Media Komunitas Perpajakan Indonesia Forums PPh Orang Pribadi Perbedaan OPPT dengan PP46

  • Perbedaan OPPT dengan PP46

     silvia123 updated 9 years, 6 months ago 11 Members · 30 Posts
  • silvia123

    Member
    8 August 2014 at 9:52 am
  • silvia123

    Member
    8 August 2014 at 9:52 am

    hi ..semua

    mengapa masih ada oppt bukankah semuanya sudah masuk pp46 kecuali tenaga ahli. (untuk OP).?

    Mohon penjelasan para master..?

    thanks

  • priadiar4

    Member
    8 August 2014 at 10:08 am

    OPPT jika omsetnya sudah melebihi 4.8 M

  • ktfd

    Member
    12 August 2014 at 12:04 pm
    Originaly posted by priadiar4:

    OPPT jika omsetnya sudah melebihi 4.8 M

    lha sebelum pp 46 kok termasuk wp oppt meski di bawah 4,8 milyar???

  • BOB Mar

    Member
    12 August 2014 at 2:19 pm

    maaf rekan OPPT singkatan dari apa ya?

  • priadiar4

    Member
    12 August 2014 at 2:42 pm
    Originaly posted by BOB Mar:

    maaf rekan OPPT singkatan dari apa ya?

    KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
    DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
    __________________________________________________ __________________________________________
    12 Juli 2010

    SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
    NOMOR SE – 77/PJ/2010

    TENTANG

    PENGAWASAN ATAS PELAKSANAAN PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
    BAGI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU

    DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

    Sehubungan dengan telah ditetapkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang
    Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu,
    dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

    1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP OPPT) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang
    melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat
    usaha.

    2. Pedagang Pengecer sebagaimana dimaksud pada butir 1 adalah orang pribadi yang melakukan:
    a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
    b. penyerahan jasa,
    melalui suatu tempat usaha.

    3. WP OPPT wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi setiap
    tempat usaha di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi tempat usaha tersebut
    (diterbitkan NPWP cabang) dan di KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak.

    4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 3 juga berlaku dalam hal tempat usaha dan tempat tinggal
    WP OPPT berada dalam wilayah kerja KPP yang sama.

    5. Dalam hal tempat tinggal WP OPPT sekaligus juga merupakan tempat usaha WP OPPT, terhadap WP
    OPPT tersebut hanya diterbitkan NPWP domisili (tidak perlu diterbitkan NPWP cabang).

    6. Besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 untuk WP OPPT ditetapkan sebesar 0,75% dari
    jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.

    7. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada butir 6 dilakukan melalui Bank
    Persepsi atau Bank Devisa Persepsi atau Kantor Pos Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran
    Pajak yang mencantumkan NPWP dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir
    3 dan butir 4.

    8. Pembayaran angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada butir 7 merupakan kredit pajak atas
    Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak yang bersangkutan.

    9. WP OPPT yang melakukan pembayaran angsuran PPh Pasal 25 dan Surat Setoran Pajaknya telah
    mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, dianggap telah menyampaikan Surat
    Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 ke KPP sesuai dengan tanggal validasi yang tercantum pada Surat
    Setoran Pajak.

    10. WP OPPT dengan jumlah angsuran PPh Pasal 25 Nihil atau yang melakukan pembayaran tetapi tidak
    mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara, tetap harus menyampaikan Surat
    Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    11. Dalam hal WP OPPT tidak melakukan usaha sebagai Pedagang Pengecer di tempat tinggalnya maka WP
    OPPT tersebut tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 di KPP yang wilayah
    kerjanya meliputi tempat tinggal.

    12. Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang sebelumnya tidak termasuk WP OPPT tapi berdasarkan
    Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 termasuk sebagai WP OPPT maka angsuran
    PPh Pasal 25 sejak Masa Pajak Juli 2010 mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 6.

    13. Pembayaran PPh Pasal 25 yang dilakukan:
    a. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran tetapi belum melewati batas akhir pelaporan, dikenai
    sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-
    Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
    telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009; atau
    b. setelah tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa
    bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) dan denda sebagaimana dimaksud dalam
    Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 16 Tahun 2009.

    14. WP OPPT yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal
    jatuh tempo pelaporan, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
    ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
    sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.

