Peraturan Pemerintah Nomor : 18 TAHUN 2021

Kategori : Lainnya

Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2021

TENTANG

HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH, SATUAN RUMAH SUSUN,
DAN PENDAFTARAN TANAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 142 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah;

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH, SATUAN RUMAH SUSUN, DAN PENDAFTARAN TANAH.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
  1. Tanah adalah permukaan bumi baik berupa daratan maupun yang tertutup air, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi, dalam batas tertentu yang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung maupun tidak langsung dengan penggunaan dan pemanfaatan permukaan bumi.
  2. Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara adalah Tanah yang tidak dilekati dengan sesuatu hak atas tanah, bukan Tanah wakaf, bukan Tanah Ulayat dan/atau bukan merupakan aset barang milik negara/barang milik daerah.
  3. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan.
  4. Hak Atas Tanah adalah hak yang diperoleh dari hubungan hukum antara pemegang hak dengan Tanah, termasuk ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah untuk menguasai, memiliki, menggunakan, dan memanfaatkan, serta memelihara Tanah, ruang di atas Tanah, dan/atau ruang di bawah Tanah.
  5. Ruang Atas Tanah adalah ruang yang berada di atas permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah.
  6. Ruang Bawah Tanah adalah ruang yang berada di bawah permukaan Tanah yang digunakan untuk kegiatan tertentu yang penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatannya terpisah dari penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan pada bidang Tanah.
  7. Perpanjangan Jangka Waktu Hak yang selanjutnya disebut Perpanjangan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak tanpa mengubah syarat-syarat dalam pemberian hak tersebut.
  8. Pembaruan Hak yang selanjutnya disebut Pembaruan adalah penambahan jangka waktu berlakunya sesuatu hak setelah jangka waktu berakhir atau sebelum jangka waktu perpanjangannya berakhir.
  9. Pendaftaran Tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang Tanah, Ruang Atas Tanah, Ruang Bawah Tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas Satuan Rumah Susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
  10. Satuan Rumah Susun adalah unit rumah susun yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dengan fungsi utama sebagai tempat hunian dan mempunyai sarana penghubung ke jalan umum.
  11. Tanah Telantar adalah Tanah hak, Tanah Hak Pengelolaan, atau Tanah yang diperoleh berdasarkan dasar penguasaan atas Tanah yang sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, atau tidak dipelihara.
  12. Tanah Musnah adalah Tanah yang sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam dan tidak dapat diidentifikasi lagi sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
  13. Tanah Ulayat adalah Tanah yang berada di wilayah penguasaan masyarakat hukum adat yang menurut kenyataannya masih ada dan tidak dilekati dengan sesuatu Hak Atas Tanah.
  14. Orang Asing adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia yang keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.
  15. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
  16. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  17. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
  18. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang.
  19. Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah adalah instansi vertikal Kementerian di provinsi.
  20. Kantor Pertanahan adalah instansi vertikal Kementerian di kabupaten/kota.


Pasal 2


(1) Tanah Negara atau Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara merupakan seluruh bidang Tanah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh pihak lain.
(2) Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) oleh Negara dapat memberikannya kepada perorangan atau badan hukum dengan sesuatu Hak Atas Tanah sesuai dengan peruntukan dan keperluannya, atau memberikannya dengan Hak Pengelolaan.
(3) Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. Tanah yang ditetapkan Undang-Undang atau Penetapan Pemerintah;
  2. Tanah reklamasi;
  3. Tanah timbul;
  4. Tanah yang berasal dari pelepasan/penyerahan hak;
  5. Tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan;
  6. Tanah Telantar;
  7. Tanah hak yang berakhir jangka waktunya serta tidak dimohon Perpanjangan dan/atau Pembaruan;
  8. Tanah hak yang jangka waktunya berakhir dan karena kebijakan Pemerintah Pusat tidak dapat diperpanjang; dan
  9. Tanah yang sejak semula berstatus Tanah Negara.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 3


Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:
  1. Hak Pengelolaan;
  2. hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas Tanah;
  3. Satuan Rumah Susun;
  4. Hak Atas Tanah atau Hak Pengelolaan pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah; dan
  5. Pendaftaran Tanah.


BAB III
HAK PENGELOLAAN

Bagian Kesatu
Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pengelolaan

Pasal 4


Hak Pengelolaan dapat berasal dari Tanah Negara dan Tanah Ulayat.


Bagian Kedua
Subjek Hak Pengelolaan

Pasal 5


(1) Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara diberikan kepada:
  1. instansi Pemerintah Pusat;
  2. Pemerintah Daerah;
  3. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah;
  4. badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah;
  5. Badan Bank Tanah; atau
  6. badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.
(2) Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Ulayat ditetapkan kepada masyarakat hukum adat.


Pasal 6


(1) Hak Pengelolaan di atas Tanah Negara diberikan sepanjang tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan Tanah.
(2) Instansi Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a yang tugas pokok dan fungsinya tidak langsung berhubungan dengan pengelolaan Tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan setelah mendapat persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.
(3) Badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c meliputi juga anak perusahaan yang dimiliki oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah berdasarkan penyertaan modal negara pada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah lain.
(4) Badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f merupakan badan hukum yang mendapat penugasan khusus yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden.


Bagian Ketiga
Pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan

Pasal 7


(1) Pemegang Hak Pengelolaan diberikan kewenangan untuk:
  1. menyusun rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan Tanah sesuai dengan rencana tata ruang;
  2. menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian Tanah Hak Pengelolaan untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain; dan
  3. menentukan tarif dan/atau uang wajib tahunan dari pihak lain sesuai dengan perjanjian.
(2) Rencana peruntukan, penggunaan, dan pemanfaatan Tanah sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan rencana induk yang disusun oleh pemegang Hak Pengelolaan.


Pasal 8


(1) Hak Pengelolaan yang penggunaan dan pemanfaatan seluruh atau sebagian tanahnya untuk digunakan sendiri atau dikerjasamakan dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dapat diberikan Hak Atas Tanah berupa hak guna usaha, hak guna bangunan dan/atau hak pakai di atas Hak Pengelolaan sesuai dengan sifat dan fungsinya, kepada:
  1. pemegang Hak Pengelolaan sepanjang diatur dalam Peraturan Pemerintah; atau
  2. pihak lain, apabila Tanah Hak pengelolaan dikerjasamakan dengan perjanjian pemanfaatan Tanah.
(2) Perjanjian pemanfaatan Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
  1. identitas para pihak;
  2. letak, batas, dan luas Tanah;
  3. jenis penggunaan, pemanfaatan Tanah, dan/atau bangunan yang akan didirikan;
  4. ketentuan mengenai jenis hak, jangka waktu, perpanjangan, pembaruan, peralihan, pembebanan, perubahan, dan/atau hapus/batalnya hak yang diberikan di atas Tanah Hak Pengelolaan, dan ketentuan pemilikan Tanah dan bangunan setelah berakhirnya Hak Atas Tanah;
  5. besaran tarif dan/atau uang wajib tahunan dan tata cara pembayarannya; dan
  6. persyaratan dan ketentuan yang mengikat para pihak, pelaksanaan pembangunan, denda atas wanprestasi termasuk klausul sanksi, dan pembatalan/pemutusan perjanjian.


Pasal 9


(1) Penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan disesuaikan dengan tujuan dari pemanfaatan, untuk:
  1. kepentingan umum;
  2. kepentingan sosial;
  3. kepentingan pembangunan; dan/atau
  4. kepentingan ekonomi.
(2) Penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam perjanjian pemanfaatan Tanah antara pemegang Hak Pengelolaan dengan pihak lain dan tidak boleh mengandung unsur-unsur yang merugikan para pihak.
(3) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan didasarkan pada karakteristik peruntukan dan kemanfaatan tertentu secara wajar.
(4) Rumusan tarif dan/atau uang wajib tahunan yang dikenakan oleh pemegang Hak Pengelolaan ditetapkan oleh Menteri.


Bagian Keempat
Terjadinya Hak Pengelolaan

Pasal 10


(1) Hak Pengelolaan yang berasal dari Tanah Negara atau Tanah Ulayat ditetapkan dengan keputusan Menteri.
(2) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuat secara elektronik.


Pasal 11


(1) Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Hak Pengelolaan terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(3) Pemegang Hak Pengelolaan diberikan sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan Hak Pengelolaan.


Bagian Kelima
Pembebanan, Peralihan, dan Pelepasan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah
di atas Hak Pengelolaan

Pasal 12


(1) Hak Pengelolaan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
(2) Hak Pengelolaan tidak dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
(3) Hak Pengelolaan hanya dapat dilepaskan dalam hal diberikan hak milik, dilepaskan untuk kepentingan umum, atau ketentuan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal Hak Pengelolaan dilepaskan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan Tanah barang milik negara/barang milik daerah, pelepasan/penghapusan Hak Pengelolaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Pelepasan Hak Pengelolaan dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.


Pasal 13


(1) Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan yang dikerjasamakan dengan pihak lain dapat dibebani hak tanggungan, dialihkan, atau dilepaskan.
(2) Setiap perbuatan hukum termasuk dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan terhadap Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan, memerlukan rekomendasi pemegang Hak Pengelolaan dan dimuat dalam perjanjian pemanfaatan Tanah.
(3) Dalam hal Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan akan dilepaskan maka pelepasan dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.


Bagian Keenam
Hapusnya Hak Pengelolaan

Pasal 14


(1) Hak Pengelolaan hapus karena:
  1. dibatalkan haknya oleh Menteri karena:
    1. cacat administrasi; atau
    2. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  2. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya;
  3. dilepaskan untuk kepentingan umum;
  4. dicabut berdasarkan Undang-Undang;
  5. diberikan hak milik;
  6. ditetapkan sebagai Tanah Telantar; atau
  7. ditetapkan sebagai Tanah Musnah.
(2) Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena cacat administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1, Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan dapat dinyatakan batal apabila dinyatakan dalam surat keputusan pembatalan Hak Pengelolaan.
(3) Dalam hal Hak Pengelolaan dibatalkan karena pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 2, Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan dapat dinyatakan batal sepanjang amar putusan mencantumkan batalnya Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan.


Pasal 15


(1) Hapusnya Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 di atas Tanah Negara, mengakibatkan:
  1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau
  2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.
(2) Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.
(3) Hapusnya Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 di atas Tanah Ulayat mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan masyarakat hukum adat.


