Pencetus |
Pendapat |
Nha
    Senior
Location : Jakarta.
Joined : 12 Feb 2009.
Posts : 351.
|
27 Aug 2010 14:04
Dear Rekan ortax,,
Perusahaan kami melakukan transaksi dengan perusahaan luar negeri misalkan X ltd dan X ltd ini memiliki kantor perwakilan di indonesia yaitu PT X. Perusahaan kami menggnakan jasa dan memperoleh invoice serta membayarkannya langsung ke X Ltd namun jasa tersebut di lakukan di indonesia dan dilakukan oleh orang indonesia. atas pembayaran jasa tersebut apakah terutang pph pasal 23 atau pph pasal 26
|
sammi
     Genuine
Location : Jakarta.
Joined : 22 Apr 2010.
Posts : 1519.
|
27 Aug 2010 14:10
pph pasal 26 karena transaksi dan pembayarannya ke luar negeri.
|
junjungansitohang
     Genuine
Location : Jakarta.
Joined : 30 Dec 2009.
Posts : 5662.
|
27 Aug 2010 21:25
pph 23 karena memiliki kantor perwakilan di Indonesia
salam
|
| |
hanif
     Genuine
Location : Padang Dan Semarang.
Joined : 05 Nov 2007.
Posts : 20396.
|
27 Aug 2010 22:22
karena transaksinya adalah dengan pihak LN, merupakan objek PPh 26. Namun demikian, PPh 26 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak oleh BUTnya di Indonesia. Sebab, jasa yang sama juga disediakan oleh BUTnya tersebut
Salam
|
dennykasan
    Senior
Location : Jakarta.
Joined : 07 Jul 2010.
Posts : 478.
|
27 Aug 2010 22:38
Originaly posted by Nha: Perusahaan kami melakukan transaksi dengan perusahaan luar negeri misalkan X ltd Originaly posted by Nha: Perusahaan kami menggnakan jasa dan memperoleh invoice serta membayarkannya langsung ke X Ltd Dari kedua poin diatas jelas bahwa transaksi ini merupakan objek PPh ps 26... Originaly posted by hanif: Namun demikian, PPh 26 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak oleh BUTnya di Indonesia. Sebab, jasa yang sama juga disediakan oleh BUTnya tersebut kredit pajak atas apa rekan? transaksi terjadi antara X Ltd dan PT ABC (Indonesia), sedangkan BUT (X Ltd di Indonesia) hanya sebagai perantara saja...
|
hanif
     Genuine
Location : Padang Dan Semarang.
Joined : 05 Nov 2007.
Posts : 20396.
|
27 Aug 2010 22:54
Penjelasan Ayat (5) UU No. 36 Tahun 2008
Pada prinsipnya pemotongan pajak atas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final, tetapi atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c, dan atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Contoh:
A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai Wajib Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja tersebut diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2009.
Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah dari Wajib Pajak luar negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2009 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh PT B.
Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2009, Pajak Penghasilan Pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak A sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
"Pasal 5 UU No. 10 Tahun 1994 (1) Yang menjadi Obyek Pajak bentuk usaha tetap adalah :
1. penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; 2. penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; 3. penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud.
Penjelasan Pasal 5 UU No. 10 tahun 1994 Pasal 5
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dikenakan pajak di Indonesia melalui bentuk usaha tetap tersebut.
Ayat (1)
Huruf a
Bentuk usaha tetap dikenakan pajak atas penghasilan yang berasal dari usaha atau kegiatan dan dari harta yang dimiliki atau dikuasainya. Dengan demikian semua penghasilan tersebut dikenakan pajak di Indonesia.
Huruf b
Berdasarkan ketentuan ini penghasilan kantor pusat yang berasal dari usaha atau kegiatan, penjualan barang dan pemberian jasa, yang sejenis dengan yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap, karena pada hakekatnya usaha atau kegiatan tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha atau kegiatan dan dapat dilakukan oleh bentuk usaha tetap.
Usaha atau kegiatan yang sejenis dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap, misalnya terjadi apabila sebuah bank di luar Indonesia yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia, memberikan pinjaman secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada perusahaan di Indonesia.
Penjualan barang yang sejenis dengan yang dijual oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat di luar negeri yang mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia menjual produk yang sama dengan produk yang dijual oleh bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada pembeli di Indonesia.
Pemberian jasa oleh kantor pusat yang sejenis dengan jasa yang diberikan oleh bentuk usaha tetap, misalnya kantor pusat perusahaan konsultan di luar Indonesia memberikan konsultasi yang sama dengan jenis jasa yang dilakukan bentuk usaha tetap tersebut secara langsung tanpa melalui bentuk usaha tetapnya kepada klien di Indonesia.
Huruf c Penghasilan seperti dimaksud dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat dianggap sebagai penghasilan bentuk usaha tetap di Indonesia, apabila terdapat hubungan efektif antara harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dengan bentuk usaha tetap tersebut. Misalnya, X Inc. menutup perjanjian lisensi dengan PT. Y untuk mempergunakan merk dagang X Inc. Atas penggunaan hak tersebut X Inc. menerima imbalan berupa royalti dari PT. Y. Sehubungan dengan perjanjian tersebut X Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT. Y melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dalam rangka pemasaran produk PT. Y yang mempergunakan merk dagang tersebut.
