Artikel
Pasal 31 E UU PPh : Menguntungkan atau Bumerang ?
Arie Widodo, S.E., M.S.M.
Praktisi & Staf Pengajar Pajak FISIP Universitas Indonesia

- Equality (Asas falsafah hukum)
Pembagian beban pajak di antara masing-masing subjek pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan kemampuannya yaitu seimbang dengan penghasilan yang diterima oleh setiap subjek pajak. Asas ini dikenal dengan dua jenis yaitu keadilan horizontal dan keadilan vertikal. - Certainty (Asas Yuridis)
Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus pasti (certain) dan tidak mengenal kompromi (not arbiraty). Kepastian hukum mengenai subjek pajak, objek pajak, saat terutang, pembayaran dan pelaporan adalah ketentuan yang sangat penting dan mutlak dalam proses pemungutan pajak. - Convenience (Asas Ekonomi)
Penetapan pajak didasarkan pada convenience of payment yaitu saat paling tepat bagi Wajib Pajak ketika menerima penghasilan. - Efficiency (Asas Financial)
Asas yang terakhir ini mengedepankan bahwa biaya pemungutan pajak harus bersifat hemat dan tidak boleh melebihi penerimaan pajak dalam kas Negara.
Arah dan tujuan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dilakukan pemerintah adalah untuk :
- lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak;
- lebih memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak;
- lebih memberikan kesederhanaan administrasi perpajakan;
- lebih memberikan kepastian hukum, konsistensi, dan transparansi; dan
- lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas.
Munculnya ketentuan baru dalam UU No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) yaitu pasal 31 E menimbulkan banyak sekali interpretasi yang berbeda-beda di kalangan Wajib Pajak, Petugas Pajak bahkan Konsultan Pajak. Banyak yang berasumsi bahwa peredaran bruto berasal dari penghasilan utama saja (main business income), fasilitas ini hanya dikhususkan untuk industri UMKM, industri perbankan tidak dapat menikmati fasilitas tersebut, apakah perusahaan yang masuk ke bursa efek juga dapat menikmati fasilitas (perseroan terbuka) dan ada juga yang berpendapat bahwa fasilitas ini adalah sebuah pilihan yang sifatnya tidak wajib.
Pasal 31 E ayat (1) UU PPh, diatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif normal 28% (tahun 2009) dan 25% (tahun 2010 dst) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Sejak diterbitkan pada tanggal 23 September 2008, penjelasan mengenai aturan ini belum jelas dan tidak ada peraturan yang mengatur lebih lanjut. Namun per tanggal 24 Mei 2010 diterbitkan Surat Edaran Dirjen Pajak No. 66/PJ/2010 yang menjelaskan hal-hal sebagai berikut :
- Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) UU PPh dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut.
- Batasan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 adalah sebagai batasan maksimal peredaran bruto yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan dalam negeri untuk dapat memperoleh fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) UU PPh.
- Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi :
- Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final;
- Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
- Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
- Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut ditegaskan juga bahwa fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sehingga dapat dianalogikan bahwa merupakan kewajiban bagi WPDN yang penghasilan brutonya berada di bawah atau sampai dengan lima puluh miliar rupiah.
Jika melihat dari ketentuan dalam Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut maka untuk batas peredaran bruto hanya untuk main business income (penghasilan utama). Sedangkan other income (penghasilan lain-lain) seperti pendapatan bunga deposito, keuntungan dari selisih kurs, keuntungan pengalihan harta dll tidak termasuk dalam kategori batasan penghasilan bruto.
Meskipun terkesan terlambat menerbitkan, ketentuan tersebut setidaknya bisa menjawab sebagian keraguan dari beberapa pertanyaan yang muncul di kalangan Wajib Pajak.
Dalam sosialisasinya ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tujuan dimunculkannya intensif pasal 31 E dimaksudkan untuk :
- mendukung program Pemerintah dalam rangka pemberdayaan UMKM.
- mengurangi beban pajak bagi WP badan UMKM akibat penerapan tarif tunggal PPh badan.
Apakah yang dimaksud dengan perusahaan yang tergolong UMKM ?
Perkembangan industri UMKM memang menunjukkan pergerakan yang signifikan setiap tahunnya. Data dari Departemen Koperasi dan UKM menunjukkan jumlah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) tahun 2008 mencapai 51,26 juta yang didominasi oleh usaha mikro (99%). Sedangkan tahun 2007 sebanyak 49,82 juta unit, sehingga mengalami peningkatan sebesar 2,8 %.
Dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), PDB UKM tahun 2008 mencapai Rp 2.609 trilun, di mana sebesar Rp 1.505 triliun di antaranya disumbangkan oleh unit-unit usaha mikro. PDB UKM ini lebih besar dibanding PDB yang dihasilkan unit-unit usaha besar secara kumulatif yang mencapai Rp 2.087 triliun.
Dalam UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU UMKM) dalam pasal 6 disebutkan Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah sebagai berikut:

Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa peredaran usaha yang tercantum dalam pasal 31 E UU PPh merupakan implementasi dan adopsi dari pasal 6 UU UMKM. Kemudian di UU UMKM tidak ada satu pun pasal yang menyebutkan bahwa perusahaan asing (PMA) atau perusahaan yang masuk kegiatan bursa efek tidak termasuk dalam kategori UMKM. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa perusahaan yang memiliki peredaran bruto selama satu tahun di bawah lima puluh miliar rupiah adalah kategori perusahaan UMKM dan berhak atas fasilitas pemerintah.
Untung atau Bumerang ?
Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut ditegaskan bahwa fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan bagi Wajib Pajak dalam menghitung PPh terutang. Secara otomatis bagi mereka yang memiliki penghasilan bruto dibawah Rp. 50.000.000.000,- diwajibkan menghitung dengan mekanisme perhitungan fasilitas pasal 31E.
Secara kasat mata fasilitas yang diberikan oleh pemerintah akan menguntungkan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri. Hal tersebut setidaknya akan terlihat ada tax saving (penghematan pajak) sebesar 14 % dari tarif normal 28%. Penulis mengkaji bahwa tax saving akan dapat dioptimalkan bagi perusahaan yang tidak memiliki kredit pajak dari dalam negeri (PPh Pasal 22 dan Pasal 23). Contoh perusahaan industri manufaktur yang dalam setahun tidak melakukan kegiatan ekspor dan tidak melakukan penjualan ke bendaharawan pemerintah atau perusahaan jasa yang penghasilannya bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 22 dan Pasal 23.
Namun bagi perusahaan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 23 dan dipungut PPh 22, fasilitas pasal 31 E ini dapat mengakibatkan terjadinya kelebihan bayar PPh Badan sehingga pada tahun yang bersangkutan akan mendapatkan prioritas pemeriksaan pajak oleh Kantor Pajak. Hal ini diakibatkan karena pemotongan PPh Pasal 23 berbasis pada penghasilan bruto atau peredaran usaha sedangkan perhitungan PPh terutang berbasis Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan komponen terakhir setelah proses koreksi fiskal dan kompensasi kerugian. Begitupula dengan kredit pajak PPh Pasal 22. Ilustrasi dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Namun wajib pajak badan dalam negeri tidak perlu risau akan masalah tersebut, ada beberapa solusi yang dapat dilakukan yaitu diantaranya dengan
- mengajukan pembebasan pemotongan dan atau pemungutan pajak oleh pihak lain ke kantor pajak.
- mengajukan permohonan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25.
- Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena mengalami kerugian fiskal, atau
- Wajib Pajak berhak melakukan kompensasi kerugian fiskal sepanjang kerugian tersebut jumlahnya lebih besar daripada perkiraan penghasilan netto tahun pajak yang bersangkutan,
- Pajak Penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang akan terutang.
- Mengisi formulir pemohonan SKB.
- wajib menyampaikan perkiraan penghasilan neto tahun berjalan.
- wajib menyampaikan daftar pihak-pihak pemberi penghasilan beserta nilai transaksi yang diperkirakan akan diterima/diperoleh.
- Khusus PPh Pasal 22, terbatas pada barang-barang modal yang tersebut dalam Master List sebagai lampiran Persetujuan Tetap yang dikeluarkan oleh BKPM dan keperluan bahan baku untuk satu tahun yang disetujui oleh BKPM.
Bagi Wajib Pajak yang memprediksi akan terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan yaitu berupa penurunan kegiatan usaha dapat mengajukan permohonan Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25.
Apabila setelah 4 bulan atau lebih dalam suatu tahun pajak wajib pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25, wajib pajak tersebut dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 kepada Kepala KPP setempat.
Syarat-syarat permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 :
- Diajukan secara tertulis
- Menyampaikan perhitungan besarnya PPh yang akan terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang diterima/diperoleh, dan besarnya PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan yang masih tersisa dari tahun pajak ybs.
- Sentosa, Agus. Perpajakan Indonesia, Semarang : Satya Wacana, 1992
- http://www.majalahduit.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=679:den&catid=34:cat-berita-bisnis&Itemid=27
Disclaimer :
Isi dan Tanggapan pada Artikel ini diluar tanggung jawab Ortax.
Ortax tidak bertanggung jawab secara langsung maupun tidak langsung, atas segala kesalahan yang dapat terjadi yang dapat menyebabkan kerugian materi maupun non materi, akibat tindakan yang berkaitan dengan penggunaan data dan informasi yang disajikan.