    15. Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban PPh Pasal 25 WP OPPT, dengan ini
    ditegaskan hal-hal sebagai berikut:
    a. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat usaha WP OPPT harus melakukan:
    1) sosialisasi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang
    Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
    Pengusaha Tertentu;
    2) penyisiran tempat-tempat usaha yang memenuhi kriteria WP OPPT di wilayah kerjanya
    masing-masing ;
    3) himbauan kepada WP OPPT untuk melaksanakan kewajiban pembayaran angsuran PPh
    Pasal 25 WP OPPT dengan format Surat Himbauan sebagaimana lampiran Surat Edaran
    Direktur Jenderal Pajak ini;
    4) penerbitan STP kepada WP OPPT yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
    PPh Pasal 25 sampai dengan tanggal jatuh tempo pelaporan untuk menagih sanksi
    administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
    Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
    Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
    Nomor 16 Tahun 2009;
    5) pengiriman alat keterangan atas pembayaran angsuran PPh Pasal 25 WP OPPT selama
    1 (satu) Tahun Pajak kepada KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP
    OPPT.
    b. KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP OPPT melakukan equalisasi terhadap
    alat keterangan yang diterima dengan data SPT Tahunan PPh WP OP yang disampaikan WP OPPT
    yang bersangkutan.
    c. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak diminta untuk melakukan pengawasan atas
    pelaksanaan Pengenaan PPh Pasal 25 Bagi WP OPPT oleh KPP yang berada di wilayah kerjanya.

    Demikian untuk menjadi perhatian dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

    Ditetapkan di Jakarta
    Pada tanggal 12 Juli 2010
    Direktur Jenderal,

    ttd.

    Mochamad Tjiptardjo
    NIP 195104281975121002

    Tembusan:
    1. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak
    2. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal pajak
    3. Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan

  • Siswadi78

    Member
    20 August 2014 at 8:53 am

    jadi kesimpulannya apa nih om priadiar4

  • priadiar4

    Member
    20 August 2014 at 9:16 am
    Originaly posted by siswadi78:

    jadi kesimpulannya apa nih om priadiar4

    0,75%–> melebihi 4.8 M
    1% –> tidak melebihi 4.8 M

  • andrydermawanto

    Member
    20 August 2014 at 11:26 am
    Originaly posted by priadiar4:

    1% –> tidak melebihi 4.8 M

    ini tentunya dengan memperhatikan kondisi tahun sebelumnya ya rekan?? kalau dibawah 4.8M kondisi tahun sebelumnya.

  • priadiar4

    Member
    20 August 2014 at 11:30 am
    Originaly posted by andrydermawanto:

    ini tentunya dengan memperhatikan kondisi tahun sebelumnya ya rekan?? kalau dibawah 4.8M kondisi tahun sebelumnya.

    super sekali..

  • wrmhswr

    Member
    20 August 2014 at 1:21 pm

    tambahan, walaupun tidak melebihi 4,8M juga bisa masuk OPPT, dalam hal OP tersebut melakukan pekerjaan bebas.

  • priadiar4

    Member
    20 August 2014 at 2:53 pm
    Originaly posted by wrmhswr:

    tambahan, walaupun tidak melebihi 4,8M juga bisa masuk OPPT, dalam hal OP tersebut melakukan pekerjaan bebas.

    super duper sekali..

  • priadiar4

    Member
    23 September 2014 at 1:45 pm
    Originaly posted by alifha:

    Yang menentukan kita oppt atau make pp 46 sapa rekan?atau ada kriteria ngak rekan?

    ya sesuai ketentuan, lihat contohnya di PMK 107/2013

  • dharmawan a

    Member
    23 September 2014 at 3:33 pm
    Originaly posted by priadiar4:

    0,75%–> melebihi 4.8 M
    1% –> tidak melebihi 4.8 M

    yang 0,75 % tidak final (Ps. 25)
    dan yg 1 % final (Ps. 4 ayat (2).

    apa benar pak Pri ?

  • priadiar4

    Member
    23 September 2014 at 3:44 pm
    Originaly posted by dharmawan a:

    apa benar pak Pri ?

    yup

Viewing 1 - 15 of 30 replies

Original Post
0 of 0 posts June 2018
Now