Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 399/KMK.01/1996

Kategori : Lainnya

Gudang Berikat


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 399/KMK.01/1996

TENTANG

GUDANG BERIKAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat, dipandang perlu untuk mengatur ketentuan tentang Gudang Berikat dengan Keputusan Menteri Keuangan;


Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 (Lembaran Negara Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
  3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3264), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 61, Tambahan Lembaran
    Negara Nomor 3568);
  4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1996 tentang Pengenaan Sanksi Administrasi Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3627);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3638);

 


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG GUDANG BERIKAT.



BAB I

KETENTUAN UMUM


Pasal 1


Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang di dalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label, pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor untuk tujuan dimasukkan ke Daerah Pabean Indonesia lainnya, Kawasan Berikat, atau reekspor tanpa adanya pengolahan.
  2. Barang atau Peralatan adalah barang yang dipergunakan oleh Penyelenggara Gudang Berikat dalam rangka pembangunan/konstruksi Gudang dan peralatan atau perlengkapan yang diperlukan seperti generating set, air conditioner, atau peralatan listrik lainnya.
  3. Penyelenggara Gudang Berikat (PGB) adalah Perseroan Terbatas atau koperasi yang memiliki, menguasai, mengelola, dan menyediakan sarana dan prasarana guna keperluan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha di Gudang Berikat yang diselenggarakannya berdasarkan izin untuk menyelenggarakan Gudang Berikat.
  4. Pengusaha padsa Gudang Berikat (PPGB) adalah Perseroan Terbatas atau koperasi yang nyata-nyata melakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan, pemberian merek/label. pemotongan, atau kegiatan lain dalam rangka fungsinya sebagai pusat distribusi barang-barang asal impor di Gudang Berikat.
  5. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  6. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  7. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi Gudang Berikat yang bersangkutan.
  8. Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  9. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu.



Pasal 2


Barang dan peralatan yang digunakan dalam rangka pembangunan dan kegiatan Gudang Berikat (GB) yang di impor oleh PGB diberikan penangguhan bea masuk, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22.



Pasal 3

(1)

Barang atau bahan asal impor yang dimasukkan ke GB oleh PPGB diberikan fasilitas berupa penangguhan bea masuk, pembebasan cukai, tidak dipungut PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22.

(2)

Barang atau bahan asal impor yang dimasukkan ke GB dengan tujuan untuk dikonsumsi di dalam GB, dikenakan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.



Pasal 4

(1)

PPGB dalam melakukan kegiatannya harus berstatus importir dari barang impor yang ditimbun di dalam GB yang dikelolanya.

(2)

Untuk keperluan pengeluaran barang impor dari GB, PPGB dapat menerbitkan invoice atas nama perusahaannya berdasarkan harga transaksi.



Pasal 5

Perusahaan yang dapat diberikan izin sebagai PGB dan PPGB adalah perusahaan :

  1. Dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN);
  2. Dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA), baik yang sebagian atau seluruh modal sahamnya dimiliki oleh peserta asing;
  3. Non PMA/PMDN yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT); atau
  4. Koperasi.

 


BAB II

PERIZINAN


Bagian Pertama

Penyelenggaraan Gudang Berikat


Pasal 6

(1)

Penetapan suatu bangunan, tempat, atau kawasan sebagai GB diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri kepada PGB dengan menerbitkan izin penyelenggaraan GB.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan menggunakan formulir BC-GB-1 sebagaimana contoh dalam Lampiran I dengan melampirkan :
  1. Foto copy Izin Usaha dari instansi teknis terkait;
  2. Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
  3. Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan GB yang telah mendapatkan izin Pemda setempat
  4. Foto copy penetapan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) serta foto copy SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
  5. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang dibuat oleh Kepala Kantor.
(3)

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan setelah pengusaha yang bersangkutan mempersiapkan lahan/bangunan dengan batas-batas yang jelas serta sarana lain yang diperlukan.

(4)

Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dibuat berdasarkan permohonan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor.

(5)

Pembuatan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.

(7)

Persetujuan izin penyelenggaraan GB diberikan dengan menggunakan formulir BC-GB-2 sebagaimana contoh dalam Lampiran II dan diberikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar oleh Direktur Jenderal.

(8)

Permohonan izin penyelenggaraan GB dianggap disetujui jika jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) telah dilampaui dan Direktur Jenderal belum memberikan Keputusan.

(9)

Terhadap permohonan izin GB yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (8), PGB dapat melakukan kegiatan penyelenggaraan dan melaporkannya kepada Kepala Kantor.

(10)

Kepala Kantor berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), memintakan pengukuhan izin penyelenggaraan GB kepada Direktur Jenderal.

