Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 101/PMK.04/2005

Kategori : Lainnya

Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 Tentang Kawasan Berikat


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 101/PMK.04/2005

TENTANG

PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 291/KMK.05/1997
TENTANG KAWASAN BERIKAT

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :


  1. bahwa dalam rangka menciptakan suasana yang kondusif pada industri/industri penunjang khususnya bidang usaha pertambangan, minyak dan gas, serta PDKB yang bergerak di bidang industri perminyakan dan gas, perkapalan di dalam negeri dan industri oleochemical serta menunjang iklim investasi yang konsisten dan berkepastian hukum maka dipandang perlu untuk mengatur kembali aturan Kawasan Berikat dengan aturan yang lebih fleksibel;
  2. bahwa dalam BTBMI terdapat beberapa produk barang jadi yang tarif bea masuknya lebih rendah daripada tarif bea masuk bahan bakunya padahal dalam ketentuan kawasan berikat salah satu kemudahan yang diberikan untuk penjualan ke DPIL adalah dengan menggunakan tarif bea masuk bahan baku, sehingga dipandang perlu untuk memberikan pilihan kepada pengusaha kawasan berikat dalam menentukan metode penghitungan bea masuk yang lebih rendah sesuai filosofi pemberian kemudahan kepada pengusaha kawasan berikat;
  3. bahwa dengan berakhirnya ketentuan yang mengizinkan PDKB untuk menerima pekerjaan subkontrak dari DPIL dan demi kepastian hukum untuk berusaha maka dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan tentang penerimaan pekerjaan sub kontrak dari DPIL yang diharapkan lebih memberi kesempatan kepada industri di DPIL untuk berpartisipasi atau bekerja sama dengan PDKB.
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Ketujuh Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat;

Mengingat :


  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
  3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);
  4. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612);
  5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1996 tentang Tempat Penimbunan Berikat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3638) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1997 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3717);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2003 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4061) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4514);
  8. Keputusan Presiden Nomor 187/M Tahun 2004;
  9. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 587/PMK.04/2004;
  10. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 583/KMK.03/2003 tentang Pelaksanaan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah di Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam;
  11. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 584/KMK.04/2003 tentang Pemasukan Barang Dari Luar Daerah Pabean ke Kawasan Berikat (Bonded Zone) Daerah Industri Pulau Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2005;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :


PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KETUJUH ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 291/KMK.05/1997 TENTANG KAWASAN BERIKAT.



Pasal 1


Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997 tentang Kawasan Berikat yang telah beberapa kali diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan :


  1. Nomor 547/KMK.01/1997;
  2. Nomor 292/KMK.01/1998;
  3. Nomor 349/KMK.01/1999;
  4. Nomor 94/KMK.05/2000;
  5. Nomor 37/KMK.04/2002;
  6. Nomor 587/PMK.04/2004;

diubah sebagai berikut:


 
1. Ketentuan Pasal 10 ayat (7) diubah sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut :

"Pasal 10


(1) Pengeluaran barang hasil olahan PDKB dapat dilakukan dengan tujuan :
a. Ekspor;
b. KB lainnya;
c. PDKB dalam satu KB;
d. Entrepot Tujuan Pameran (ETP); atau
e. DPIL
(2) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)/Pemberitahuan Ekspor Barang Tertentu (PEBT) (formulir BC 3.0/BC3.1) dan formulir BC 2.3 dan diberlakukan ketentuan tatalaksana kepabeanan di bidang ekspor.
(3) Pengeluaran barang asal impor yang tidak diolah di KB dan akan diekspor kembali dilakukan dengan menggunakan PEBT dan formulir BC 2.3.
(4) Pengeluaran barang hasil pengolahan dari KB ke KB lainnya untuk diolah lebih lanjut dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri kontrak pembelian.
(5) Pengeluaran barang hasil pengolahan dari PDKB ke PDKB lainnya dalam satu KB untuk diolah lebih lanjut atau untuk pengepakan hasil produksi, dilakukan dengan menggunakan formulir BC 2.3 dilampiri kontrak pembelian.
(6) Pengeluaran barang hasil olahan dari PDKB ke ETP, dilakukan dengan menggunakan BC 2.3.
(7) Pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB dengan tujuan ke DPIL, dapat dilakukan dengan menggunakan Pemberitahuan Impor Barang (PIB/BC 2.0/BC 2.5) sesuai dengan tatalaksana kepabeanan di bidang impor dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Pengeluaran barang ke DPIL diberikan dalam jumlah:
    a.1. sebanyak-banyaknya 50% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang yang tidak memerlukan proses lebih lanjut dan dapat berfungsi sendiri tanpa bantuan barang lainnya serta digunakan oleh konsumen akhir;
    a.2. sebanyak-banyaknya 60% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, untuk barang selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.1.;
  2. Pengeluaran barang ke DPIL sebanyak-banyaknya 75% dari jumlah nilai hasil produksi tahun berjalan, diberikan khusus kepada PDKB yang hasil produksinya digunakan untuk mensuplai perusahaan pertambangan, minyak dan gas, serta PDKB yang bergerak dibidang industri perminyakan dan gas, perkapalan di dalam negeri dan industri oleochemical.
  3. Selisih nilai hasil produksi dari barang yang dikeluarkan sebagaimana tersebut butir a dan b, dikeluarkan untuk diekspor, diolah lebih lanjut ke perusahaan-perusahaan yang menggunakan fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE), dan/atau ke PC/PDKB lain atau dimusnahkan dibawah pengawasan DJBC.
  4. Pelanggaran terhadap ketentuan pada butir a dan b, dikenakan sanksi berupa:

    1) pengurangan jumlah prosentase penjualan ke DPIL untuk periode tahun berikutnya;
    2) pencabutan daftar putih PDKB dan/atau tidak dapat mengajukan permohonan persetujuan daftar putih selama satu tahun; dan/atau
    3) pembekuan izin PDKB berdasarkan rekomendasi dari Kepala Kantor yang mengawasi PDKB yang bersangkutan.

