Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Lain-lain › PP No. 23 Tahun 2018
Rekan-rekan sekalian, apakah sudah ada yang mendapatkan peraturan tentang UMKM yang baru PP no.23/2018.
Jika sudah ada yang punya, tolong dishare dong.
Sebelumnya terima kasih banyak, saya ucapkan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 23 TAHUN 2018
IENTANG
PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA
ATAU DiPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk mendorong masyarakat berperan serta
dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan
kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk jangka
waktu tertentu, perlu mengganti Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal
4 ayat (2) huruf e dan Pasal L7 ayat (7) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO8 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan
Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;
b.
MengingatMengingat
R E P u J.Tot
t,',?5|
* u
=,
o
-2-
: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2OOB tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor a893);
MEMUTUSKAN:
MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU
DIPEROLEH WAJiB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN
BRUTO TERTENTU.
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1983 tentang Pajak Penghasiian.
2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender
kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun kalender.
3. Pemotong atau Pemungut Pajak adalah Wajib Pajak yang
dikenai kewajiban untuk melakukan pemotongan
dan/atau pemungutan pajak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang Pajak
Penghasilan.
Pasal 2(1)
(2)
(3)
PRES I DEN
REPUELIK INDONESIA
3-
Pasai 2
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto
tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final
dalam jangka waktu tertentu.
Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebesar O,1yo (nol koma lima
persen).
Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan
bebas;
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar
negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di
luar negeri;
c. penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang
terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,
konsultan, notaris, PPAT, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak,
bintang film, bintang sinetron, bintang iklan,
sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh,
dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
{4)
f. agenf.
o
b'
h.
i.
j.
k.
PRES ! DEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
agen iklan;
pengawas atau pengelola proyek;
perantara;
petugas penjaja barang dagangan;
agen asuransi;
distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau
penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya.
Pasal 3
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang
dikenai Pajak Penghasilan final sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
a. Wajib Pajak orang pribadi; dan
b. Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, firma, atau perseroan terbatas,
yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00
(empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu)
Tahun Pajak.
Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dalam hal:
a. Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan
berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1)
huruf a, Pasal 17 ayat (2a1, atau Pasal 31E UndangUndang Pajak Penghasilan;
b. Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan
komanditer atau firma yang dibentuk oleh beberapa
Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian
khusus menyerahkan jasa sejenis dengan jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (41;
c. Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak
Penghasilan berdasarkan :
1. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan;
atau
(1)
(2)
2. Peraturan(3)
(4)
(s)
(1)
(2)
FRES IDEN
REPIJBLIK INDONESIA
5-
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010
tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun
Berjalan beserta perubahan atau penggantinya;
dan
d. Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
a, wajib menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur
Jenderal Pajak.
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk
Tahun Pajak – Tahun Pajak berikutnya tidak dapat
dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan
Pemerintah ini.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberitahuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Menteri Keuangan.
Pasal 4
Besarnya peredaran bruto tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) merupakan jumlah
peredaran bruto dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak
terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan, yang
ditentukan berdasarkan keseluruhan peredaran bruto
dari usaha, termasuk peredaran bruto dari cabang.
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suamiisteri yang:
a. menghendaki perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan secara tertulis; atau
b. isterinya menghendaki memilih untuk menjalankan
hak dan kewajiban perpajakannya sendiri,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal B ayat (2) huruf b
dan huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan,
besarnya peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditentukan berdasarkan penggabungan
peredaran bruto usaha dari suami dan isteri.
Pasal 5(1)
PRES IDEN
REPUELIK INDONESIA
6-
Pasal 5
Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan
yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) yaitu paling lama:
a. 7 (tujuh) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
b. 4 (empat) Tahun Pajak bagi WEib Pajak badan
berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, atau
firma; dan
c. 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan
berbentuk perseroan terbatas.
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terhitung sejak:
a. Tahun Pajak Wajib Pajak terdaftar, bagi Wajib Pajak
yang terdaftar sejak berlakunya Peraturan
Pemerintah ini, atau
b. Tahun Pajak beriakunya Peraturan Pemerintah ini,
bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar sebelum
berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 6
Jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (11 setiap
bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang
digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang
bersifat final.
Peredaran bruto yang dijadikan dasar pengenaan pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum
dikurangi potongan penjualan, potongan tunai, dan/atau
potongan sejenis.
Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikalikan
dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (i).
(21
(1)
(21
(3)
Pasal 7(1)
(2)
(2)
(3)
(1)
PRES I DEN
REPUBLIK INDONESIA
7-
Pasal 7
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1) yang peredaran brutonya pada Tahun Pajak berjalan
telah melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah), atas penghasilan dari usaha
tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) sampai dengan akhir
Tahun Pajak bersangkutan.
Atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh pada
Tahun Pajak – Tahun Pajak berikutnya oleh Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a,
Pasal 17 ayat (2a), atau Pasal 3lE Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
Pasal B
Pajak Penghasilan terutang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 ayat (3) dilunasi dengan cara:
a. disetor sendiri oleh Wajib Pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu; atau
b. dipotong atau dipungut oleh Pemotong atau
Pemungut Pajak dalam hal Wajib Pajak
bersangkutan melakukan transaksi dengan pihak
yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut
Pajak.
Penyetoran sendiri Pajak Penghasilan terutang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib
dilakukan setiap bulan.
Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak
untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkandear rekan,
setelah jangka waktu pp 23/2018 ini berakhir untuk OP. setelah 7 tahun apakah OP harus melakukan kewajiban perpajakan dgn tarif biasa (Pasal 17) ?
- Originaly posted by yaqi ahmed:
dear rekan,
setelah jangka waktu pp 23/2018 ini berakhir untuk OP. setelah 7 tahun apakah OP harus melakukan kewajiban perpajakan dgn tarif biasa (Pasal 17) ?
tentu saja. berdoa sebelum tujuh tahun ada revisi undang undang wkwkwkw
Apakah kita harus mengajukan penurunan tarif dari 1% ke 0,5% ke KPP setempat atau langsung ?
yg wajib mengajukan permohonan apakah yg pakai tarif 0,5% atau tarif biasa?
dan kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli- Originaly posted by coldwiwid:
yg wajib mengajukan permohonan apakah yg pakai tarif 0,5% atau tarif biasa?
yg kena 0.5% tapi memilih pakai tarif biasa
Originaly posted by coldwiwid:dan kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli
masa juli 2018
numpang tanya
Di pasal 8 (3) dibilang : Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan
terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib dilakukan oleh Pemotong atau Pemungut Pajak untuk setiap transaksi dengan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
Peraturan Pemerintah ini.di pasal 9 (1) dibilang : Dalam hal Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini bertransaksi dengan Pemotong atau Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan surat keterangan kepada Direktur Jenderal Pajak.
1. berarti surat keterangan ini wajib diajukan oleh wp ya ?
2. apakah pihak pemotong ini termasuk pihak swasta badan yang melakukan pemotongan pph 23,4(2),22 dsb ?
3. berarti kalau transaksi dengan pemotong, akan selalu dipotong pph sebesar 0,5% ya ? lalu kalau dipotong, nanti wp dapet apa ? bukti penyetoran ?terima kasih
masih banyak lah pertanyaannya, lagi2 pertanyaan yg akan rame itu adalah utk wp yg baru terdaftar setelah 1 juli 2018 itu pake pp 23 atau pake pph 25??
hehehe…
kapan mulai berlaku.. apakah u. masa pajak juli?apakah sudah ada juklak dari dirjen pajak
Rekan sekalian di PP ini untuk pasal 3 ayat (2) huruf a itu maksudnya seperti apa ya?
- Originaly posted by hamter:
1. berarti surat keterangan ini wajib diajukan oleh wp ya ?
ini konteksnya SKB
Originaly posted by hamter:2. apakah pihak pemotong ini termasuk pihak swasta badan yang melakukan pemotongan pph 23,4(2),22 dsb ?
yup
Originaly posted by hamter:3. berarti kalau transaksi dengan pemotong, akan selalu dipotong pph sebesar 0,5% ya ? lalu kalau dipotong, nanti wp dapet apa ? bukti penyetoran ?
bukan.. maksudnya adalah jika anda perusahaan jasa yang kegiatan utamanya adalah memberikan jasa, biasanya kan dipotong PPh 23 tuh. dan karena anda perusahaan final yang membayar 0,5% karena omset tidak lebih dari 4,8M pertahun, maka pada saat pelaporan SPT Badan, bukti potong yang anda terima tidak terpakai, karena kalau terpakai akan jadi lebih bayar, oleh sebab itu bisa diajukan SKB (surat keterangan bebas PPh 23,22) jadi transaksi jasa yang anda lakukan tidak terutang PPh 23 lagi. bukan maksudnya tiap transaksi dipotong 0,5%, itu salah
Apakah peraturan ini juga berlaku untuk peredaran bruto (dibawah 4,8 M) usaha pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang sudah dikenai tarif pph final berdasarkan PP 34 tahun 2016 ?
- Originaly posted by hanaatika:
Apakah peraturan ini juga berlaku untuk peredaran bruto (dibawah 4,8 M) usaha pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang sudah dikenai tarif pph final berdasarkan PP 34 tahun 2016 ?
tidak.. penjualan tanah dan bangunan tidak terutang PP 23 ini