(11)

Berdasarkan permintaan Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Direktur Jenderal atas nama Menteri mengukuhkan izin penyelenggaraan GB sebagaimana dimaksud pada ayat (8).



Pasal 7

(1) Pengusaha yang akan menyelenggarakan GB dapat mengajukan permohonan izin prinsip pendirian GB kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor dengan menggunakan formulir BC-GB-3 sebagaimana contoh dalam Lampiran III dengan melampirkan :
  1. Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
  2. Foto copy penetapan sebagai PKP;
  3. Peta lokasi/tempat yang akan dijadikan GB.
(2)

Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen yang di persyaratkan.

(3)

Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat memberikan izin prinsip penyelenggaraan GB berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan formulir BC-GB-4 sebagaimana contoh dalam Lampiran IV.

(4)

Pengusaha yang telah memiliki izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat mengimpor barang dan peralatan untuk pembangunan/konstruksi GB dengan mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(5)

Pengusaha pemegang izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah siap operasional mengajukan permohonan izin penyelenggaraan GB dengan menggunakan formulir BC-GB-1 dan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor.

(6)

Direktur Jenderal mencabut izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam hal pengusaha pemegang izin prinsip tidak mengajukan permohonan izin penyelenggaraan GB dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung sejak diberikannya izin prinsip.

(7) Dalam hal izin prinsip penyelenggaraan GB dicabut, barang yang telah di impor diselesaikan dengan cara :
  1. direekspor;
  2. dimasukkan ke dalam KB/GB lain yang telah mempunyai izin; atau
  3. di impor untuk dipakai dengan melunasi bea masuk, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 sepanjang telah memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang impor.



Bagian Kedua

Pengusaha Gudang Berikat


Pasal 8

(1)

Izin sebagai PPGB diberikan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri.

(2) Untuk mendapatkan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal dengan mempergunakan formulir BC-GB-1 dengan melampirkan :
  1. Foto copy Surat Izin Usaha Perdagangan;
  2. Foto copy Angka Pengenal Impor atau Angka Pengenal Impor Terbatas;
  3. Foto copy Akte Pendirian Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi yang telah disahkan oleh Pejabat yang berwenang;
  4. Foto copy penetapan sebagai PKP serta foto copy SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
  5. Foto copy penetapan sebagai PKP serta fotoc opy SPT Tahunan PPh tahun terakhir bagi perusahaan yang sudah wajib menyerahkan SPT;
  6. Surat pernyataan sanggup mempertaruhkan jaminan bagi perusahaan yang wajib;
  7. Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang dibuat oleh Kepala Kantor.
(3)

Berita Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g dibuat berdasarkan permohonan yang bersangkutan kepada Kepala Kantor.

(4)

Pembuatan Berita Acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah selesai selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterimanya surat permohonan secara lengkap oleh Kepala Kantor

(5)

Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian terhadap kelengkapan dan kebenaran dokumen.

(6)

Persetujuan izin sebagai PPGB diberikan dengan menggunakan formulir BC-GB-2 dan diberikan selambat-lambatnya dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar oleh Direktur Jenderal.

(7)

Permohonan izin PPGB dianggap disetujui jika jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) telah dilampaui dan Direktur Jenderal belum memberikan Keputusan.

(8)

Terhadap permohonan izin yang dianggap disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat (7), PPGB dapat melakukan kegiatan usaha dan melaporkannya kepada Kepala Kantor.

(9)

Kepala Kantor berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), memintakan pengukuhan izin sebagai PPGB kepada Direktur Jenderal.

(10)

Berdasarkan permintaan Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Direktur Jenderal atas nama Menteri mengukuhkan izin sebagai PPGB sebagaimana dimaksud pada ayat (7).



BAB III

KEWAJIBAN

Bagian Pertama
Kewajiban PGB


Pasal 9

(1)

PGB berkewajiban untuk membuat pembukuan atau catatan serta menyimpan dokumen impor atas barang yang dimasukkan untuk keperluan pembangunan/konstruksi GB.

(2)

PGB dilarang untuk memindahtangankan barang atau peralatan asal impor tanpa persetujuan Direktur Jenderal.

(3)

PGB berkewajiban memberikan rekomendasi kepada pengusaha yang akan mengusahakan GB untuk pengurusan izin PPGB.