Tanggapan

mnyebabkan split di perusahaan yang tdak akan mampu bersaing ..
|

Thanks pak atas artikelnya
|

apa gak membuat pengusaha2 malah mengecilkan peredaran brutonya ya ???
|

Saya masih bingung, tapi saya suka artikel ini, terima kasih atas pencerahannya bapak...
|

cUKUP MERINGANKAN BAGI wp YG OMSETNYA <=4,8 M.HAL tsb cukup meringankan bagi UKM YG didirikan masyarakat khususnya bagi masyarakat menengah kebwh..
|



Makasih Pak...
|




terimaasih untuk informasinya Pak, artkel yang bermanfaat.
|


Wah masalah terjadi nya LB is no problem selama memang kita lurus lurus aja
|

Terima kasih untuk artikelnya.. Fasilitas ini memang diperuntukkan bagi UMKM, sehingga dengan adanya pengurangan ini diharapkan dapat mengurangi beban, terutama dalam masa pengembangan usaha.. Dalam jangka pendek memang terlihat akan mengurangi penerimaan negara, tapi jika dilihat dalam jangka panjang, jika perusahaan bertumbuh, maka penerimaan pajak juga otomatis meningkat..
|

nice info ...
thanks ! |

Terima kasih atas pencerahannya good article
|

terima kasih maz share informasi na,,,,
|


Fasilitas ini sangat bagus utk membantu ukm, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ukm dengan fasilitas tarif pajak lebih rendah. Tetapi fasilitas ini jg seperti bumerang bagi perusahaan yang memiliki kredit pajak yang lebih besar di bandingkan pajak yang terutang. Sehingga berakibat adanya pemeriksaan. Dan mengenai permohonan pengurangan angsuran pph 25 agak sulit mendapat persetujuan dari kantor pajak, sehingga akibatnya perusahaan tetap mengalami lebih bayar pajak....
Semoga tujuan dari pemberian fasilitas ini dapat benar2 dirasakan oleh para investor... |

"Konsekuensinya akan terjadi pemeriksaan pajak yang dapat menimbulkan terjadinya potensi temuan oleh pemeriksa pajak dari jenis pajak yang lain."
pajak yg menjadi kewajiban sudah seharusnya di bayar bukannya di hindari ... |

Dikatakan dalam hal ini bahwa wajib pajak badan dalam negeri tidak perlu risau akan masalah tersebut, berarti secara tidak langsung wajib pajak telah menghindar dari Withholding tax! Padahal withholding tax ini merupakan suatu cara mudah untuk memungut dan memotong pajak yang sesungguhnya disetorkan sebagai kas negara!
|

cukup meringankan WP..
|

Pada prakteknya, untuk perusahaan yang sudah going concern dan memiliki asset yang besar, tidak akan menggunakan fasilitas ini karena omzet dan penghasilan nettonya sudah melewati batas atas. untuk perusahaan yang tergolong UMKM, biasanya pph terutang untuk tahun ini dihitung dari pph tahun lalu dibagi 12.
Logika yang ada memang besar kemungkinan terjadi LB jika kenaikan penghasilan WP kurang dari 50% dan untuk tahun lalu hanya dikenai tarif lapisan kedua. Tetapi kalau tahun lalu WP dikenakan tarif untuk lapisan diatas lapisan kedua dan persentase pertambahan penghasilan lebih dari atau sama dengan 50 %, bisa jadi SPT Tahunan WP tersebut tidak lebih bayar. salam newbie |


yup, setuju. tapi, dipikir-pikir emang enakan ngajuin pengurangan psl 25, koq.
|

Memang sudah pasti LB? kalau memang LB di periksa juga gpp kan asal pembukuan kita sudah sesuai ?
|



Artikelnya bagus,..
lebih bayar? apa kah pasti di lakukan pemeriksaan oleh KPP? |

Artikel seperti ini sangat baik dan mempunyai bobot yang menarik untuk menambah wawasan pengetahuan pajak. Banyak manfaat yang di dapat dan ulasannya sangat gamblang dan mudah di mengerti karena sangat membantu kita mengambil suatu keputusan penghitungan hutang pajak badan yang benar dan sesuai dengan UU Perpajakan.
|

hmm...mmg artikel yang bagus...
bagus krn banyak yang blm tahu dan akhirnya....^ ! ^ |


Artikel yang sangat bagus...menambah wawasan....
|





Wah, malah kemungkinan lebih bayar yah!
Mantap artikelnya :) |

nice artikel, menambah pengetahuan dan membuat pembaca lebih kritis lagi dalam menaggapi suatu hal.
|

Terima Kasih Rekan Fusuy,
Dasarnya pemeriksa mengatakan didalam Se-66, Angka 1 yaitu Self Assesment (Dalam Menghitung/Melaporkan SPT Tahunan tidak di Hitung didalam SPT Tahunan yang merupakan Sistem Self Assesment). Dan Sekarang SKPKB sudah diterbitkan oleh Kantor Pajak dan tetap petugas pajak menghitungan tampa Fasilitas Pasal 31E. Dan sekarang WP ke dalam proses Keberatan. Mohon kepada rekan2 masukannya. Trims Salam |


artikel yang menarik,,memang sosialisasi yang kurang mengakibatkan banyak WP yg tidak memanfaatkan Fasilitas yang menguntungkan ini
|