(8) Pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), (3), (4), (5), dan (6) tidak dilakukan pemeriksaan fisik kecuali terdapat hasil intelijen tentang adanya pelanggaran ketentuan kepabeanan yang dinyatakan dalam surat perintah tertulis dari Direktur Jenderal.
   
2. Di antara Pasal 11 dan Pasal 12 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 11A sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 11A


(1) Pengusaha di Kawasan Berikat dapat menerima pekerjaan sub kontrak dari DPIL.
(2) Untuk dapat melakukan pekerjaan sub kontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai."
   
3. Ketentuan Pasal 14 huruf I diubah sehingga Pasal 14 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 14


Terhadap impor barang, pemasukan Barang Kena Pajak (BKP), pengiriman hasil produksi, pengeluaran barang, penyerahan kembali BKP, peminjaman mesin, pemasukan Barang Kena Cukai (BKC) ke dan/atau dari Kawasan Berikat (KB) diberikan fasilitas sebagai berikut:
  1. atas impor barang modal atau peralatan dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB merangkap sebagai PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 impor;
  2. atas impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB diberikan penangguhan BM, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor;
  3. atas impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB diberikan penangguhan BM, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor;
  4. atas pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
  5. atas pengiriman barang hasil produksi PDKB ke PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
  6. atas pengeluran barang dan/atau bahan dari PDKB ke perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dalam rangka subkontrak, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
  7. atas penyerahan kembali BKP hasil pekerjaan sub kontrak oleh PKP di DPIL atau PDKB lainnya kepada PKP PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
  8. atas peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka subkontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL atau PDKB lainnya dan pengembaliannya ke PDKB asal, tidak dipungut PPN dan PPnBM;
  9. atas pemasukan BKC dari DPIL ke PDKB untuk diolah lebih lanjut, diberikan pembebasan Cukai;
  10. penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor dari DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB diberikan perlakuan perpajakan yang sama dengan perlakuan terhadap barang yang diekspor;
  11. pengeluran barang dari KB yang ditujukan kepada orang yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan BM, Cukai dan Pajak dalam rangka impor, diberikan pembebasan BM, pembebasan Cukai, tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor;
  12. atas pemasukan alat pengemas (packing material) dan alat Bantu pengemas dari DPIL ke KB untuk menjadi satu kesatuan dengan barang hasil olahan PDKB, tidak dipungut PPN dan PPnBM.
   
4. Ketentuan Pasal 17 ayat (2) diubah sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 17


(1) Atas pengeluaran barang yang telah diolah oleh PDKB ke DPIL dikenakan BM, Cukai, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 Impor sepanjang terhadap pengeluaran tersebut tidak ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.
(2) Dasar perhitungan pungutan negara atas pengeluran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut:
  1. BM berdasarkan tarif bahan baku dengan pembebanan dan kurs valuta asing yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB dan nilai pabean bahan baku pada saat diimpor ke PDKB;
  2. Apabila pembebanan tarif BM untuk bahan baku lebih tinggi dari pembebanan tarif BM untuk barang hasil olahan, BM didasarkan pada pembebanan tarif BM barang hasil olahan yang berlaku pada saat dikeluarkan dari PDKB;
  3. Cukai berdasarkan ketentuan perundang-undangan cukai yang berlaku;
  4. PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22 berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
(3) Pemeriksaan Pabean di KB dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai."
   
5. Di antara Pasal 23 dan Pasal 24 disisipkan 1 (satu) Pasal yakni Pasal 23A sehingga berbunyi sebagai berikut:

"Pasal 23A


(1) Atas barang modal dan peralatan pabrik asal impor milik PKB dan/atau PDKB, apabila telah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak dimasukkan ke kawasan berikat dapat dipindahtangankan ke Daerah Pabean Indonesia Lainnya dengan tanpa kewajiban membayar bea masuk.
(2) Pemindahtanganan barang modal dan peralatan pabrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebelum jangka waktu 2 (dua) tahun sejak dimasukkan ke kawasan berikat, dikenakan:
  1. bea masuk berdasarkan nilai pabean barang modal dan peralatan pabrik pada saat dimasukkan ke Kawasan Berikat; dan
  2. bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari bea masuk yang seharusnya dibayar yang dihitung sejak bulan diajukan permohonan pengeluaran dari kawasan berikat sampai dengan genap 2 (dua) tahun sejak dimasukkan ke kawasan berikat.
(3) Bagian dari bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dihitung sebagai satu bulan penuh."


Pasal II


(1) Permasalahan yang timbul berkaitan dengan tarif, pembebasan dan prosentase penjualan atas barang-barang hasil produksi PDKB ke DPIL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 291/KMK.05/1997, yang merupakan hasil pemeriksaan verifikasi maupun audit, yang belum selesai pada saat diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan ini, diselesaikan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Oktober 2005
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

JUSUF ANWAR