Bagian Kedua

Kewajiban PPGB


Pasal 10

(1) PPGB yang telah mendapatkan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib melaksanakan ketentuan sebagai berikut :
  1. menyelenggarakan pembukuan tentang pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari GB;
  2. menyimpan, mengatur, dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam GB secara tertib;
  3. menyediakan ruangan dan sarana kerja untuk Pejabat Bea dan Cukai;
  4. menyampaikan laporan setiap 2 (dua) bulan kepada Kepala Kantor, mengenai barang yang ditimbun di dalam GB yang bersangkutan serta pemasukan atau pengeluaran barang selama dua bulan terakhir dengan menggunakan formulir BC-GB-5 sebagaimana contoh dalam lampiran V.
(2)

PPGB dilarang menimbun barang asal Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) di dalam GB yang dikelolanya.

(3)

PPGB wajib menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam waktu 10 (sepuluh) tahun.



BAB IV

PEMASUKAN BARANG KE GB


Pasal 11

(1)

Pemasukan barang impor dari pelabuhan bongkar ke GB dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 sebagaimana contoh dalam Lampiran VI.

(2)

Formulir BC 2.3 diisi secara lengkap dan benar oleh PPGB dalam rangkap 4 (empat), untuk selanjutnya diajukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB untuk di tandasahkan.

(3)

Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menandasahkan formulir BC 2.3 dan menyerahkan lembar ke-2 s.d. lembar ke-4 kepada PPGB untuk pengeluaran barang dari pelabuhan bongkar.

(4)

PPGB mengajukan formulir BC 2.3 lembar ke-2 s.d. lembar ke-4 yang telah di tandasahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar, dengan dilengkapi Bill of Lading (B/L) atau AirWay Bill (AWB), invoice dan packing list.

(5)

Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkan mencocokkan nomor peti kemas/kemasan barang dengan data yang tercantum dalam formulir BC 2.3.

(6)

Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar menerakan segel atau tanda pengaman pada peti kemas/kemasan barang dan mencatat nomor/jenis segel atau tanda pengaman serta memberikan persetujuan pengeluaran pada formulir BC 2.3.

(7)

Dalam hal hasil pencocokan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai, Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar mengembalikan formulir BC 2.3 kepada PPGB untuk diperbaiki dan di tandasahkan kembali.

(8) Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mendistribusikan formulir BC 2.3 sebagai berikut :
  1. Lembar ke-2 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Lembar ke-3 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan bongkar;
  3. Lembar ke-4 untuk PPGB.
(9)

PPGB berkewajiban untuk menyerahkan formulir BC 2.3 lembar ke-2 kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah barang tiba di GB.

(10)

Kepala Kantor yang mengawasi GB melakukan rekonsiliasi formulir BC 2.3 lembar ke-1 dengan formulir BC 2.3 lembar ke-2 yang diterima dari PPGB setelah pemasukan barang ke dalam GB.



BAB I

PENGELUARAN BARANG DARI GB


Bagian Pertama

Di impor Untuk Dipakai


Pasal 12

(1)

Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang sesuai dengan tata laksana Kepabeanan di bidang impor.

(2)

Pengeluaran barang impor dari GB ke DPIL dengan tujuan untuk dipakai dilakukan pemeriksaan Pabean.

(3)

Terhadap Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan bea masuk, cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22, dan berlaku ketentuan umum di bidang impor.

(4) Dasar penghitungan pungutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah sebagai berikut :
  1. Bea masuk berdasarkan nilai pabean dan tarif bea masuk yang berlaku pada saat pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang di Kantor yang mengawasi GB;
  2. PPN, PPN BM, dan PPh Pasal 22 berdasarkan nilai impor dan tarif yang berlaku pada saat pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang di Kantor yang mengawasi GB;
  3. Cukai berdasarkan harga dasar dan tarif cukai yang berlaku pada saat pendaftaran Pemberitahuan Impor Barang di Kantor yang mengawasi GB.



Bagian Kedua

Dimasukkan ke Kawasan Berikat


Pasal 13

(1)

Pengeluaran barang dari GB ke Kawasan Berikat dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dengan dilampiri invoice dan packing list yang dikeluarkan oleh PPGB.

(2)

Formulir BC 2.3 diisi secara lengkap dan benar oleh Pengusaha Kawasan Berikat dalam rangkap 5 (lima) dan diketahui oleh PPGB tempat penimbunan barang, untuk selanjutnya diajukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi KB untuk ditandasahkan.

(3)

Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menandasahkan formulir BC 2.3 dan menyerahkan lembar ke-2 s.d lembar ke-5 kepada Pengusaha Kawasan Berikat untuk pengeluaran barang dari GB.

(4)

Pengusaha Kawasan Berikat mengajukan formulir BC 2.3 lembar ke-2 s.d. lembar ke-5 yang telah di tandasahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor yang mengawasi GB.