Bagian Ketujuh
Pengawasan dan Pengendalian

Pasal 16


Menteri secara berkala melakukan pengawasan dan pengendalian secara berjenjang melalui Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan, meliputi:
  1. pengawasan dan pengendalian Hak Pengelolaan; dan
  2. pengawasan dan pengendalian Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan.


Bagian Kedelapan
Tanah Reklamasi

Pasal 17


(1) Tanah reklamasi dapat diberikan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dengan syarat telah memperoleh izin reklamasi.
(2) Dalam hal izin reklamasi diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat, badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah, Badan Bank Tanah, atau badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat, Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Hak Pengelolaan atau Hak Atas Tanah dengan mempertimbangkan syarat sebagai subjek hak.
(3) Dalam hal izin reklamasi diberikan kepada badan hukum atau perorangan, Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Pengelolaan dengan ketentuan:
  1. untuk pemegang izin reklamasi, diberikan Hak Atas Tanah dan/atau Hak Atas Tanah di atas Hak Pengelolaan; dan
  2. untuk Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang memberikan izin reklamasi, diberikan Hak Pengelolaan,
berdasarkan perjanjian antara pihak yang mendapat izin reklamasi dengan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah serta mempertimbangkan ketentuan tata ruang.
(4) Dalam hal kegiatan reklamasi dilakukan tanpa izin reklamasi maka pejabat yang berwenang memberikan izin reklamasi melakukan penelitian secara teknis maupun tata ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
  1. telah memenuhi syarat, Tanah hasil reklamasi menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara dan penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri; atau
  2. tidak memenuhi syarat, Tanah hasil reklamasi dapat dikembalikan seperti keadaan semula oleh pihak yang melakukan reklamasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai izin reklamasi.


Pasal 18


Ketentuan lebih lanjut mengenai:
  1. Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pengelolaan, subjek, pemanfaatan Tanah, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian dan pendaftaran, pembebanan, peralihan dan pelepasan, hapusnya, serta pengawasan dan pengendalian Hak Pengelolaan dan Tanah reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 8 dan Pasal 10 sampai dengan Pasal 17; dan
  2. rumusan dan penentuan tarif dan/atau uang wajib tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB IV
HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN, DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

Bagian Kesatu
Hak Guna Usaha

Paragraf 1
Subjek Hak Guna Usaha

Pasal 19


Hak guna usaha diberikan kepada:
  1. Warga Negara Indonesia; dan
  2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


Pasal 20


(1) Pemegang hak guna usaha yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna usaha kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.


Paragraf 2
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Usaha

Pasal 21


Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha meliputi:
  1. Tanah Negara; dan
  2. Tanah Hak Pengelolaan.


Paragraf 3
Jangka Waktu Hak Guna Usaha

Pasal 22


(1) Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 (dua puluh lima) tahun dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 35 (tiga puluh lima) tahun.
(2) Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak guna usaha kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau tanah Hak Pengelolaan.
(3) Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:
  1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
  6. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
  7. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.


Paragraf 4
Terjadinya Hak Guna Usaha

Pasal 23


(1) Hak guna usaha di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.
(2) Hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dibuat secara elektronik.


Pasal 24


(1) Pemberian hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Hak guna usaha terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(3) Pemegang hak guna usaha diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.


Pasal 25


(1) Hak guna usaha di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak, apabila memenuhi syarat:
  1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.
(2) Hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak guna usaha apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.


Pasal 26


(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna usaha dapat diajukan setelah usia tanaman atau usaha lainnya efektif atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna usaha.
(2) Permohonan pembaruan hak guna usaha diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak guna usaha.
(3) Dalam hal hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan maka jangka waktu perpanjangan dan pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
(4) Perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Paragraf 5
Kewajiban, Larangan, dan Hak Pemegang Hak Guna Usaha

Pasal 27


Pemegang hak guna usaha berkewajiban untuk:
  1. melaksanakan usaha pertanian, perikanan, dan/atau peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;
  2. mengusahakan Tanah hak guna usaha dengan baik sesuai dengan kelayakan usaha berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
  3. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas yang ada dalam lingkungan areal hak guna usaha;
  4. memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburan dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
  5. memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang Tanah yang terkurung;
  6. mengelola, memelihara, dan mengawasi serta mempertahankan fungsi kawasan konservasi bernilai tinggi (high conservation value), dalam hal areal konservasi berada pada areal hak guna usaha;
  7. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;
  8. mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;
  9. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari luas Tanah yang diberikan hak guna usaha, dalam hal pemegang hak merupakan badan hukum berbentuk perseroan terbatas dan penggunaannya untuk perkebunan;
  10. menyampaikan laporan setiap akhir tahun mengenai penggunaan hak guna usaha;
  11. melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan
  12. menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna usaha kepada negara atau pemegang Hak Pengelolaan, setelah hak guna usaha hapus.


Pasal 28


Pemegang hak guna usaha dilarang:
  1. menyerahkan pemanfaatan Tanah hak guna usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan;
  2. mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;
  3. membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar;
  4. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;
  5. menelantarkan tanahnya; dan
  6. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal hak guna usaha terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.


Pasal 29


Pemegang hak guna usaha berhak:
  1. menggunakan dan memanfaatkan Tanah yang diberikan sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
  2. memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas Tanah yang diberikan dengan hak guna usaha sepanjang untuk mendukung penggunaan dan pemanfaatan Tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  3. melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Paragraf 6
Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Guna Usaha

Pasal 30


(1) Hak guna usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
(2) Hak guna usaha dapat beralih, dialihkan, atau dilepaskan kepada pihak lain serta diubah haknya.
(3) Pelepasan hak guna usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.


Paragraf 7
Hapusnya Hak Guna Usaha

Pasal 31


Hak guna usaha hapus karena:
  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;
  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:
    1. tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan/atau Pasal 28;
    2. cacat administrasi; atau
    3. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;
  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;
  7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar;
  8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;
  9. berakhirnya perjanjian pemanfaatan Tanah, untuk hak guna usaha di atas tanah Hak Pengelolaan; atau
  10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.


Pasal 32


(1) Hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 di atas Tanah Negara, mengakibatkan:
  1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau
  2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.
(2) Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.
(3) Hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 di atas Tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.


Pasal 33


Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna usaha, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan, dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan dan perubahan, serta hapusnya hak guna usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 32 diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Kedua
Hak Guna Bangunan

Paragraf  1
Subjek Hak Guna Bangunan

Pasal 34


Hak guna bangunan diberikan kepada:
  1. Warga Negara Indonesia; dan
  2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.


Pasal 35


(1) Pemegang hak guna bangunan yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak guna bangunan kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.


Paragraf 2
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Guna Bangunan

Pasal 36


Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan meliputi:
  1. Tanah Negara;
  2. Tanah Hak Pengelolaan; dan
  3. Tanah hak milik.


Paragraf 3
Jangka Waktu Hak Guna Bangunan

Pasal 37


(1) Hak guna bangunan di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak guna bangunan di atas hak milik.
(3) Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak guna bangunan kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
(4) Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:
  1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
  6. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
  7. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.


Paragraf 4
Terjadinya Hak Guna Bangunan

Pasal 38


(1) Hak guna bangunan di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.
(2) Hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.
(3) Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuat secara elektronik.


Pasal 39


(1) Pemberian hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Hak guna bangunan di atas Tanah Negara, di atas Tanah Hak Pengelolaan, atau di atas Tanah hak milik terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(3) Hak guna bangunan di atas Tanah hak milik mengikat pihak ketiga sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(4) Pemegang hak guna bangunan diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.


Pasal 40


(1) Hak guna bangunan di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak apabila memenuhi syarat:
  1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.
(2) Hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak guna bangunan apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
(3) Atas kesepakatan antara pemegang hak guna bangunan dengan pemegang hak milik, hak guna bangunan di atas Tanah hak milik dapat diperbarui dengan pemberian hak guna bangunan baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Pasal 41


(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu hak guna bangunan dapat diajukan setelah tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan.
(2) Permohonan pembaruan hak guna bangunan diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan.
(3) Pemberian hak guna bangunan bagi Satuan Rumah Susun yang dibangun di atas Tanah:
  1. Hak guna bangunan di atas Tanah Negara, dapat diberikan sekaligus dengan perpanjangan haknya setelah mendapat sertifikat laik fungsi;
  2. Hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan, dapat diberikan perpanjangan dan pembaruan hak setelah mendapat sertifikat laik fungsi.
(4) Dalam hal hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan maka jangka waktu perpanjangan dan pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
(5) Perpanjangan atau pembaruan hak guna bangunan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Paragraf 5
Kewajiban, Larangan, dan Hak Pemegang Hak Guna Bangunan

Pasal 42


Pemegang hak guna bangunan berkewajiban:
  1. melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;
  2. memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburannya dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
  3. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;
  4. mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;
  5. melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan
  6. menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang hak milik, setelah hak guna bangunan hapus.


Pasal 43


Pemegang hak guna bangunan dilarang:
  1. mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;
  2. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;
  3. menelantarkan tanahnya; dan/atau
  4. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal hak guna bangunan terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.


Pasal 44


Pemegang hak guna bangunan berhak:
  1. menggunakan dan memanfaatkan Tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
  2. mendirikan dan mempunyai bangunan di atas Tanah yang diberikan dengan hak guna bangunan sepanjang untuk keperluan pribadi dan/atau mendukung usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  3. melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Paragraf 6
Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Guna Bangunan

Pasal 45


(1) Hak guna bangunan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
(2) Hak guna bangunan dapat beralih, dialihkan, atau dilepaskan kepada pihak lain serta diubah haknya.
(3) Pelepasan hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.


Paragraf 7
Hapusnya Hak Guna Bangunan

Pasal 46


Hak guna bangunan hapus karena:
  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;
  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:
    1. tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 dan/atau Pasal 43;
    2. tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak guna bangunan antara pemegang hak guna bangunan dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;
    3. cacat administrasi; atau
    4. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;
  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;
  7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar;
  8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;
  9. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah untuk hak guna bangunan di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau
  10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.


Pasal 47


(1) Hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 di atas Tanah Negara, mengakibatkan:
  1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau
  2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.
(2) Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.
(3) Hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 di atas Tanah Hak Pengelolaan, mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.
(4) Hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 di atas Tanah hak milik, mengakibatkan tanahnya kembali ke dalam penguasaan pemegang hak milik.