Nice article,.. menambah wawasan perpajakan yang membacanya,..
|

thank's artikelnya..... maju terus ortax
|

Great Article
|




Artikel yang bermanfaat,
trims mas dodo |

Bagus sekali, tambahan pengetahuan lagi dlm memahami SE-66
|

Bagus, mengingatkan untuk kembali
|


saya sempat keliru mengartikan SE-66 ini, peredaran bruto sebelumnya saya kira dari semua penghasilan dari final, non objek, dan tidak final baik yang berhubungan langsung dg usaha utama maupun lain2, ternyata hanya yg berhubungan dengan usaha utama WP saja.. artikel yg sangat bermanfaat
|

thanks infonya
|

nice info. :D
|





@ranat:tanyakan saja apa dasar hukumnya?
karena pemeriksa pasti akan hati-hati dalam menyampaikan pendapatnya. |




trima kasih atas pengetahuan pajak nya
|

menyambung dari pertanyaan dari saya,
bahwa surat pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sudah didapat dari WP yang mana tetap didalam surat tersebut fiskus tidak mengurangkan Fasiltas yg didapat oleh WP yaitu Pasal 31 E, jadi seolah2 fiskus memeriksa tidak berdasarkan yg sebenar-benarnya, arti sebenar-benarnya apakah sesuai dengan ketentuan Umum Perpajakan. Seharusnya pada saat membuat surat pemeberitahuan Hasil Pemeriksaan fasiltas Pasal 31 E akan dihitung juga, kok ini malah tidak dihitung oleh fiskus, what heppen ini?? mohon pendapatnya. Salam |


ijin menyimak ya !
|

Terima kasih rekan abus,
jadi artinya bahwa walaupun diperiksa, fasilitas tersebut secara otomatis wajib pajak mendapatkannya. karena dalam hruf d dikatakan wajib. salam. |

Trimakasih atas artikelnya,
Terus terang sampai sekarang wajib pajak masih trauma adanya kata-kata "PEMERIKSAAN" dengan di berlakukannya penurunan tarif maka akan terjadi kelebihan pembayaran pajak dari 14% (penghitungan tahun 2009) menjadi 12,5% (penghitungan tahun 2010), hal ini seolah-olah pemerintah secara sengaja akan melakukan pemeriksaan seluruh wajib pajak. Bagi yang di jakarta wajib pajak akan cepat tangga akan peraturan tersebut, dan pengajuan-pengajuan permohonan angsuran pph pasal 25, bagaimana dengan masyarakat di daerah diluar jawa. Hal ini terjadi bagi perusahaan-perusahaan yang multi bendahara, maksudnya adalah perusahaan-perusahaan bentukan yang penjualannya ke Bendahara pemerintah ?? apakah tidak membebani kpp yang berada di daerah untuk full pemeriksaan ? demikian tanggapan saya, mohon koreksi apabila salah, terimakasih.. |

sgt menguntungkan, namun untuk tahunan 2010 'kan spt masanya dg dasar tarif 14 % dari tahunan 2009, sedangkan tarif pajaknya 12,5 % tentunya sgt banyak wp lb ? mohon maaf kalau sy salah tafsir.
|

thanks artikel ny
|

@Rekan Ranat:
Sekedar pendapat, menurut saya, maksud penegasan self ass. dalam angka 2 hrf a adalah untuk menegaskan bahwa WP tidak perlu mengajukan permohonan untuk dapat fasilitas psl. 31E, tidak ada hubungan dengan diperiksa atau tidak. Coba dibaca juga huruf d nya.. |

terimakasih atas artikelny...
|

Thanks, buat artikelnya yang aktual dan fres.
ada timbul persoalan bahwa petugas pajak mengatakan bahwa didalam SE-66/PJ/2010 Angka 2 huruf a yg dikatakan bahwa fasilitas tersebut diberikan pada saat pelaporan SPT Tahunan (dengan self Assesment) tetapi ada saat dilaksanakan pemeriksaan tidak mendapatkan fasilitas Pasal 31E. Pernyataan yg diberikan oleh WP adalah pada saat itu WP belum paham dan mengerti arti sebenarnya Pasal 31E, pada saat SE-66/PJ/2010 yg disertai lampiran diterbitkan baru memahami arti sebenarnya dari Pasal 31E tersebut, contoh diatas kasus WP yang diperiksa Tahun buku 2009. Pertanyaan yang saya ajukan adalah apakah WP tetap mendapatkan fasilitas tersebut atau tidak mendapatkan fasilitas tersebut seperti yg tertuang dalam Pasal 31 E UU No. 36 Tahun 2008? Mohon ditanggapi. Trims |



thanks atas artikelnya.. menambah wawasan tentang perpajakan
|

Terima kasih atas artikelnya...saya kira Pasal 31E merupakan fasilistas yang bijak dan bahkan menguntungkan bagi kami sebagai WP Badan dengan kategori Usaha Kecil..jelas fasilitas yang diberikan akan memotifasi pertumbuhan positf...
|


nice share gan
|


Bagus
|

pemeriksaan bukanlah bumerang. Sepanjang Wajib Pajak telah melakukan penghitungan dengan benar maka pemeriksaan (khususnya Lebih Bayar) adalah sarana untuk mengklaim Lebih Bayar tersebut.
|