(5)

Terhadap pemindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pemuatan barang (stuffing) ke peti kemas/kemasan barang oleh Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor yang mengawasi GB.

(6)

Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerakan segel atau tanda pengaman pada peti kemas/kemasan barang dan mencatat nomor/jenis segel atau tanda pengaman serta memberikan persetujuan pengeluaran pada formulir BC 2.3.

(7) Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mendistribusikan formulir BC 2.3 sebagai berikut :
  1. Lembar ke-2 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Lembar ke-3 untuk Kepala Kantor yang mengawasi GB;
  3. Lembar ke-4 untuk PPGB;
  4. Lembar ke-5 untuk Pengusaha Kawasan Berikat.
(8)

Pengusaha Kawasan Berikat berkewajiban untuk menyerahkan formulir BC 2.3 lembar ke-2 kepada Kepala Kantor yang mengawasi Kawasan Berikat selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) hari setelah barang tiba di Kawasan Berikat.

(9)

Kepala Kantor yang mengawasi Kawasan Berikat melakukan rekonsiliasi formulir BC 2.3 lembar ke-1 dengan formulir BC 2.3 lembar ke-2 yang diterima dari Pengusaha Kawasan Berikat setelah pemasukan barang ke dalam Kawasan Berikat.



Bagian Ketiga

Di impor dengan Fasilitas Pembebasan/Keringanan


Pasal 14

(1)

Pengeluaran barang impor dari GB ke perusahaan yang mendapatkan fasilitas pembebasan/keringanan bea masuk dan penangguhan pembayaran PPN/PPn BM dalam rangka ekspor dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang sesuai dengan tata laksana Kepabeanan di bidang impor yang berlaku.

(2)

Terhadap Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pemeriksaan pabean oleh Pejabat Bea dan Cukai yang mengawasi GB yang bersangkutan.



Bagian Keempat

Diekspor Kembali


Pasal 15

(1) Barang impor dari GB yang akan diekspor kembali dilaksanakan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Tanpa PEB (PEBT) dilampiri Formulir BC 2.3 dalam rangkap 4 (empat) masing-masing :
  1. Lembar ke-1 untuk dokumen pelindung pengangkutan;
  2. Lembar ke-2 Kepala Kantor yang mengawasi GB;
  3. Lembar ke-3 untuk Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat;
  4. Lembar ke-4 untuk PPGB.
(2)

PPGB mengajukan PEBT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB.

(3)

Kepala Kantor yang mengawasi GB menunjuk Pejabat Bea dan Cukai untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan stuffing dan melakukan peneraan segel atau tanda pengaman pada peti kemas/kemasan barang dan mencatat nomor/jenis segel atau tanda pengaman pada formulir BC 2.3 serta memberikan persetujuan muat pada PEBT.

(4)

Berdasarkan formulir BC 2.3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pejabat Bea dan Cukai di pelabuhan muat melakukan pencocokan dan penelitian keutuhan segel atau tanda pengaman serta keadaan peti kemas/kemasan barang.

(5)

Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, melakukan pengawasan pemuatan barang ke sarana pengangkut.

(6)

Kepala Kantor di pelabuhan muat memberitahukan penyelesaian pengeksporan kembali kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja setelah pemuatan barang;

(7)

Dalam hal hasil pencocokan dan penelitian terdapat ketidaksesuaian, Kepala Kantor di pelabuhan muat melakukan penyelidikan sesuai ketentuan yang berlaku.

(8)

Dalam hal dari hasil penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) terdapat cukup bukti telah terjadi pelanggaran yang merugikan keuangan negara, Kepala Kantor di pelabuhan muat memberitahukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi GB tentang dilakukannya penyidikan atas pelanggaran yang dilakukan oleh PPGB tersebut.



BAB VI

PEMERIKSAAN PEMBUKUAN DAN SEDIAN BARANG


Pasal 16

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melakukan audit atas pembukuan, catatan, dan dokumen yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari GB, serta sediaan barang.



Pasal 17

(1)

Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 terdapat ke tidakcocokan dalam jumlah barang yang seharusnya berada di GB, PPGB bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 atas selisih kurang dari barang dan/atau bahan yang seharusnya ada.

(2)

Terhadap kesalahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPGB dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar seratus persen dari pungutan negara yang seharusnya dibayar.

(3)

Apabila hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 terdapat selisih lebih jumlah dan/atau jenis barang maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut sesuai ketentuan yang berlaku.



