Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 362/KMK.04/1999

Kategori : PBB

Pemberian Pengurangan Pajak Bumi Dan Bangunan


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 362/KMK.04/1999

TENTANG

PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


bahwa untuk lebih menyederhanakan dan memberikan kepastian hukum dipandang perlu mengatur kembali ketentuan mengenai pemberian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dengan Keputusan Menteri Keuangan;


Mengingat :


  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
  2. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERIAN PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN.



Pasal 1


Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Pajak terutang adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) terutang;
  2. Bencana alam adalah gempa bumi, banjir, tanah longsor, gunung meletus dan sebagainya;
  3. Sebab-sebab lain yang luar biasa adalah kebakaran, kekeringan, wabah penyakit dan hama tanaman;
  4. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya adalah :
    1. obyek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi;
    2. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya pembangunan atau perkembangan lingkungan;
    3. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang penghasilannya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
    4. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBB-nya sulit dipenuhi;
    5. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan;
    6. objek pajak yang dimiliki, dikuasai dan atau dimanfaatkan oleh wajib pajak badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas yang serius sepanjang tahun, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban rutin perusahaan.


Pasal 2


Pengurangan atas pajak terutang dapat diberikan kepada :

  1. wajib pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak dan atau karena sebab-sebab tertentu lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 4;
  2. wajib pajak orang pribadi atau badan dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 dan 3;
  3. wajib pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan.


Pasal 3


Pengurangan PBB diberikan atas pajak terutang yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak (SKP).



Pasal 4


(1) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 1 dapat diberikan setinggi-tingginya 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang, dan ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta penghasilan wajib pajak.
(2) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 2 dapat diberikan sampai dengan 100% (seratus persen) dari besarnya pajak terutang.
(3) Pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 3 ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari besarnya pajak terutang.


Pasal 5


(1) Permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT atau SKP dengan mencantumkan besarnya persentase pengurangan yang dimohonkan.
(2) Permohonan pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung :
a. sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP; atau
b. sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.


Pasal 6


(1) Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau perseorangan.
(2) Permohonan pengurangan pajak terutang secara perseorangan harus dilampiri :
a. foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya; dan
b. foto copy tanda anggota Veteran, bagi anggota Veteran.
(3) Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat diajukan sebelum SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang bersangkutan melalui :
a. Pemerintah Daerah setempat; atau
b. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota Veteran.
(4) Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan harus dilampiri dengan :
a. foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya;
b. foto copy SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampirannya; dan
c. laporan keuangan.
(5) Permohonan pengurangan pajak terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 angka 2 harus dilampiri Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat/Instansi terkait.
(6) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak terutang apabila telah melunasi PBB untuk tahun sebelumnya atas objek pajak yang sama.


Pasal 7


(1) Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan atau SKP, atas nama Menteri Keuangan memberikan Keputusan atas permohonan pengurangan pajak terutang yang tidak lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2 dapat berupa : mengabulkan seluruh, sebagian atau menolak permohonan.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus diterbitkan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan pengurangan dari Wajib Pajak, apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Keputusan belum diterbitkan, maka permohonan pengurangan wajib pajak dianggap dikabulkan.
(5) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) terhitung sejak :
a. tanggal tanda terima Surat Permohonan, dalam hal Surat Permohonan disampaikan secara langsung;
b. tanggal stempel pos, dalam hal Surat Permohonan dikirimkan melalui pos (biasa maupun tercatat) atau sarana pengiriman lainnya.
(6) Keputusan pemberian pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk tahun pajak yang bersangkutan.


Pasal 8


Direktur Jenderal Pajak melaporkan pelaksanaan pemberian pengurangan PBB kepada Menteri Keuangan dalam tiap semester.



Pasal 9


(1) Pelaksanaan teknis Keputusan ini diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pelaksanaan Pengurangan PBB secara kolektif diatur oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal PUOD.


Pasal 10


Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 158/KMK.04/1991, Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 569/KMK.04/1994 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 470/KMK.04/1996 dinyatakan tidak berlaku.



Pasal 11


Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

 

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Juli 1999
MENTERI KEUANGAN

ttd.

BAMBANG SUBIANTO