Keadailan itu dari rakyat untuk rakyat... Sehingga PP 31E di beruruntukan sesuai dengan proposi pengahasilannya...
|

bagus...bagus.....lumayan bisa kurangin 12.5%
|

Menurut saya Pasal 31E menguntungkan dari tahun sebelumnya.
|

Kalau menurut saya dalam Pasal 31E ayat 1 untuk tahun 2010 lebih menguntungkan daripada sewaktu pada tahun 2009.
Karena ada penurunan dari 28% menjadi 25% |

Pasal 31E tidak dapat menyampaikan ke masyarakat/stakeholder dengan jelas apa yang dimaksud dalam pasal tersebut. Penafsiran historis untuk UKM tidak dapat kita tangkap di pasal tersebut. Karenanya pembuat UU (terutama DPR) jangan hanya menyalahkan fiskus dan wajib pajak jika terjadi kasus2 pajak. Sebagian besar kasus terjadi justru berawal dari lemahnya UU.
Mengenai penghasilan bruto dari bunga deposito dan keuntungan karena selisih kurs, pertanyaannya apakah penghasilan tersebut berasal dari kegiatan usaha? Memang tidak disebutkan adanya main income/other income, tetapi disebutkan “penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha”. Menurut Saya, penghasilan final yang dapat di masukkan dalam jumlah bruto untuk menghitung fasilitas Pasal 31 E terjadi jika wajib pajak melakukan lebih dari satu kegatan usaha yang terdiri dari final dan tidak final, misanya rekanan bendaharawan pemerintah yang bergerak dalam bidang konstruksi dan supplier. Terlepas dari itu, pengakuan penghasilan final dan bukan objek pajak untuk menghitung fasilitas Pasal 31E sesuai SE DJP No.SE-66/PJ/2010 saya fikir sangat tidak tepat. Bagaimana bisa Penghasilan bruto komersial (Penghasilan yang merupakan Objek Pajak, ditambah penghasilan bukan Objek dan penghasilan final) dijadikan dasar untuk menghitung PPh dari Penghasilan Kena Pajak (yang hanya dari penghasilan fiskal) ? |

disebutkan bahwa :
Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) UU PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, meliputi : * Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final; * Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan * Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. jelas tidak disebut istilah main income / other income.... klasifikasi penghasilan hanya ada tiga tersebut di atas, dan itu menurut saya bersifat luas, tidak hanya terkotak pada main income/ other income... sebagai catatan : penghasilan bunga deposito dikenakan PPh bersifat Final, maka masih masuk kategori di atas. begitu pula dengan keuntungan selisih kurs, dll..saya rasa tinggal memasukkan ke klasifikasi tiga penghasilan di atas.. |





pippo89:
sepertinya 2 fasilitas itu ditujukan untuk 2 pigak yang berbeda pasal 31E untuk UMKM sedangkan pasal 17(2)b untuk WP berskala besar |

dengan adanya resume penerapan pph pasal 31e
dari pak widodo, koridornya menjadi jelas untuk bisa melakukan planning dari jauh2 hari bagaimana perusahaan bersikap |

Pak Ari, UU PPh kan tidak mengharuskan pengkreditan PPh Pasal 23.
|

Bagaimana dengan fasilitas di tarif 17b? Apakah badan yg telah dapat fasilitas di 31E, juga berhak utk dapat fasilitas di 17b?
|

Setuju... Manfaatkan dengan maksimal fasilitas yang negara berikan ini. Asal mau jujur, kenapa musti takut pemeriksaan?
|

fasilitas ini memberi keuntungan lebih, dibanding kerugiannya
toh kalo pelaporan pajak jujur, kenapa harus takut pemeriksaan |

ini merupakan keuntungan bagi WP, tax saving bisa digunakan untuk pengembangan usaha. Masalah pemeriksaan pajak, kalau benar kenapa harus takut untuk diperika?
|

Pasal 31 E UU PPh dapat jadi stimulus untuk para Wajib Pajak, asal SPT dilaporkan dengan benar terutama laporan keuangan yang merupakan unsur dari SPT tersebut.
|

sigle rate memang kurang adil..
lebih baik apabila dibagi menjadi 3 level : besar, menengah, dan kecil... diskonnya menyesuaikan. |