Pasal 48


Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, Tanah yang dapat diberikan dengan hak guna bangunan, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan, dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan, dan perubahan, serta hapusnya hak guna bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 47 diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Ketiga
Hak Pakai

Paragraf 1
Subjek Hak Pakai

Pasal 49


(1) Hak pakai terdiri atas:
  1. hak pakai dengan jangka waktu; dan
  2. hak pakai selama dipergunakan.
(2) Hak pakai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan kepada:
  1. Warga Negara Indonesia;
  2. badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
  3. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
  4. badan keagamaan dan sosial; dan
  5. Orang Asing.
(3) Hak pakai selama dipergunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan kepada:
  1. instansi Pemerintah Pusat;
  2. Pemerintah Daerah;
  3. pemerintah desa; dan
  4. perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.


Pasal 50


(1) Pemegang hak pakai yang tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak pakai kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) haknya tidak dilepaskan atau dialihkan maka hak tersebut hapus karena hukum.


Paragraf 2
Tanah Yang Dapat Diberikan Dengan Hak Pakai

Pasal 51


(1) Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a meliputi:
  1. Tanah Negara;
  2. Tanah hak milik; dan
  3. Tanah Hak Pengelolaan.
(2) Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai selama dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b meliputi:
  1. Tanah Negara; dan
  2. Tanah Hak Pengelolaan.


Paragraf 3
Jangka Waktu Hak Pakai

Pasal 52


(1) Hak pakai di atas Tanah Negara dan Tanah Hak Pengelolaan dengan jangka waktu diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun.
(2) Hak pakai selama dipergunakan diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan dan dimanfaatkan.
(3) Hak pakai dengan jangka waktu di atas Tanah hak milik, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian hak pakai di atas Tanah hak milik.
(4) Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir, Tanah hak pakai kembali menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara atau Tanah Hak Pengelolaan.
(5) Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan:
  1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang;
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum;
  6. sumber daya alam dan lingkungan hidup; dan
  7. keadaan Tanah dan masyarakat sekitar.


Paragraf 4
Terjadinya Hak Pakai

Pasal 53


(1) Hak pakai di atas Tanah Negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri.
(2) Hak pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.
(3) Hak pakai di atas Tanah hak milik terjadi melalui pemberian oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dibuat secara elektronik.


Pasal 54


(1) Pemberian hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Hak pakai di atas Tanah Negara, di atas Tanah Hak Pengelolaan, atau di atas Tanah hak milik terjadi sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(3) Hak Pakai di atas Tanah hak milik mengikat pihak ketiga sejak didaftar oleh Kantor Pertanahan.
(4) Pemegang hak pakai diberikan sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.


Pasal 55


(1) Hak pakai di atas Tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak apabila memenuhi syarat:
  1. tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak;
  2. syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak;
  3. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak;
  4. tanahnya masih sesuai dengan rencana tata ruang; dan
  5. tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum.
(2) Hak pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) dapat diperpanjang atau diperbarui atas permohonan pemegang hak pakai apabila memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan.
(3) Atas kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang hak milik, hak pakai di atas Tanah hak milik dapat diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan hak tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Pasal 56


(1) Permohonan perpanjangan jangka waktu hak pakai dapat diajukan setelah tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya atau paling lambat sebelum berakhirnya jangka waktu hak pakai.
(2) Permohonan pembaruan hak pakai diajukan paling lama 2 (dua) tahun setelah berakhirnya jangka waktu hak pakai.
(3) Dalam hal hak pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan maka jangka waktu perpanjangan dan pembaruan hak dapat diberikan apabila tanahnya telah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
(4) Perpanjangan atau pembaruan hak pakai wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Paragraf 5
Kewajiban, Larangan, dan Hak Pemegang Hak Pakai

Pasal 57


Pemegang hak pakai berkewajiban:
  1. melaksanakan pembangunan dan/atau mengusahakan tanahnya sesuai dengan tujuan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya paling lama 2 (dua) tahun sejak hak diberikan;
  2. memelihara Tanah, termasuk menambah kesuburannya dan mencegah kerusakannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup;
  3. menjaga fungsi konservasi sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya;
  4. mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang yang diatur dalam rencana tata ruang;
  5. melepaskan Hak Atas Tanah baik sebagian atau keseluruhan dalam hal dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum; dan
  6. menyerahkan kembali Tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang Hak Pengelolaan, atau pemegang hak milik, setelah hak pakai hapus.


Pasal 58


Pemegang hak pakai dilarang:
  1. mengurung atau menutup pekarangan atau bidang Tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, dan/atau jalan air;
  2. merusak sumber daya alam dan kelestarian kemampuan lingkungan hidup;
  3. menelantarkan tanahnya; dan/atau
  4. mendirikan bangunan permanen yang mengurangi fungsi konservasi tanggul, fungsi konservasi sempadan, atau fungsi konservasi lainnya, dalam hal dalam areal hak pakai terdapat sempadan badan air atau fungsi konservasi lainnya.


Pasal 59


Pemegang hak pakai berhak:
  1. menggunakan dan memanfaatkan Tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya;
  2. memanfaatkan sumber air dan sumber daya alam lainnya di atas Tanah yang diberikan dengan hak pakai sepanjang untuk mendukung usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau
  3. melakukan perbuatan hukum yang bermaksud melepaskan, mengalihkan, dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Paragraf 6
Pembebanan, Peralihan, Pelepasan, dan Perubahan Hak Pakai

Pasal 60


(1) Hak pakai dengan jangka waktu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
(2) Hak pakai dengan jangka waktu dapat beralih, dialihkan, dilepaskan kepada pihak lain, atau diubah haknya.
(3) Hak pakai selama dipergunakan tidak dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan, tidak dapat beralih, dialihkan kepada pihak lain, atau diubah haknya.
(4) Hak pakai selama dipergunakan hanya dapat dilepaskan kepada pihak yang memenuhi syarat.
(5) Pelepasan hak pakai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang dan dilaporkan kepada Menteri.


Paragraf 7
Hapusnya Hak Pakai

Pasal 61


Hak pakai hapus karena:
  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya, untuk hak pakai dengan jangka waktu;
  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:
    1. tidak terpenuhinya ketentuan kewajiban dan/atau larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 dan/atau Pasal 58;
    2. tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dan pemegang hak milik atau perjanjian pemanfaatan Tanah Hak Pengelolaan;
    3. cacat administrasi; atau
    4. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir;
  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;
  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;
  7. ditetapkan sebagai Tanah Telantar,
  8. ditetapkan sebagai Tanah Musnah;
  9. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan Tanah untuk hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau
  10. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.


Pasal 62


(1) Hapusnya hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 di atas Tanah Negara mengakibatkan:
  1. Tanah menjadi Tanah Negara; atau
  2. sesuai dengan amar putusan pengadilan.
(2) Tanah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan selanjutnya menjadi kewenangan Menteri.
(3) Hapusnya hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 di atas Tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan.
(4) Hapusnya Hak Pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 di atas Tanah hak milik mengakibatkan tanahnya kembali dalam penguasaan pemegang hak milik.


Pasal 63


Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, Tanah yang dapat diberikan dengan hak pakai, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan, dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan dan perubahan, serta hapusnya hak pakai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 sampai dengan Pasal 62 diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Keempat
Pembatalan Hak Atas Tanah Karena Cacat Administrasi

Pasal 64


(1) Pembatalan Hak Atas Tanah karena cacat administrasi hanya dapat dilakukan:
a. sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat Hak Atas Tanah, untuk:
  1. Hak Atas Tanah yang diterbitkan pertama kali dan belum dialihkan; atau
  2. Hak Atas Tanah yang telah dialihkan namun para pihak tidak beriktikad baik atas peralihan hak tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 
atau
b. karena adanya tumpang tindih Hak Atas Tanah.
(2) Dalam hal jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terlampaui maka pembatalan dilakukan melalui mekanisme peradilan.


Bagian Kelima
Pemberian Hak untuk Pulau Kecil dan Wilayah Perairan

Pasal 65


(1) Pemberian Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah atas sebidang Tanah yang seluruhnya merupakan 1 (satu) pulau kecil wajib memperhatikan hak publik.
(2) Pemberian Hak Atas Tanah di wilayah perairan dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian hak untuk pulau kecil diatur dalam Peraturan Menteri.


Bagian Keenam
Tanah Musnah

Pasal 66


(1) Dalam hal terdapat bidang tanah yang sudah tidak dapat diidentifikasi lagi karena sudah berubah dari bentuk asalnya karena peristiwa alam sehingga tidak dapat difungsikan, digunakan, dan dimanfaatkan sebagaimana mestinya, dinyatakan sebagai Tanah Musnah dan Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah dinyatakan hapus.
(2) Penetapan Tanah Musnah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan identifikasi, inventarisasi, dan pengkajian.
(3) Sebelum ditetapkan sebagai Tanah Musnah, pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan prioritas untuk melakukan rekonstruksi atau reklamasi atas pemanfaatan Tanah.
(4) Dalam hal rekonstruksi atau reklamasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau pihak lain maka pemegang Hak Pengelolaan dan/atau Hak Atas Tanah diberikan bantuan dana kerohiman.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan Tanah Musnah diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB V
SATUAN RUMAH SUSUN

Bagian Kesatu
Subjek Hak Milik atas Satuan Rumah Susun

Pasal 67


(1) Hak milik atas Satuan Rumah Susun diberikan kepada:
  1. Warga Negara Indonesia;
  2. badan hukum Indonesia;
  3. Orang Asing yang mempunyai izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  4. badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; atau
  5. perwakilan negara asing dan lembaga internasional yang berada atau mempunyai perwakilan di Indonesia.
(2) Selain diberikan kepada sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hak milik atas Satuan Rumah Susun juga dapat diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat atau instansi Pemerintah Daerah.
(3) Hak milik atas Satuan Rumah Susun yang diberikan kepada instansi Pemerintah Pusat atau instansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dijaminkan dengan dibebani hak tanggungan.


Bagian Kedua
Pemecahan dan Penggabungan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

Pasal 68


(1) Hak milik atas Satuan Rumah Susun dapat dilakukan pemecahan atau penggabungan dengan melampirkan perubahan akta pemisahan hak milik atas Satuan Rumah Susun yang sudah disetujui atau disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dibebani hak tanggungan, pemecahan atau penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah memperoleh persetujuan tertulis dari pemegang hak tanggungan.


Bagian Ketiga
Rumah Tempat Tinggal atau Hunian untuk Orang Asing

Pasal 69


(1) Orang Asing yang dapat memiliki rumah tempat tinggal atau hunian merupakan Orang Asing yang mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam hal Orang Asing meninggal dunia, rumah tempat tinggal atau hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwariskan kepada ahli waris.
(3) Dalam hal ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Orang Asing, ahli waris harus mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 70


(1) Warga Negara Indonesia yang melaksanakan perkawinan dengan Orang Asing dapat memiliki Hak Atas Tanah yang sama dengan Warga Negara Indonesia lainnya.
(2) Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.
   

