberikan dampak yang lebih besar terhadap keputusan migrasi daripada besaran pajak yang dikenakan atas setiap dolar penghasilan yang dikenakan pajak. Selain itu, estimasi ini juga menunjukkan bahwa pajak menentukan pilihan negara tujuan migrasi bagi tenaga kerja professional, namun tidak demikian halnya terhadap tenaga kerja non professional.
Adanya Asean Economic Community (AEC) membuka peluang untuk terjadi free movement of labor, atau migrasi tenaga kerja khususnya bagi tenaga kerja professional. Namun adanya AEC tidak serta merta menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang murni free movement. Masing-masing negara diberikan kebebasan untuk mengatur perekonomiannya, termasuk struktur pajak. Berdasarkan estimasi ekonometrika, menunjukkan bahwa perbedaan rata-rata tarif pajak efektif mempengaruhi pilihan migrasi tenaga kerja professional.
Almekinders Geerts, Fukuda (2015), ASEAN Financial Integration, IMF Working Paper No. WP/15/34
Claus Elda, Dorsam Michael (2010) The Effect of Taxation on Migration: Some Evidence for ASEAN and APEC Countries, Melborne Institute of Applied Economic and Social Research, Melborne Working Paper No. 19/10.
PricewaterhouseCooper (2015) South East Asia Investment Opportunity & Other Incentives.
Sineenat Sermcheep, (2013) Labor Mobility in ASEAN, Faculty of Economics and ASEAN Studies Center Chulalongkorn University
Disclaimer :
Isi dan Tanggapan pada Artikel ini diluar tanggung jawab Ortax.
Ortax tidak bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung, atas segala kesalahan yang dapat terjadi yang dapat menyebabkan kerugian materi maupun non materi, akibat tindakan yang berkaitan dengan penggunaan data dan informasi yang disajikan.
Tanggapan

perlu ada kebijakan pajak bersama antara negara2 anggota ASEAN, supaya tidak merugikan wajib pajak
|