Pasal 31E fasilitas yang diberikan oleh negara..
|

menurut saya : akan sangat bermanfaat dan membantu program pemerintah apabila berjalan dikoridor yang telah ditetapkan......
|

seharusnya Wajib Pajak semakin tertib dalam memenuhi kewajiban perpajakannya dengan fasilitas yang diberikan oleh pemerintah tersebut, laporkan seluruh penghasilan dan tidak ada penghasilan yang disembunyikan dalam SPT nya
|


jadi kesimpulannya menguntungkan atau bumerang????
|

menurut saya merugikan negara...
karena potongan pajaknya terlalu besar.... dan otomatis pendapatan negara menjadi sedikit..... dari 50 milyar pajaknya....dapat potongan spesial cm 50%... |

terima kasih pak
saya sependapat dengan pak akhmadmusyaffa, mungkin saya memang masih kurang memahami dengan baik artikel ini |

sangat bermanfaat sekali ....
karena artikel ini sangat mudah dipahami dan merupakan suatu ilmu /wasan bagi masyarakat khususnya para wajip pajak. |

masih bingung.. udah lama gak update peraturan sih... (karna udah pindah kerja jg dan gak ngurus pajak) tapi bagus buat nambah wawasan....
|

sangat bermanfaat buat nambah wawasan..
thanks |


terima kasih atas artikelnya yg sangat bermanfaat pak Arie. pada dasarnya penggunaan fasilitas Pasal 31E ayat (1) yang tidak dibatasi justru menguntungkan WP, sehingga ada keringanan dlm perhitungan PPh 29 yg hrs dibyr walaupun WP tersbut bukan UMKM.
|

begitu baca ni artikel awalnya agak bingung
tp setelah ngeliat UU nya dan penjelasannya jadi mudeng makasi |



klo dah hampir akhir tahun gimana solusinya pak??tahun 2009 kemaren perusahaan kami sudah mengalami lebih bayar...tahun 2010 ternyata tarif pajak turn jadi 25%...bakal repot menghadapi pemeriksaan lagi...
|

Artikelnya bagus pak dan sangat bermanfaat..
*terutama bagi saya yg blm begitu mengetahui Pasal 31E UU PPh ini.. Hheheheheh Tq atas info nya pak... :D |


bukankah ada persyaratan untuk mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) adalah perusahaan merugi selama 2 tahun???
untuk pengajuan pengurangan PPh pasal 25 biasanya sering di tolak, karena setiap KPP mempunyai beban untuk pendapatan dari penerimaan dari sektor pajak.seandainya ada pengajuan pengurangan PPh pasal 25 akan mempengaruhi penerimaan dari pajak yang telah di tetapkan di masing2 KPP... |

Jangan takut di priksa jika selama ini memang kita benar
|




izin menyimak..
|

Boleh minta contoh perhitungannya agar tidak bingung seperti sekarang ini. Terima kasih.
|


Apakah lebih bayar merupakan suatu petaka bagi WP? Tentu tidak, akan tetapi masi banyak WP yang tidak mw diperiksa oleh fiskus dan membuat SPT Tahunan KB padahal seharusnya LB. Banyak dorongan dari pihak ketiga yang membuat WP enggan untuk melapokan SPTnya LB. Padahal ketentuannya sudah jelas, tp pelaksanaannya yang tidak jelas. Salam Sejahtera
|

sepertinya yang dikuatirkan oleh wajib pajak adalah dampak pemeriksaan fiskus untuk keadaan lebih bayar. Padahal kalau memang pembukuan wajib pajak sudah benar dan sesuai ketentuan, ngapain takut sama pemeriksaan. Jadi pasal 31E ini menurut saya memang opsional secara dampak atas kegiatan usaha, terkait kegiatan dengan bendaharawan atau tidak.
|

saya fikir pasal 31E ini masi bersifat opsi .....
jadi intinya kriteria pasal 31 E masi melihat peredaran bruto diluar pajak final atau tidak ? trims |





Artike yang cukup bermanfaat..
Terima Kasih.. |





hmm...
|

Artikel ini sangat membantu bagi yang mengalami penurunan pendapatan
|

Kalau menurut pendapat saya untuk pendapatan bunga Deposito tidak termasuk sebagai penambah penghasilan Bruto, karena atas penghasilan bruto tersebut sudah dikenakan PPh Final sehingga di PPh badan tidak di kenakan lagi-Tks
|




kalau dilihat dari Surat Edaran Dirjen Pajak No. 66/PJ/2010 penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,pertanyaannya :
1. apakah pendapatan bunga deposito termasuk dalam kategori penambah penghasilan bruto sesuai SE tersebut ? karena pendapatan bunga deposito tergolong penghasilan yang bersifat final, 2. Dalam Surat Edaran Dirjen Pajak tersebut maka untuk batas peredaran bruto hanya untuk main business income (penghasilan utama). Sedangkan other income (penghasilan lain-lain) seperti pendapatan bunga deposito, keuntungan dari selisih kurs, keuntungan pengalihan harta dll tidak termasuk dalam kategori batasan penghasilan bruto. Seperti yang dikutip dalam artikel ini kalau saya lihat di SE tersebut tidak ada penekanan tentang main business income dan other income. mohon penjelasannya pak.. |