Pasal 71


(1) Rumah tempat tinggal atau hunian yang dapat dimiliki oleh Orang Asing merupakan:
a. rumah tapak di atas Tanah:
1. hak pakai; atau
2. hak pakai di atas:
a) hak milik, yang dikuasai berdasarkan perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah; atau
b) Hak Pengelolaan, berdasarkan perjanjian pemanfaatan Tanah dengan pemegang Hak Pengelolaan.
b. Rumah susun yang dibangun di atas bidang Tanah:
  1. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Negara;
  2. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan; atau
  3. hak pakai atau hak guna bangunan di atas Tanah hak milik.
(2) Rumah susun yang dibangun di atas Tanah hak pakai atau hak guna bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Satuan Rumah Susun yang dibangun di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya.


Pasal 72


Kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 diberikan dengan batasan:
  1. minimal harga;
  2. luas bidang Tanah;
  3. jumlah bidang Tanah atau unit Satuan Rumah Susun; dan
  4. peruntukan untuk rumah tinggal atau hunian.


Pasal 73


Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan batasan atas kepemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 sampai dengan Pasal 72 diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VI
HAK ATAS TANAH ATAU HAK PENGELOLAAN
PADA RUANG ATAS TANAH DAN RUANG BAWAH TANAH

Bagian Kesatu
Objek Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah

Pasal 74


(1) Penggunaan dan pemanfaatan bidang Tanah yang dipunyai oleh pemegang Hak Atas Tanah dibatasi oleh:
  1. batas ketinggian sesuai koefisien dasar bangunan dan koefisien lantai bangunan yang diatur dalam rencana tata ruang; dan
  2. batas kedalaman yang diatur dalam rencana tata ruang atau sampai dengan kedalaman 30 (tiga puluh) meter dari permukaan Tanah dalam hal belum diatur dalam rencana tata ruang.
(2) Tanah yang secara struktur dan/atau fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
(3) Ruang Bawah Tanah terdiri dari:
  1. Ruang Bawah Tanah dangkal; dan
  2. Ruang Bawah Tanah dalam.
(4) Ruang Bawah Tanah dangkal merupakan Tanah yang dipunyai oleh pemegang Hak Atas Tanah dengan batas kedalaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
(5) Ruang Bawah Tanah dalam merupakan Tanah yang secara struktur dan/atau fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).


Pasal 75


Dalam hal terdapat pemanfaatan sumber daya minyak dan gas bumi serta mineral dan batu bara, Hak Atas Tanah pada Ruang Bawah Tanah tidak dapat diberikan.


Bagian Kedua
Terjadinya Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah

Pasal 76


(1) Pemanfataan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) harus mendapat kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang yang diterbitkan oleh Menteri.
(2) Penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang untuk Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 77


(1) Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah dapat diberikan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, atau hak pakai setelah Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah dimanfaatkan.
(2) Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan dengari keputusan pemberian hak oleh Menteri.
(3) Hak guna bangunan dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah yang diberikan di atas Hak Pengelolaan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.


Pasal 78


(1) Dalam hal pemberian penggunaan dan pemanfaatan pada Ruang Atas Tanah mengganggu:
  1. kepentingan umum maka diperlukan persetujuan dari Pemerintah Pusat; dan/atau
  2. kepentingan pemegang Hak Atas Tanah pada bidang Tanah maka diperlukan persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah.
(2) Persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah dibuat dalam bentuk akta autentik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Segala bentuk gangguan yang diterima pemegang Hak Atas Tanah diberikan ganti rugi yang dapat dinilai dalam bentuk uang atau bentuk lain sesuai kesepakatan dengan pihak yang akan menggunakan dan memanfaatkan Ruang Atas Tanah.
(4) Perhitungan nilai ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh penilai pertanahan.


Pasal 79


(1) Hak Pengelolaan, hak guna bangunan dan hak pakai pada Ruang Bawah Tanah diberikan pada:
  1. Ruang Bawah Tanah dangkal; atau
  2. Ruang Bawah Tanah dalam.
(2) Dalam hal penggunaan dan pemanfaatan pada Ruang Bawah Tanah dangkal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mengganggu kepentingan umum dan/atau kepentingan pemegang Hak Atas Tanah pada permukaan Tanah maka diperlukan persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah.
(3) Persetujuan dari pemegang Hak Atas Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dalam bentuk akta autentik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Segala bentuk gangguan yang diterima pemegang Hak Atas Tanah diberikan ganti rugi yang dapat dinilai dalam bentuk uang atau bentuk lain sesuai kesepakatan denga pihak yang akan menggunakan dan memanfaatkan Ruang Bawah Tanah.
(5) Perhitungan nilai ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh penilai pertanahan.


Pasal 80


(1) Pemberian Hak Pengelolaan, hak guna bangunan atau hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
(2) Pemegang Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, atau hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah diberikan sertipikat sebagai tanda bukti kepemilikan.


Bagian Ketiga
Subjek, Jangka Waktu, Pembebanan, Peralihan dan Pelepasan, dan
Pembatalan Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai pada
Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah

Pasal 81


Ketentuan mengenai subjek, jangka waktu, pembebanan, peralihan dan pelepasan, dan pembatalan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai atas Tanah berlaku secara mutatis mutandis terhadap ketentuan mengenai subjek, jangka waktu, pembebanan, peralihan dan pelepasan, dan pembatalan Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah.


Bagian Keempat
Hapusnya Hak Pengelolaan, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai
pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah

Pasal 82


(1) Hak Pengelolaan pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah hapus apabila:
  1. dibatalkan oleh Menteri karena:
    1. cacat administrasi; atau
    2. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  2. bangunan/satuan ruangnya dan/atau tanahnya musnah dan tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi;
  3. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya;
  4. dilepaskan untuk kepentingan umum; dan/atau
  5. dicabut berdasarkan Undang-Undang.
(2) Hak guna bangunan dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah hapus apabila:
  1. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian, perpanjangan, atau pembaruan haknya;
  2. dibatalkan haknya oleh Menteri sebelum jangka waktunya berakhir karena:
    1. tidak memenuhi kewajiban dan/atau melanggar larangan;
    2. tidak terpenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemanfaatan Hak Pengelolaan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah;
    3. cacat administrasi; atau
    4. putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  3. diubah haknya menjadi Hak Atas Tanah lain;
  4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
  5. dilepaskan untuk kepentingan umum;
  6. dicabut berdasarkan Undang-Undang;
  7. bangunan/satuan ruangnya dan/atau tanahnya musnah dan tidak dapat digunakan atau dimanfaatkan lagi;
  8. berakhirnya perjanjian pemberian hak atau pemanfaatan Tanah untuk hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak milik atau Hak Pengelolaan; dan/atau
  9. pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.


Pasal 83


Ketentuan lebih lanjut mengenai subjek, objek, jangka waktu, terjadinya hak, tata cara dan syarat permohonan pemberian, perpanjangan, pembaruan, dan pendaftaran, kewajiban, larangan dan hak, pembebanan, peralihan, pelepasan dan perubahan, serta hapusnya Hak Pengelolaan, hak guna bangunan, dan hak pakai pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 sampai dengan Pasal 82 diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VII
PENDAFTARAN TANAH

Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah Secara Elektronik

Pasal 84


(1) Penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah dapat dilakukan secara elektronik.
(2) Hasil penyelenggaraan dan pelaksanaan Pendaftaran Tanah secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa data, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik.
(3) Data dan informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(4) Data dan informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.
(5) Penerapan Pendaftaran Tanah elektronik dilaksanakan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan sistem elektronik yang dibangun oleh Kementerian.


Pasal 85


(1) Seluruh data dan/atau dokumen dalam rangka kegiatan Pendaftaran Tanah secara bertahap disimpan dan disajikan dalam bentuk dokumen elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(2) Data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan secara elektronik di pangkalan data Kementerian.
(3) Untuk keperluan pembuktian di pengadilan dan/atau pemberian informasi pertanahan yang dimohonkan instansi yang memerlukan untuk pelaksanaan tugasnya, data dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan akses melalui sistem elektronik.


Pasal 86


Pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah dapat dilakukan secara elektronik.


Bagian Kedua
Percepatan Pendaftaran Tanah

Pasal 87


(1) Dalam rangka percepatan Pendaftaran Tanah maka pelaksanaan Pendaftaran Tanah secara sistematik wajib diikuti oleh pemilik bidang Tanah.
(2) Dalam hal pemilik bidang Tanah tidak mengikuti Pendaftaran Tanah secara sistematik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemilik bidang Tanah wajib mendaftarkan tanahnya secara sporadik.


Pasal 88


(1) Pengumuman hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis:
  1. dalam Pendaftaran Tanah secara sistematik dilakukan selama 14 (empat belas) hari kalender;
  2. dalam Pendaftaran Tanah secara sporadik selama 30 (tiga puluh) hari kalender.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui website yang disediakan oleh Kementerian.


Pasal 89


Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan secara elektronik paling lama 7 (tujuh) hari kalender setelah dokumen yang diperlukan untuk pendaftaran hak tanggungan dinyatakan memenuhi syarat.


Bagian Ketiga
Penertiban Administrasi Pendaftaran Tanah

Pasal 90


(1) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sewa atas Tanah terdaftar ke Kantor Pertanahan.
(2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada daftar umum dan/atau sertipikat Hak Atas Tanah.


Pasal 91


(1) Dalam hal Tanah menjadi objek perkara di pengadilan, pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan pencatatan ke Kantor Pertanahan bahwa suatu Hak Atas Tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun menjadi objek perkara di pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan.
(2) Catatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hapus dengan sendirinya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang mengajukan pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum jangka waktu berakhir.
(3) Apabila hakim yang memeriksa perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memerintahkan status quo atas Hak Atas Tanah atau hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan maka atas perintah hakim, permohonan tersebut dicatatkan ke Kantor Pertanahan.
(4) Catatan mengenai perintah status quo sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender kecuali apabila diikuti dengan putusan sita jaminan yang salinan resmi dan berita acara eksekusinya disampaikan kepada kepala Kantor Pertanahan.