Dalam hal demikian, penggunaan merk dagang oleh PT. Y mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usaha tetap di Indonesia, dan oleh karena itu penghasilan X Inc. yang berupa royalti tersebut diperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap. Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3)
Huruf a
Biaya-biaya administrasi yang dikeluarkan oleh kantor pusat sepanjang digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap di Indonesia, boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap tersebut. Jenis serta besarnya biaya yang boleh dikurangkan tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Huruf b dan huruf c Pada dasarnya bentuk usaha tetap merupakan satu kesatuan dengan kantor pusatnya, sehingga pembayaran oleh bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya, seperti royalti atas penggunaan harta kantor pusat, merupakan perputaran dana dalam satu perusahaan. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan ini pembayaran bentuk usaha tetap kepada kantor pusatnya berupa royalti, imbalan jasa, dan bunga tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap. Namun apabila kantor pusat dan bentuk usaha tetapnya bergerak dalam bidang usaha perbankan, maka pembayaran berupa bunga pinjaman dapat dibebankan sebagai biaya.
Sebagai konsekuensi dari perlakuan tersebut, pembayaran-pembayaran yang sejenis yang diterima oleh bentuk usaha tetap dari kantor pusatnya tidak dianggap sebagai Obyek Pajak, kecuali bunga yang diterima oleh bentuk usaha tetap dari kantor pusatnya yang berkenaan dengan usaha perbankan.
|
dennykasan
    Senior
Location : Jakarta.
Joined : 07 Jul 2010.
Posts : 478.
|
27 Aug 2010 23:13
mantab penjelasan rekan hanif.. thanks...
|
junjungansitohang
     Genuine
Location : Jakarta.
Joined : 30 Dec 2009.
Posts : 5662.
|
28 Aug 2010 03:29
Rekan sammi dan rekan Hanif, kok saya cenderung ke PPh 23 ya??
Mencoba berpendapat: PT. X diatas merupakan perwakilan asing dari X.ltd. Asumsi saya PT. X ini merupakan BUT karena berstatus Badan (PT).
Objek pajak BUT diantaranya:pasal 5 ayat 1 huruf B UU PPh - no 36 th 2008, adalah: penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia.
Pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada X.ltd merupakan penghasilannya kantor pusat. Berhubung PT. X (BUT) merupakan perwakilannya X.ltd di Indonesia maka saya berasumsi usaha atau kegiatan yang dijalankan X.ltd adalah ruang lingkup usaha PT.X (BUT) dan PT.X (BUT) dapat menjalankan usaha seperti tersebut. Dengan demikian pembayaran yang dilakukan perusahaan kepada X.ltd. dianggap juga penghasilannya PT. (BUT) sesuai isi pasal 5.
Walaupun perusahaan membayar ke X.ltd namun pemotongan pphnya dilakukan melalui NPWPnya PT.X (BUT). PPh tersebut adalah pasal 23.
Demikianlah rekan-rekan
Mohon koreksi
Salam
|
hanif
     Genuine
Location : Padang Dan Semarang.
Joined : 05 Nov 2007.
Posts : 20396.
|
28 Aug 2010 04:13
Originaly posted by junjungansitohang: Rekan sammi dan rekan Hanif, kok saya cenderung ke PPh 23 ya?? he he he berbeda pendapat itu sangat wajar rekan junjungan... Tapi untuk kasus ini saya yakin adalah Objek PPh Pasal 26 Pe De nih....he he he Dasarnya : Transaksi dilakukan dengan pihak LN. Hal ini sangat lazim di Indonesia. Sebab, kata orang nih, orang indonesia itu "luar negeri Minded". Sehingga lebih cendrung untuk bertransaksi dengan pihak asing. Walau sebenarnya orang indonesia atau BUT SP LN juga menyediakan jasa yang sama dengan kantor pusatnya di LN. Saat pemberian jasa, terlepas dari apakah nantinya akan dilakukan oleh pihak asing langsung atau dilaksanakan oleh BUTnya di Indonesia atau dibantu oleh BUTnya di Indonesia, namun karena transaksi dilakukan dengan pihak asing dan pembayarannya juga langsung kepada pihak asing, tidak ada dasar bagi pemotong pajak untuk menerapkan ketentuan PPh Pasal 23. Sebab, bukti transaksi atau penerimanya adalah pihak asing. Dengan demikian harus dipotong PPh Pasal 26 dengan tarif 20% atau sesuai tax treaty. PPh Pasal 26 yang telah dipotong tersebut tidak final karena BUT dari perusahaan asing tersebut juga menyediakan jasa yang sama. Dengan demikian, PPh Pasal 26 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak bagi BUTnya setelah menggabungkan penghasilan yang telah dipotong PPh Pasal 26 tersebut dengan penghasilan BUT itu sendiri di Indonesia. Demikian rekan junjungan.... Mohon koreksinya Salam
|
hanif
     Genuine
Location : Padang Dan Semarang.
Joined : 05 Nov 2007.
Posts : 20396.
|
28 Aug 2010 04:20
Originaly posted by junjungansitohang: Walaupun perusahaan membayar ke X.ltd namun pemotongan pphnya dilakukan melalui NPWPnya PT.X (BUT) rasanya ini tidak disebutkan oleh rekan Nha, rekan junjungan.... Salam
|