mantap..
|

oia satu lagi pak
apakah peraturan ini berlaku juga untuk perusahaan yang memiliki afiliasi atau keanggotaan atau kerjasama dengan pihak asing? mengingat peraturan ini tidak menyebutkan bahwa PMA mendapat fasilitas ini. Terima Kasih |

wah
terima kasih informasinya pak tapi ada yang mau saya tanyakan, kenapa ketika terjadi lebih bayar, perusahaan akan menjadi prioritas untuk pemeriksaan pajak ? |

pak dodo makasih pencerahannya... tapi saya msh belum dapat jawaban apakah fasilitas juga berlaku bagi WP PMA? terima kasih.
|

Wow... yang jadi pertanyaan saya adalah Apa maksud dari "Untung Atau Bumerang" ?.... Menurut saya, Wajib Pajak yang baik dan benar dalam pembukuannya tidak perlu takut untuk diperiksa, kalau memang benar kelebihan pembayaran pajaknya ya petugas pajak harus ngembalikan
|

artikel yang sangat bagusss
apalagi,, kalau di praktekan pasti sistem pajak akan mulai membaikk dan terorganisir dengan teratur |



Terima kasih atas pencerahannya Mas Dodo.
|

artikel yang baik. . .
|

sangan bermanfaat artikel saudara. . .
memang sih pph pasal 31E ini masih menjadi dilema beberapa perusahaan, karena ketika pihak perusahaan akan manggunakan sistem ini justru yang terjadi adalah timbulnya pemeriksaan oleh fiskus karena adanya lebih bayar pajak pada taun tersebut. |

memang aturan ini bisa menjadi bumerang bagi perusahaan yg bergerak di sektor jasa yang dipotong pph pasal 23 (kreditable) serta perusahaan yang melakukan impor barang terkait dengan usaha. seharusnya sosialisasi sejak terbitnya UU PPh dilakukan oleh DJP agar upaya permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 dan pembebasan pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak lain dapat dilakukan sejak awal.
|

pendapat yang luar biasa...
|

bagus... bagus...
|

artikel yang bermanfaat
|

yang jadi pertanyaan apakah pasal 31 UU Pph hanya untuk UMKM, bagaimana dengan Usaha Perkebunan Contohnya Kelapa sawit dan sejenisnya, jika memang ikut terkena imbasnya suatu hal yang sangat menarik untuk disimak karena pengurangan pajak berarti memberikan nilai plus bagi pengusaha untuk menambahkan penghasilan yang lebih memadai bagi pekerjanya di lingkup operasionalnya yang pada akhirnya menaikkan taraf hidup yang lebih berarti. jadi intinya saya tertarik jika hal itu berujung pada hal yang baik dan membahagiakan kita semua.
|



Menarik tulisannya.
Walaupun materinya simple, tapi manfaatnya besar, sehingga para WP bisa tahu lebih dalam mengenai mekanisme ini. Salute buat Pak Arie Widodo Mengenai Pemotongan PPh Pasal 23 sepertinya sudah diakomodir mengenai hal ini karena tarif PPh Pasal 23 sudah 2% untuk semua jasa (bagi WP ber NPWP) Untuk PPh Psal 22 Dalam Negeri tarifnya 1.5% dari total pengadaan dan bagi PPh Pasal 22 impor untuk mengindari lebih bayar, ada baiknya walaupun Usaha Kecil/Menengah sebaiknya memiliki API/APIT agar berhak mendapatkan tarif 2.5% dari nilai impor. Demikian sedikit informasi dari saya salam |


Seperti yang diceritakan oleh pak dodo, pasal 31E sangat menguntungkan bagi wajib pajak terutama bagi wajib pajak yang belum mempunyai omset besar, permasalahan yang terjadi dapat diatasi dengan langkah yang dilakukan diatas dan prosesnya juga tidak sulit asal sesuai dengan prosedur yang berlaku. Penelitian dan Pemeriksaan merupakan suatu hal yang berbeda dalam substantifnya, jadi lebih menguntungkan ketimbang dilakukan pemeriksaan.
|


kalo menurut saya ini sangatlah menguntungkan, adapaun kalo terjadi pemeriksaan bila terjadi lebih bayar, kalau memang penghitungan pajak dia sudah sesuai mengapa haus jadi bumerang?
thanx and salam............. |



Saya kok kurang setuju sepenuhnya dg pendapatan anda ttg peredaran bruto yg hanya untuk main bussiness saja, kalo kita tonton konsep awal penghasilan kan selalu segala penghasilan yg menambah nilai ekonomis ...dst, artinya ya pasti seluruh jenis penghasilan utama dan sampingan....
|