 

Pasal 92


(1) Dalam hal Tanah merupakan objek perkara pengadilan, objek penetapan status quo oleh hakim yang memeriksa perkara atau objek sita pengadilan, kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak.
(2) Setelah jangka waktu catatan objek perkara pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (2) dan/atau catatan objek penetapan status quo sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (4) hapus dan objek perkara tidak diikuti penetapan sita jaminan maka pendaftaran peralihan atau pembebanan hak dapat dilaksanakan.
(3) Penolakan kepala Kantor Pertanahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis yang memuat alasan penolakan.


Pasal 93


(1) Untuk memastikan letak dan batas Tanah objek gugatan yang sedang diperkarakan, hakim yang memeriksa perkara dapat meminta pengukuran pada Kantor Pertanahan setempat.
(2) Sebelum pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, panitera pengadilan wajib mengajukan permohonan pengukuran kepada Kantor Pertanahan atas objek eksekusi untuk memastikan letak dan batas Tanah objek eksekusi yang ditunjukan oleh juru sita dan bertanggung jawab atas letak dan batas Tanah objek eksekusi yang ditunjukannya.


Bagian Keempat
Perubahan Hak

Pasal 94


Hak guna bangunan dan hak pakai yang dimiliki oleh Warga Negara Indonesia, yang digunakan dan dimanfaatkan untuk rumah tinggal termasuk rumah toko dan rumah kantor, dapat diberikan hak milik atas permohonan pemegang hak.


Bagian Kelima
Bukti Hak Lama

Pasal 95


(1) Alat bukti tertulis Tanah bekas hak barat dinyatakan tidak berlaku dan statusnya menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara.
(2) Pendaftaran Tanah bekas hak barat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendasarkan pada surat pernyataan penguasaan fisik yang diketahui 2 (dua) orang saksi dan bertanggung jawab secara perdata dan pidana, yang menguraikan:
  1. Tanah tersebut adalah benar milik yang bersangkutan bukan milik orang lain dan statusnya adalah Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara bukan Tanah bekas milik adat;
  2. Tanah secara fisik dikuasai;
  3. penguasaan tersebut dilakukan dengan iktikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas Tanah; dan
  4. penguasaan tersebut tidak dipermasalahkan oleh pihak lain.


Pasal 96


(1) Alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat yang dimiliki oleh perorangan wajib didaftarkan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
(2) Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir maka alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat dinyatakan tidak berlaku dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembuktian Hak Atas Tanah dan hanya sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.


Pasal 97


Surat keterangan tanah, surat keterangan ganti rugi, surat keterangan desa, dan lainnya yang sejenis yang dimaksudkan sebagai keterangan atas penguasaan dan pemilikan Tanah yang dikeluarkan oleh kepala desa/lurah/camat hanya dapat digunakan sebagai petunjuk dalam rangka Pendaftaran Tanah.


Pasal 98


(1) Tanah swapraja atau bekas swapraja merupakan Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara.
(2) Tanah swapraja atau bekas swapraja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada bekas pemegang Tanah swapraja atau bekas swapraja, apabila memenuhi syarat dan mengusahakan atau menggarap sendiri Tanah untuk kepentingan swapraja.
(3) Tanah swapraja atau bekas swapraja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikuasai oleh pihak lain, diberikan kepada pihak yang mengusahakan atau menggarap Tanah dengan iktikad baik.
(4) Konsesi atau sewa atas Tanah bekas swapraja hapus dan menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) tidak berlaku untuk Tanah swapraja atau bekas swapraja yang diatur menurut Undang-Undang.


Pasal 99


Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Pendaftaran Tanah serara elektronik, penyimpanan dan penyajian data dan/atau dokumen elektronik, bentuk, isi dan tata cara pembuatan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah secara elektronik, percepatan Pendaftaran Tanah, pendaftaran hak tanggungan secara elektronik, pencatatan perjanjian pengikatan jual beli dan perjanjian sewa, pencatatan objek perkara dan perintah status quo, perubahan hak guna bangunan dan hak pakai menjadi hak milik, dan Pendaftaran Tanah bekas hak barat atau Tanah bekas milik adat serta Tanah swapraja atau bekas swapraja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 sampai dengan Pasal 98 diatur dalam Peraturan Menteri.


BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 100


Dalam hal Peraturan Pemerintah ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.


BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 101


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
  1. Hak Pengelolaan, hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai yang telah diberikan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, tetap sah dan berlaku;
  2. Permohonan hak guna usaha, hak guna bangunan, atau hak pakai yang telah diterima lengkap dan belum diterbitkan surat keputusan pemberian haknya sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, diselesaikan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.


BAB X
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 102


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan ketentuan pelaksanaan dari:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696); dan
  3. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5793);
dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


Pasal 103


Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 325, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5793); dan
  3. Ketentuan mengenai jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sistematik dan jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sporadik dalam Pasal 26 ayat (1) dan ketentuan Pasal 45 ayat (1) huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 104


Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2021
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2021
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

YASONNA H. LAOLY



LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 28






PENJELASAN


ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2021

TENTANG

HAK PENGELOLAAN, HAK ATAS TANAH, SATUAN RUMAH SUSUN,
DAN PENDAFTARAN TANAH

 


I. UMUM

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa negara mempunyai tanggung jawab untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dalam rangka mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Saat ini, bangsa Indonesia sedang mengejar ketertinggalan dengan negara-negara di dunia dalam hal pertumbuhan ekonomi. Salah satu yang sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah tingkat investasi yang masih cukup rendah di Indonesia. Dampak yang dirasakan dan dikhawatirkan akan mempengaruhi Indonesia dalam jangka menengah ke depan adalah meningkatnya angka pengangguran sehingga Indonesia tidak bisa lepas dari bahaya middle income trap.

Pemerintah memberikan respons dengan cepat dan tepat dalam mereformulasi kebijakan dalam pelayanan dan pengembangan kesejahteraan sosial. Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, diharapkan dapat menjadi stimulus terhadap perubahan struktur ekonomi yang mampu menggerakkan semua sektor, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi mencapai 5,7% (lima koma tujuh persen) sampai dengan 6,0% (enam koma nol persen) melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, dan peningkatan produktivitas.

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini akan menjadi kebijakan strategis nasional yang akan mengatur secara rinci pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Secara menyeluruh, arahan kebijakan dalam penguatan Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah, termasuk percepatan Pendaftaran Tanah berbasis elektronik adalah untuk mengatasi berbagai hambatan dan tantangan birokrasi dan regulasi yang menghambat pertumbuhan ekonomi dan bisnis di Indonesia.

Peraturan Pemerintah ini menyatukan (omnibus law), mengharmoniskan, mensinkronkan, memperbarui, dan mencabut ketentuan yang sudah tidak relevan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan di Indonesia, serta beberapa pengaturan mengenai penguatan Hak Pengelolaan juga akan memperbarui ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara.

Selain itu, Peraturan Pemerintah ini juga akan mengatur kebijakan baru terkait pemberian hak pada Ruang Atas Tanah dan Ruang Bawah Tanah. Tujuannya adalah mengatasi masalah keterbatasan ketersediaan lahan bagi pembangunan perkotaan, efisiensi penggunaan lahan yang ada, serta pengembangan bangunan secara vertikal termasuk pengembangan infrastruktur di atas/bawah tanah (contoh: mass rapid transit, fasilitas penyeberangan, dan pusat perbelanjaan bawah tanah).
   
   
II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.


Pasal 2

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Huruf a


Yang dimaksud dengan “Undang-Undang atau Penetapan Pemerintah” dalam pengaturan ini antara lain Undang-Undang Pokok Agraria, Undang-Undang Bencana Alam, Undang-Undang Pencabutan Hak, Undang-Undang Penguasaan Benda-Benda Tetap Milik Perseorangan, Peraturan mengenai Penegasan Status Rumah/Tanah Kepunyaan Badan-Badan Hukum yang Ditinggalkan Direksi/Pengurusnya, dan Keputusan Presiden tentang Pokok-Pokok Kebijaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah Asal Konversi Hak-Hak Barat.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Cukup jelas.


Huruf f


Cukup jelas.


Huruf g


Cukup jelas.


Huruf h


Cukup jelas.


Huruf i


Cukup jelas.


Pasal 3

Cukup jelas.


Pasal 4

Pelaksanaan kewenangan yang bersumber dari hak ulayat yang sudah dipunyai oleh masyarakat hukum adat berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Penetapan Hak Ulayat menjadi Hak Pengelolaan merupakan bentuk pengakuan kepada masyarakat hukum adat.


Pasal 5

Ayat (1)


Hak Pengelolaan merupakan hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang Hak Pengelolaan. Mayoritas pemegang Hak Pengelolaan adalah instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, namun dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian saat ini, subjek Hak Pengelolaan diperjelas dan dipertegas yakni dapat diberikan kepada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah, Badan Bank Tanah, dan badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat.

Untuk membedakan Hak Pengelolaan yang termasuk aset barang milik negara/barang milik daerah atau bukan maka diatur bahwa Hak Pengelolaan yang termasuk aset barang milik negara atau barang milik daerah merupakan tanah Hak Pengelolaan yang perolehannya berasal dari anggaran pendapatan belanja negara/anggaran pendapatan belanja daerah atau perolehan lainnya yang sah.


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Yang dimaksud dengan “badan hukum milik negara/badan hukum milik daerah” adalah badan hukum yang didirikan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang berstatus sebagai badan hukum publik seperti perguruan tinggi negeri badan hukum atau badan hukum yang sejenis.


Huruf e


Yang dimaksud dengan “Badan Bank Tanah” adalah badan khusus (sui generis) yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh Pemerintah Pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola Tanah.


Huruf f


Yang dimaksud dengan “badan hukum yang ditunjuk oleh Pemerintah Pusat” merupakan badan hukum yang diberikan penugasan oleh Pemerintah Pusat dalam rangka pengembangan daerah-daerah tertentu seperti badan otorita.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “masyarakat hukum adat” adalah masyarakat hukum adat yang menguasai Tanah Ulayat, telah diakui dan ditetapkan keberadaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang memuat kelembagaan dalam perangkat penguasa adatnya, wilayah hukum adat, pranata, atau perangkat hukum yang masih ditaati.

Apabila di dalam proses penetapan Tanah Ulayat telah ada hak-hak yang sudah diberikan maka tidak termasuk yang dapat ditetapkan menjadi Hak Pengelolaan.