BAB VII

PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN IZIN


Pasal 18

Kepala Kantor yang mengawasi GB berdasarkan pemberitahuan dilakukannya penyidikan atas pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, membekukan untuk sementara waktu izin PPGB yang bersangkutan sampai adanya keputusan dari Direktur Jenderal.



Pasal 19

(1)

Kepala Kantor memberikan peringatan tertulis kepada PPGB yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.

(2)

Dalam hal peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya telah diterbitkan sebanyak 3 (tiga) kali, Kepala Kantor membekukan untuk sementara izin PPGB yang bersangkutan sampai dipenuhinya kewajiban dimaksud.



Pasal 20

Kepala Kantor melaporkan pembekuan izin PPGB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 kepada Direktur Jenderal.



Pasal 21

(1) Direktur Jenderal atas nama Menteri mencabut izin Penyelenggaraan GB dalam hal :
  1. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya izin, PGB tidak melakukan kegiatan;
  2. Atas permohonan PGB yang bersangkutan.
(2) Direktur Jenderal atas nama Menteri mencabut izin pengusahaan GB dalam hal :
  1. PPGB melakukan pelanggaran ketentuan di bidang Kepabeanan, cukai, dan perpajakan yang diancam dengan hukuman penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
  2. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut selama berlakunya izin, PPGB tidak melakukan kegiatan;
  3. PPGB mengalami pailit;
  4. Atas permohonan PPGB yang bersangkutan.



Pasal 22

(1)

Dalam hal izin PGB dicabut, Kepala Kantor yang mengawasi GB segera memerintahkan PGB untuk membayar bea masuk, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22 atas barang atau peralatan yang dimasukkan untuk pembangunan/konstruksi GB dan peralatan perkantoran dengan tarif bea masuk sesuai tarif pada waktu pemasukkannya dan nilai pabean pada waktu dilakukan pembayaran, sepanjang memenuhi ketentuan umum di bidang impor.

(2) PGB yang telah dicabut izinnya dibebaskan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal barang atau peralatan yang telah di impor dengan penangguhan bea masuk :
  1. dipindahtangankan kepada pihak lain yang telah mendapat izin sebagai PGB atau Penyelenggara Kawasan Berikat;
  2. diekspor kembali; atau
  3. dimusnahkan dengan persetujuan dan pengawasan Kepala Kantor yang mengawasi GB.
(3) Dalam hal izin PPGB dicabut, Kepala Kantor yang mengawasi GB segera mengadakan pencacahan atas barang yang masih tersisa pada GB yang bersangkutan dan PPGB dapat :
  1. memindahkan/menyerahkan barang tersebut kepada PPGB lain atau Kawasan Berikat;
  2. mengekspor kembali;
  3. memusnahkan barang tersebut dengan persetujuan dan pengawasan Kepala Kantor yang mengawasi GB; dan/atau
  4. memasukkan DPIL sepanjang memenuhi ketentuan di bidang impor dengan melunasi bea masuk, cukai, PPN, PPn BM, dan PPh Pasal 22.



BAB VIII

KETENTUAN LAIN


Pasal 23

Untuk pengamanan keuangan negara, Direktur Jenderal dapat mewajibkan PPGB untuk menyerahkan jaminan berdasarkan perkiraan perhitungan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor dari importasi yang akan dilakukan PPGB selama 3 (tiga) bulan.



Pasal 24

Pemindahan lokasi serta penggantian nama PPGB yang telah mendapatkan izin pengusahaan GB hanya dapat dilakukan dengan persetujuan oleh Direktur Jenderal.



Pasal 25

(1)

Terhadap barang dan/atau bahan yang berada dalam GB yang rusak atau busuk, PPGB wajib mereekspor, dan/atau memusnahkannya dibawah pengawasan Kepala Kantor.

(2)

Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuatkan berita acara dan dikreditkan pada pembukuan tentang pemasukan dan pengeluaran barang dari PPGB yang bersangkutan sebagai barang yang telah dikeluarkan dari GB.



BAB IX

KETENTUAN PENUTUP


Pasal 26

Dalam hal diperlukan pengaturan teknis lebih lanjut atas keputusan ini, pengaturannya ditetapkan oleh Direktur Jenderal.



Pasal 27

(1)

Dengan berlakunya keputusan ini, semua keputusan yang berkaitan dengan Gudang Berikat dinyatakan tidak berlaku lagi.

(2)

Semua urusan Kepabeanan di GB yang belum dapat diselesaikan, untuk penyelesaiannya tetap berlaku aturan yang lama sampai dengan tanggal 1 Oktober 1996.



Pasal 28

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 6 Juni 1996
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR'IE MUHAMMAD