Saya kira Pasal 31E ini cukup bagus untuk diterapkan karena lebih berpihak dan memancing pertumbuhan UKM di Indonesia. Namun jika WP tersebut ternyata lebih bayar, apakah lebih baik dia melakukan restitusi atau dikompensasikan u/ thn di depan, mengingat di atas dibahas mengenai tax saving sbsr 14%. Terima kasih.
|


hanya mengingatkan bahwa kita sebagai WP harus menyadari dan mengetahui dg jelas apa hak, kewajiban dan kosekuensinya.
Saran utk para WP, kenali dan ketahui "PAJAK" mulai sekarang dengan baik dan jelas. tak kenal maka tak sayang |




artikel ini sangat membantu sekali memahami pasal tersebut. Sebaiknya untuk lebih bayar yang sudah jelas penyebabnya tidak menjadi prioritas pemeriksaan. Terima kasih buat penulis.
|


Info ini sangatlah membantu, khususnya bagi WP yg blm mengerti mengenai Ps.31 E UU PPh.
btw, ada kutipan dari Penulis sbb : "Meskipun terkesan terlambat menerbitkan, ketentuan tersebut setidaknya bisa menjawab sebagian keraguan dari beberapa pertanyaan yang muncul di kalangan Wajib Pajak." Kenapa bisa sampai terjadi seperti ini ? |


Suatu informasi yang bermanfaat.... apapun hak yang terdapat dalam UU harus diklaim, misalnya terdapat fasilitas pengurangan pembayaran pajak tahun berjalan baik dengan SKB maupun pengurangan yang lain (angsuran)...manfaatkan semaksimal mungkin.
|


menarik sekali, namun alangkah baik jika pengurangan tarif 50% (pasal 31E) terus disosialisasikan ke wp krn jurjur aja masih belum begitu banyak wp yg mengetahui
|

ulasan yang menarik buat sy selaku mahasiswa, mungkin untuk kedepannya WP harus mengoptimalkan manajemen pajak yang baik agar terhindar dari pemeriksaan pajak yang berujung pada banyaknya waktu dan materi yang tersita....terimakasi buat ulasan yang disertai dengan solusi.keep going
|


Ulasan Pak Arie tsb bagus, hanya agak terlambat, karena dalam kenyataan masih banyak WP yang harusnya menerapkan fasilitas psl 31 E tetapi tidak tahu sehingga SPT tahunan tahun 2009 tidak menerapkan fasilitas psl 31 E tsb.
Sehingga kalau dihitung dengan benar pasti akan lebih bayar. Jadi solusi nya apa , karena pasti akan diperiksa. mungkin ada pendapat atau saran untuk para WP supaya terhindar dari pemeriksaan. |




Penelitian dengan Pemeriksaan hanya beda tipis, pada prakteknya kalau diadakan penelitian maka kepada WP juga dimintakan data laporan keuangan ( sama seperti pada waktu pemeriksaan ).
|

Apakah boleh pada SPT tahunan hanya dilaporkan Penghasilan Lain-Lain saja tanpa Penghasilan Utama ?? Karena pengertian lain-lain harus ada utamanya dulu baru ada yang lain ??
Ps.4 (1) UU PPh menyebutkan bahwa Penghasilan Lain-Lain seperti pembebasan utang dan hadiah, selain dari ini contoh lainnya apa ya ?? |

untuk pak Bob
penghasilan utama adalah penghasilan yang diterima/diperoleh dari kegiatan usaha perusahaan. Sedangkan penghasilan tidak utama adalah penghasilan dari luar kegiatan usaha. Hal tersebut dijelaskan di penjelasan pasal 4 ayat (1) UU PPh. Yaitu penghasilan terdiri dari 4 jenis yaitu: penghasilan dari pekerjaan, penghasilan dari usaha dan kegiatan, penghasilan dari modal, dan penghasilan lain-lain |

kalau menurut saya, solusi yang ditawarkan pak Arie cost compliance yang akan timbul lebih sedikit ketimbang harus dilakukan Pemeriksaan di akhir tahun
toh permohonan penghapusan PPh hanya bersifat penelitian saja dan kantor pajak harus memberikan keputusan dalam jangka waktu 1 bulan hal ini tidak serumit ketika dilakukan pemeriksaan pajak yang mencakup seluruh aspek perpajakan (PPh,PPN,PBB dll) |




Solusi menghindari kelebihan bayar PPh 25 yang disampaikan pak Arie dengan mengajukan permohonan penghapusan potongan PPh dan pengurangan angsursan PPh 25 beresiko karena KPP juga akan melakukan pemeriksaan pajak
|





Apapun ceritanya...menurut saya Ps 31E sangat menguntungkan bagi WP terlepas dari resiko spt yg disampaikan di atas. Dan resiko itu pun Bpk Arie Widodo pun sdh kasih solusi..
|

Apa yang dimaksud dengan Penghasilan Utama dan Bukan Penghasilan Utama ? Dasar hukumnya ?
|