Pasal 6

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “tugas pokok dan fungsinya langsung berhubungan dengan pengelolaan Tanah” adalah mengelola, mengatur, memanfaatkan, dan/atau menyelenggarakan usaha yang kewenangannya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan Tanah.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan “anak perusahaan yang dimiliki oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah” adalah dalam hal terdapat kekayaan negara berupa saham milik negara pada suatu badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah dijadikan penyertaan modal negara pada badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah lain sehingga sebagian besar saham dimiliki oleh badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah lain maka badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah tersebut menjadi anak perusahaan badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah dengan ketentuan negara wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar.


Misalnya peleburan PTPN I sampai dengan PTPN XII membentuk satu holding perusahaan perkebunan dengan PTPN III sebagai induk maka PTPN I sampai dengan PTPN XII sebagai anak perusahaan badan usaha milik negara yang dapat diberikan Hak Pengelolaan.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 7

Ayat (1)


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Yang dimaksud dengan “pihak lain” adalah pihak yang akan menggunakan dan memanfaatkan seluruh atau sebagian Tanah Hak Pengelolaan.


Huruf c


Yang dimaksud dengan “tarif” adalah tarif pelayanan pemanfaatan lahan pertama kali yang dikenakan oleh pemegang Hak Pengelolaan dan uang wajib tahunan yang dikenakan pada saat pendaftaran pertama kali, perpanjangan, maupun pembaruan hak.


Ayat (2)


Rencana induk yang disusun oleh pemegang Hak Pengelolaan menjadi acuan pemberian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sebagaimana rencana rinci tata ruang.


Pasal 8

Ayat (1)


Hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai atas Hak Pengelolaan dicantumkan untuk membedakan hak guna usaha, hak guna bangunan dan/atau hak pakai di atas Tanah Negara.


Huruf a


Yang dimaksud dengan “sepanjang diatur dalam Peraturan Pemerintah” antara lain Peraturan Pemerintah yang mencantumkan bahwa pemegang Hak Pengelolaan dapat diberikan Hak Atas Tanah seperti Peraturan Pemerintah mengenai perusahaan umum nasional dan Peraturan Pemerintah mengenai Badan Bank Tanah.


Huruf b


Cukup jelas.

Ayat (2)


Perjanjian pemanfaatan Tanah merupakan kesepakatan para pihak yang tunduk pada hukum perdata dan dibuat dihadapan pejabat umum.


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Bahwa pemegang hak di atas Hak Pengelolaan dijamin memperoleh perpanjangan dan/atau pembaruan hak dari pemegang Hak Pengelolaan yang dicantumkan dalam perjanjian pemanfaatan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan penindang-undangan.


Huruf e


Yang dimaksud dengan “uang wajib tahunan” merupakan istilah uang wajib tahunan, uang pemasukan, atau ganti rugi dari pihak lain yang besarannya dicantumkan dalam perjanjian pemanfaatan Tanah.


Huruf f


Cukup jelas.


Pasal 9

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “tidak boleh mengandung unsur-unsur yang merugikan para pihak” adalah perjanjian yang dibuat antara masing-masing pihak merupakan kesepakatan para pihak dan tunduk pada hukum perdata.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 10

Cukup jelas.


Pasal 11

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “didaftar” adalah proses pendaftaran hak dengan membukukannya secara manual pada buku tanah fisik atau secara elektronik pada saat diterbitkannya sertipikat apabila pada Kantor Pertanahan telah ditetapkan untuk melaksanakan Pendaftaran Tanah secara elektronik.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 12

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Hak Pengelolaan yang dilepaskan dapat sebagian maupun seluruhnya.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” antara lain notaris, camat, atau kepala Kantor Pertanahan.


Pasal 13

Ayat (1)


Ketentuan ini berlaku untuk Hak Pengelolaan yang merupakan aset barang milik negara/barang milik daerah maupun bukan aset barang milik negara/barang milik daerah.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” antara lain notaris, camat, atau kepala Kantor Pertanahan.


Pasal 14

Ayat (1)


Huruf a


angka 1


Yang dimaksud dengan “cacat administrasi” adalah cacat substansi, cacat yuridis, cacat prosedur, dan/atau cacat kewenangan.


angka 2


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Hak Pengelolaan hapus apabila di atas Hak Pengelolaan diberikan dengan hak milik antara lain untuk keperluan rumah umum, keperluan transmigrasi, reforma agraria, redistribusi Tanah, atau program pemerintah/program strategis nasional lainnya.


Huruf f


Cukup jelas.


Huruf g


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Pada hakekatnya Hak Atas Tanah yang membebani Hak Pengelolaan hapus apabila Hak Pengelolaan dibatalkan oleh pengadilan.

Untuk memberikan perlindungan bagi pemegang Hak Atas Tanah yang memperoleh hak dengan iktikad baik maka pembatalan Hak Atas Tanah di atas Tanah Hak Pengelolaan harus dinyatakan secara tegas dalam amar putusan.


Pasal 15

Cukup jelas.


Pasal 16

Apabila dalam kegiatan pengawasan dan pengendalian ditemukan Hak Pengelolaan atau hak di atas Hak Pengelolaan belum digunakan atau dimanfaatkan sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak maka pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Atas Tanah dapat diberikan peringatan dan dikenai mekanisme Tanah Telantar.


Pasal 17

Ayat (1)


Status Tanah hasil reklamasi menjadi Tanah yang Dikuasai Langsung oleh Negara yang dapat diberikan Hak Atas Tanah atau Hak Pengelolaan.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 18

Cukup jelas.


Pasal 19

Cukup jelas.


Pasal 20

Cukup jelas.


Pasal 21

Cukup jelas.


Pasal 22

Ayat (1)


Pada hakekatnya hak guna usaha merupakan hak yang berjangka waktu yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, atau pembaruan berakhir, selanjutnya Menteri berwenang menata kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan Tanah tersebut.

Kewenangan Menteri dimaksudkan untuk mengatur kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap memberikan prioritas kepada bekas pemegang hak atau diberikan Hak Pengelolaan antara lain kepada Badan Bank Tanah. Apabila Tanah tidak diberikan kepada bekas pemegang hak maka akan diberitahukan terlebih dahulu.


Pasal 23

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Sesuai dengan maksud pelimpahan wewenang melalui pemberian Hak Pengelolaan maka pemberian hak guna usaha di atas Tanah Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri kepada calon pemegang hak atas persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 24

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “didaftar” adalah proses pendaftaran hak dengan membukukannya secara manual pada buku tanah fisik atau secara elektronik pada saat diterbitkannya sertipikat apabila pada Kantor Pertanahan telah ditetapkan untuk melaksanakan Pendaftaran Tanah secara elektronik.

Sebelum didaftar sesuai ketentuan yang berlaku, hak guna usaha belum terjadi dan status tanahnya masih tetap Tanah Negara atau Tanah Hak Pengelolaan. Istilah “terjadi” tersebut telah ada sejak Undang-Undang Pokok Agraria Dalam pemahaman masa-masa sesudah itu istilah “terjadi” memiliki arti yang sama dengan lahirnya hak.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 25

Ayat (1)


Ketentuan ini diadakan untuk menjamin kelangsungan usaha dari pemegang hak yang telah melaksanakan usahanya dengan baik, yaitu dengan menjamin perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha apabila dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam ayat ini.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Pasal 26

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “usia tanaman atau usaha lainnya efektif” adalah keadaan atau jangka waktu tertentu yang telah mencapai ambang batas minimal produktivitas sesuai perizinan kegiatan usaha pertanian, perikanan, dan peternakan yang diterbitkan instansi teknis.

Untuk menilai hal ini maka Kantor Pertanahan/Kantor Wilayah akan melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B.

Apabila permohonan perpanjangan tidak diajukan sampai dengan berakhirnya jangka waktu hak guna usaha maka diajukan pembaruan hak.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Sebagaimana penjelasan pada ayat (1) maka untuk menilai tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya, Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Panitia Pemeriksaan Tanah B.

Pendaftaran perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha tetap dilakukan secara bertahap.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 27

Ketentuan mengenai hak, kewajiban dan larangan pemegang hak guna usaha dicantumkan dalam surat keputusan pemberian hak serta dicantumkan pada sertipikat baik secara manual atau elektronik.


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Cukup jelas.


Huruf f


Cukup jelas.


Huruf g


Cukup jelas.


Huruf h


Cukup jelas.


Huruf i


Kewajiban ini dikenakan kepada badan hukum perseroan terbatas baik yang dimiliki swasta maupun badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah untuk hak guna usaha perkebunan dengan luas minimal 250 (dua ratus lima puluh) hektar. Kewajiban ini dikenakan pada saat pemberian hak guna usaha pertama kali.
Apabila belum dilaksanakan pada saat pemberian hak guna usaha pertama kali, maka wajib dilaksanakan pada saat perpanjangan atau pembaruan hak guna usaha.


Huruf j


Cukup jelas.


Huruf k


Cukup jelas.


Huruf 1


Cukup jelas.


Pasal 28

Huruf a


Pengusahaan Tanah oleh pihak lain dimungkinkan dalam areal yang telah diberikan hak guna usaha telah diberikan izin usaha terkait pemanfaatan sumber daya alam seperti mineral, batubara, dan panas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Huruf b


Pemberian hak guna usaha tidak boleh mengakibatkan tertutupnya penggunaan dari segi fisik Tanah yang terkurung oleh hak guna usaha itu. Oleh karena itu pemegang hak guna usaha wajib memberikan kesempatan kepada pemegang Hak Atas Tanah yang terkurung memiliki akses yang diperlukan.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Cukup jelas.


Huruf f


Yang dimaksud dengan “bangunan permanen” merupakan bangunan tetap yang tidak dapat dipindahkan seperti pabrik dan mes karyawan yang pembangunannya mengganggu fungsi konservasi.


Pasal 29

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Karena pada umumnya hak guna usaha meliputi Tanah yang luas, di dalam Tanah hak guna usaha sering kali terdapat sumber air atau sumber daya alam lainnya. Pemegang hak guna usaha berhak menggunakan sumber daya alam ini sepanjang hal itu diperlukan untuk kepentingan usaha yang dijalankannya, dengan mengingat ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kepentingan masyarakat sekitarnya.


Huruf c


Cukup jelas.


Pasal 30

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Perubahan hak dapat diakibatkan antara lain karena perubahan rencana tata ruang. Jangka waktu hak yang diubah melanjutkan jangka waktu hak sebelumnya untuk memenuhi 1 (satu) siklus jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.

Perubahan hak karena rencana tata ruang dapat diberikan ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak. Negara dapat mengambil alih sebagian Tanah yang diubah haknya dengan pemberian ganti rugi yang layak.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” antara lain notaris, camat, atau kepala Kantor Pertanahan.


Pasal 31

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Angka 1


Cukup jelas.


Angka 2


Yang dimaksud dengan “cacat administrasi” adalah cacat substansi, cacat yuridis, cacat prosedur, dan/atau cacat kewenangan.


Angka 3


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Ketentuan ini dikenakan dalam rangka pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.


Huruf f


Dicabutnya hak berdasarkan Undang-Undang antara lain pencabutan untuk kepentingan umum atau dalam rangka penanggulangan bencana.


Huruf g


Cukup jelas.


Huruf h


Dalam hal hapusnya hak guna usaha karena Tanahnya musnah, yang hapus hanya bagian Tanah hak guna usaha yang musnah itu. Selebihnya masih tetap dikuasai dengan hak guna usaha. Untuk penyesuaian pencatatannya pada Kantor Pertanahan perubahan itu perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Huruf i


Cukup jelas.


Huruf j


Cukup jelas.


Pasal 32

Cukup jelas.


Pasal 33

Cukup jelas.


Pasal 34

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Termasuk pengertian badan hukum adalah semua lembaga yang menurut peraturan yang berlaku diberi status sebagai badan hukum, misalnya perseroan terbatas, koperasi, dan perhimpunan.


Pasal 35

Cukup jelas.


Pasal 36

Berbeda dengan hak guna usaha, hak guna bangunan juga dapat diberikan di atas Tanah hak milik.


Pasal 37

Ayat (1)


Pada hakekatnya hak guna bangunan merupakan hak yang berjangka waktu yang diberikan oleh pejabat yang berwenang dengan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, atau pembaruan berakhir, selanjutnya Menteri berwenang menata kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan Tanah tersebut.

Kewenangan Menteri dimaksudkan untuk mengatur kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap memberikan prioritas kepada bekas pemegang hak atau diberikan Hak Pengelolaan antara lain kepada Badan Bank Tanah. Apabila Tanah tidak diberikan kepada bekas pemegang hak maka akan diberitahukan terlebih dahulu.


Pasal 38

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Sesuai dengan maksud pelimpahan wewenang melalui pemberian Hak Pengelolaan maka pemberian hak guna bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri kepada calon pemegang hak atas persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.


Ayat (3)


Pemberian hak guna bangunan di atas Tanah hak milik pada dasarnya merupakan pembebanan yang dilakukan oleh pemegang hak milik atas Tanah miliknya. Karena itu pemberian dilakukan dengan suatu perjanjian antara pemegang hak milik dan calon pemegang hak guna bangunan yang dicantumkan dalam akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 39

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “didaftar” adalah proses pendaftaran hak dengan membukukannya secara manual pada buku tanah fisik atau secara elektronik pada saat diterbitkannya sertipikat apabila pada Kantor Pertanahan telah ditetapkan untuk melaksanakan Pendaftaran Tanah secara elektronik.


Ayat (3)


Walaupun hak guna bangunan itu sudah terjadi pada waktu dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dimaksud pada ayat (1), namun baru mengikat pihak ketiga sesudah didaftar oleh Kantor Pertanahan.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 40

Ayat (1)


Ketentuan ini diadakan untuk menjamin kelangsungan penguasaan Tanah dengan hak guna bangunan yang pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal dan tempat usaha yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat.

Perpanjangan dan pembaruan hak guna bangunan diberikan atas permohonan pemegang hak. Untuk itu dalam pemberian perpanjangan dan pembaruan hak tersebut harus terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang hak guna bangunan tersebut ditetapkan dalam keputusan pemberian hak guna bangunan yang pertama kali, serta tidak bertentangan dengan rencana umum tata ruang yang berlaku.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Pembaruan jangka waktu hak guna bangunan di atas Tanah hak milik dilakukan dengan memberikan hak guna bangunan baru dengan perjanjian baru.


Pasal 41

Ayat (1)

 

Yang dimaksud dengan “tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya” adalah Tanah tersebut telah dibangun bangunan dan/atau fasilitas pendukungnya efektif dimanfaatkan oleh pemegang hak. Untuk menilai hal ini maka Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Konstatasi.
Apabila permohonan perpanjangan tidak diajukan sampai dengan berakhirnya jangka waktu hak guna bangunan maka diajukan pembaruan hak.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Pendaftaran perpanjangan atau pembaruan hak guna bangunan tetap dilakukan secara bertahap.


Ayat (4)


Sebagaimana penjelasan pada ayat (1) maka untuk menilai tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Konstatasi. Pendaftaran perpanjangan atau pembaruan hak guna bangunan tetap dilakukan secara bertahap.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 42

Ketentuan mengenai kewajiban pemegang hak guna bangunan dicantumkan dalam surat keputusan pemberian hak serta dicantumkan pada sertipikat secara manual atau elektronik.


Pasal 43

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Yang dimaksud dengan “bangunan permanen” merupakan bangunan tetap yang tidak dapat dipindahkan seperti pabrik dan mes karyawan yang pembangunannya menganggu fungsi konservasi.


Pasal 44

Cukup jelas.


Pasal 45

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Perubahan hak dapat diakibatkan antara lain karena perubahan rencana tata ruang. Jangka waktu hak yang diubah melanjutkan jangka waktu hak sebelumnya untuk memenuhi 1 (satu) siklus jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.
Perubahan hak karena rencana tata ruang dapat diberikan ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak. Negara dapat mengambil alih sebagian tanah yang diubah haknya dengan pemberian ganti rugi yang layak.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan “pejabat yang berwenang” antara lain notaris, camat, atau kepala Kantor Pertanahan.


Pasal 46

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Angka 1


Cukup jelas.


Angka 2


Cukup jelas.


Angka 3


Yang dimaksud dengan “cacat administrasi” adalah cacat substansi, cacat yuridis, cacat prosedur, dan/atau cacat kewenangan.


Angka 4


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Ketentuan ini dikenakan dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.


Huruf f


Dicabutnya hak berdasarkan Undang-Undang antara lain pencabutan untuk kepentingan umum atau dalam rangka penanggulangan bencana.


Huruf g


Cukup jelas.


Huruf h


Dalam hal hapusnya hak guna bangunan karena tanahnya musnah, yang hapus hanya bagian tanah hak guna bangunan yang musnah itu. Selebihnya masih tetap dikuasai dengan hak guna bangunan.
Untuk penyesuaian pencatatannya pada Kantor Pertanahan perubahan itu perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Huruf i


Cukup jelas.


>Huruf j


Cukup jelas.


Pasal 47

Cukup jelas.


Pasal 48

Cukup jelas.


Pasal 49

Ayat (1)


Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Hak pakai dapat pula diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan.

Hal ini dimaksudkan untuk menjamin dipenuhinya keperluan Tanah untuk keperluan tertentu secara berkelanjutan, misalnya untuk keperluan kantor lembaga pemerintah, untuk kantor perwakilan asing, dan perwakilan badan internasional beserta kediaman kepala perwakilannya.

Hak pakai yang diberikan untuk waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, akan tetapi dapat dilepaskan oleh pemegang haknya sehingga menjadi Tanah Negara untuk kemudian dimohon dengan hak baru oleh pihak lain tersebut.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 50

Cukup jelas.


Pasal 51

Cukup jelas.


Pasal 52

Ayat (1)


Pada hakekatnya hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu tertentu merupakan hak yang diberikan oleh pejabat yang berwenang yakni dengan pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, atau pembaruan berakhir, selanjutnya Menteri berwenang menata kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan tanah tersebut.

Kewenangan Menteri dimaksudkan untuk mengatur kembali penggunaan, pemanfaatan, dan pemilikan Tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap memberikan prioritas kepada bekas pemegang hak atau diberikan Hak Pengelolaan antara lain kepada Badan Bank Tanah. Apabila Tanah tidak diberikan kepada bekas pemegang hak maka akan diberitahukan terlebih dahulu.


Pasal 53

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Sesuai dengan maksud pelimpahan wewenang melalui pemberian Hak Pengelolaan maka pemberian hak pakai di atas Tanah Hak Pengelolaan dilakukan oleh Menteri kepada calon pemegang hak atas persetujuan pemegang Hak Pengelolaan.


Ayat (3)


Pemberian hak pakai di atas Tanah hak milik nada dasarnya merupakan pembebanan yang dilakukan oleh pemegang hak milik atas Tanah miliknya. Karena itu pemberian dilakukan dengan suatu perjanjian antara pemegang hak milik dan calon pemegang hak pakai yang dicantumkan dalam akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 54

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “didaftar” adalah proses pendaftaran hak dengan membukukannya secara manual pada buku tanah fisik atau secara elektronik pada saat diterbitkannya sertipikat apabila pada Kantor Pertanahan telah ditetapkan untuk melaksanakan Pendaftaran Tanah secara elektronik.


Ayat (3)


Walaupun hak pakai itu sudah terjadi pada waktu dibuatnya akta Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dimaksud pada ayat (1), namun baru mengikat pihak ketiga sesudah didaftar oleh Kantor Pertanahan.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 55

Ayat (1)


Ketentuan ini diadakan untuk memberikan kepastian hukum bagi kelangsungan penguasaan Tanah dengan hak pakai yang pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal dan keperluan pribadi pemegang hak pakai.


Perpanjangan dan pembaruan hak pakai diberikan atas permohonan pemegang hak. Untuk itu dalam pemberian perpanjangan atau pembaruan hak tersebut harus terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang hak pakai tersebut masih menggunakan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak pakai yang pertama kali.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Pembaruan jangka waktu hak pakai di atas Tanah hak milik dilakukan dengan memberikan hak pakai baru dengan perjanjian baru.


Pasal 56

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya” adalah Tanah tersebut telah dibangun bangunan dan/atau fasilitas pendukungnya efektif dimanfaatkan oleh pemegang hak. Untuk menilai hal ini maka Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Konstatasi.


Apabila permohonan perpanjangan tidak diajukan sampai dengan berakhirnya jangka waktu hak pakai maka diajukan pembaruan hak.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Sebagaimana penjelasan pada ayat (1) maka untuk menilai tanahnya sudah digunakan dan dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian haknya, Kantor Pertanahan akan melakukan pemeriksaan yang dilakukan oleh Petugas Konstatasi.

Pendaftaran perpanjangan atau pembaruan hak pakai tetap dilakukan secara bertahap.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Pasal 57

Ketentuan mengenai kewajiban pemegang hak pakai dicantumkan dalam surat keputusan pemberian hak, serta dicantumkan pada sertipikat secara manual atau elektronik.


Pasal 58

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Yang dimaksud dengan “bangunan permanen” merupakan bangunan tetap yang tidak dapat dipindahkan seperti pabrik dan mes karyawan yang pembangunannya menganggu fungsi konservasi.


Pasal 59

Cukup jelas.


Pasal 60

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Perubahan hak dapat diakibatkan antara lain karena perubahan rencana tata ruang. Jangka waktu hak yang diubah melanjutkan jangka waktu hak sebelumnya untuk memenuhi 1 (satu) siklus jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan.

Perubahan hak karena rencana tata ruang dapat diberikan ganti kerugian yang layak kepada pemegang hak. Negara dapat mengambil alih sebagian Tanah yang diubah haknya dengan pemberian ganti rugi yang layak.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Avat (5)


Yang dimaksud dimaksud “pejabat yang berwenang” antara lain notaris, camat, atau kepala Kantor Pertanahan.


Pasal 61

Huruf a


Cukup jelas.


Huruf b


Angka 1


Cukup jelas.


Angka 2


Cukup jelas.


Angka 3


Yang dimaksud dengan “cacat administrasi” adalah cacat substansi, cacat yuridis, cacat prosedur, dan/atau cacat kewenangan.


Angka 4


Cukup jelas.


Huruf c


Cukup jelas.


Huruf d


Cukup jelas.


Huruf e


Ketentuan ini dikenakan dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.


Huruf f


Dicabutnya hak berdasarkan Undang-Undang antara lain pencabutan untuk kepentingan umum atau dalam rangka penanggulangan bencana.


Huruf g


Cukup jelas.


Huruf h


Dalam hal hapusnya hak pakai karena tanahnya musnah, yang hapus hanya bagian Tanah hak pakai yang musnah itu. Selebihnya masih tetap dikuasai dengan hak pakai. Untuk penyesuaian pencatatannya pada Kantor Pertanahan perubahan itu perlu didaftarkan pada Kantor Pertanahan.


Huruf i


Cukup jelas.


Huruf j


Cukup jelas.


Pasal 62

Cukup jelas.


Pasal 63

Cukup jelas.


Pasal 64

Cukup jelas.


Pasal 65

Cukup jelas.


Pasal 66

Cukup jelas.


Pasal 67

Ayat (1)


Konsep pendaftaran atas pemilikan Satuan Rumah Susun menganut asas pemisahan horizontal yakni hak kepemilikan atas Satuan Rumah Susun merupakan hak milik atas Satuan Rumah Susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan Tanah bersama.

Terhadap hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan Tanah bersama dihitung berdasarkan atas nilai perbandingan proporsional. Namun untuk kepemilikan Satuan Rumah Susun oleh Orang Asing, terhadap hak atas Tanah bersamanya tidak dihitung.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 68

Cukup jelas.


Pasal 69

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “dokumen keimigrasian” adalah visa, paspor, atau izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keimigrasian.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “ahli waris” adalah Warga Negara Indonesia atau Orang Asing yang mempunyai dokumen keimigrasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keimigrasian.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 70

Cukup jelas.


Pasal 71

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “kawasan ekonomi lainnya” merupakan kawasan perkotaan dan/atau kawasan pendukung perkotaan, kawasan pariwisata, atau kawasan yang mendukung pembangunan hunian vertikal dan memberikan dampak ekonomi kepada masyarakat.


Pasal 72

Cukup jelas.


Pasal 73

Cukup jelas.


Pasal 74

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “bidang Tanah” adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang berbatas.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “struktur dan/atau fungsi terpisah dari pemegang Hak Atas Tanah” adalah struktur dan/atau fungsi bangunan yang dapat berbeda dalam penggunaan dan pemanfaatan Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah dengan penggunaan dan pemanfaatan bidang Tanah pada permukaan Tanah.


Ayat (3)


Huruf a


Yang dimaksud “Ruang Bawah Tanah dangkal” adalah Ruang Bawah Tanah yang masih berhubungan dengan Hak Atas Tanah pada permukaan bumi.


Huruf b


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 75

Cukup jelas.


Pasal 76

Cukup jelas.


Pasal 77

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “dimanfaatkan” adalah pada Ruang Atas Tanah atau Ruang Bawah Tanah telah selesai pembangunan fisiknya dan digunakan sesuai dengan peruntukannya.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 78

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Yang dimaksud dengan “penilai pertanahan” adalah penilai publik yang telah mendapat lisensi dari Menteri untuk menghitung nilai objek kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, atau kegiatan pertanahan dan penataan ruang lainnya.


Pasal 79

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan “penilai pertanahan” adalah penilai publik yang telah mendapat lisensi dari Menteri untuk menghitung nilai objek kegiatan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, atau kegiatan pertanahan dan penataan ruang lainnya.


Pasal 80

Cukup jelas.


Pasal 81

Cukup jelas.


Pasal 82

Cukup jelas.


Pasal 83

Cukup jelas.


Pasal 84

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “Pendaftaran Tanah secara elektronik” merupakan kegiatan Pendaftaran Tanah pertama kali dan pemeliharaan data Pendaftaran Tanah, termasuk pelayanan informasi dan/atau pelayanan pertanahan lainnya yang dilakukan melalui sistem elektronik yang dibangun oleh Kementerian.


Ayat (2)


Kegiatan Pendaftaran Tanah pertama kali meliputi pengumpulan dan pengolahan data fisik (pengukuran dan pemetaan), pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan sertipikat, penyajian data fisik dan data yuridis, serta penyimpanan daftar umum dan dokumen berupa data, informasi elektronik, dan/atau dokumen elektronik yang dibuat melalui sistem elektronik Kementerian.

Kegiatan pemeliharaan data Pendaftaran Tanah meliputi pendaftaran peralihan dan pembebanan hak dan pendaftaran perubahan data Pendaftaran Tanah lainnya berupa data, informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dibuat melalui sistem elektronik Kementerian.


Ayat (3)


Yang dimaksud dengan “data dan Informasi elektronik dan/atau hasil cetaknya” antara lain alas hak yang sudah dilakukan alih media (scan) menjadi dokumen elektronik dan telah divalidasi oleh pejabat berwenang.

Dalam proses alih media, dinyatakan bahwa dokumen yang dilakukan alih media (scan) adalah sesuai dengan aslinya. Hasil alih media (scan) menjadi dokumen elektronik yang disimpan dan dikelola oleh sistem elektronik yang terverifikasi.

Dokumen elektronik yang dibuat oleh sistem elektronik atau hasil alih media (scan) menjadi merupakan alat bukti hukum yang sah dan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Cukup jelas.


Pasal 85

Ayat (1)


Penyimpanan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan menghemat tempat dan mempercepat akses pada data yang diperlukan, tetapi penyelenggaraannya memerlukan persiapan peralatan dan tenaga serta dana yang besar sehingga pelaksanaannya akan dilakukan secara bertahap.


Ayat (2)


Yang dimaksud dengan “data dan/atau dokumen elektronik” adalah data, informasi, dan/atau dokumen dalam rangka Pendaftaran Tanah yang dihasilkan melalui sistem elektronik maupun hasil alih media.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Pasal 86

Cukup jelas.


Pasal 87

Ayat (1)


Yang dimaksud dengan “Pendaftaran Tanah secara sistematik” adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua objek Pendaftaran Tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu.

Pendaftaran Tanah secara sistematik dilakukan secara serentak bagi semua objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya yang pembiayaannya berasal dari anggaran pemerintah dan/atau masyarakat, untuk itu pemilik bidang Tanah diharapkan wajib mengikuti kegiatan Pendaftaran Tanah.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Pasal 88

Ayal (1)


Bahwa pada dasarnya yang diumumkan adalah data fisik dan data yuridis yang akan dijadikan dasar pendaftaran bidang Tanah yang bersangkutan.

Untuk percepatan Pendaftaran Tanah maka jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sistematik dilakukan selama 14 (empat belas) hari kalender dan jangka waktu pengumuman Pendaftaran Tanah secara sporadik dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari kalender.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Pasal 89

Bahwa pada dasarnya apabila dokumen permohonan pendaftaran hak tanggungan telah dinyatakan memenuhi syarat dan tanah yang bersangkutan bukan merupakan objek perkara pengadilan, bukan objek penetapan status quo oleh hakim yang memeriksa perkara, atau bukan objek sita pengadilan maka hak tanggungan dapat dibukukan/diterbitkan sertipikat hak tanggungannya.

Dengan penerapan pendaftaran pembebanan hak tanggungan melalui sistem elektronik maka jangka waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan penerbitan pendaftaran pembebanan hak tanggungan dapat lebih cepat.


Pasal 90

Cukup jelas.


Pasal 91

Cukup jelas.


Pasal 92

Cukup jelas.


Pasal 93

Cukup jelas.


Pasal 94

Bahwa pada dasarnya Warga Negara Indonesia merupakan subjek hak yang dapat mempunyai hak milik. Perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, ketentuan ini dikecualikan untuk daerah yang mempunyai kebijakan kearifan lokal belum memberikan hak milik kepada Warga Negara Indonesia seperti Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta.


Pasal 95

Ayat (1)


Cukup jelas.


Ayat (2)


Kenyataan penguasaan fisik dinyatakan dalam surat pernyataan yang terdapat keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang dapat dipercaya, karena fungsinya sebagai tetua adat setempat dan/atau penduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak Tanah yang bersangkutan dan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.


Pasal 96

Ayat (1)


Bahwa alat bukti tertulis Tanah bekas milik adat tersebut objeknya belum diterbitkan sertipikat. Jangka waktu 5 (lima) tahun dipertimbangkan menjadi jangka waktu penyelesaian Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Dengan tidak berlakunya alat bukti tertulis bekas Tanah milik adat, tidak mengubah status Tanah tersebut.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Pasal 97

Cukup jelas.


Pasal 98

Ayat (1)


Ketentuan ini merupakan ketentuan Bagian Keempat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.


Ayat (2)


Cukup jelas.


Ayat (3)


Cukup jelas.


Ayat (4)


Cukup jelas.


Ayat (5)


Yang dimaksud dengan “diatur menurut Undang-Undang” antara lain Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah mengatur tersendiri mengenai tanah-tanah swapraja di wilayah kesultanan Yogyakarta.


Pasal 99

Cukup jelas.


Pasal 100

Cukup jelas.


Pasal 101

Angka 1


Ketentuan ini berlaku asas presumption justea causa bahwa setiap keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum.


Angka 2


Cukup jelas.


Pasal 102

Cukup jelas.


Pasal 103

Cukup jelas.


Pasal 104

Cukup jelas.




TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6630