Peraturan Dirjen Bea dan Cukai Nomor : PER - 11/BC/2019

Kategori : Lainnya

Tata Cara Pemberian Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil Dan Menengah


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 11/BC/2019

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR
INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH

DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 43 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 110/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah;

Mengingat :

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin Yang Dilakukan Oleh Industri Kecil dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 110/PMK.04/2019 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin Yang Dilakukan Oleh Industri Kecil dan Menengah Dengan Tujuan Ekspor;


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS KEMUDAHAN IMPOR TUJUAN EKSPOR INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
  1. Industri Kecil dan Menengah, yang selanjutnya disingkat IKM adalah badan usaha yang memenuhi kriteria industri kecil atau industri menengah dan telah ditetapkan sebagai penerima fasilitas KITE IKM.
  2. Kemudahan Impor Tujuan Ekspor Industri Kecil dan Menengah yang selanjutnya disebut KITE IKM adalah kemudahan berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
  3. Barang dan/atau Bahan adalah barang dan/atau bahan baku, termasuk bahan penolong dan bahan pengemas, yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas KITE IKM untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain untuk menjadi Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  4. Hasil Produksi adalah hasil pengolahan, perakitan, atau pemasangan Barang dan/atau Bahan pada barang lain.
  5. Barang dan/atau Bahan Rusak adalah Barang dan/atau Bahan yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan standar mutu dan tidak dapat diproses atau apabila diproses akan menghasilkan Hasil Produksi yang tidak memenuhi kualitas/standar mutu.
  6. Hasil Produksi Rusak adalah Hasil Produksi yang mengalami kerusakan dan/atau penurunan kualitas/standar mutu.
  7. Penyerahan Produksi IKM adalah kegiatan menyerahkan Hasil Produksi IKM.
  8. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, termasuk peralatan, atau perkakas, yang digunakan untuk proses produksi.
  9. Barang Contoh adalah barang contoh untuk menunjang kegiatan proses produksi yang Hasil Produksinya untuk tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
  10. Bea Masuk adalah pungutan Negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor.
  11. Bea Masuk Tambahan adalah tambahan atas Bea Masuk seperti Bea Masuk Antidumping, Bea Masuk Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan, dan Bea Masuk Pembalasan.
  12. Diolah adalah kegiatan pengolahan Barang dan/atau Bahan yang bertujuan untuk menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  13. Dirakit adalah kegiatan berupa merangkai dan/atau menyatukan beberapa Barang dan/atau Bahan sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  14. Dipasang adalah kegiatan untuk memasang dan/atau melekatkan komponen Barang dan/atau Bahan pada bagian utama barang lain sehingga menghasilkan Hasil Produksi yang mempunyai nilai tambah.
  15. Sentra industri kecil dan/atau menengah yang selanjutnya disebut Sentra adalah sekelompok industri kecil dan/atau menengah dalam wilayah yang sama, terdiri dari paling sedikit 5 (lima) unit usaha yang menghasilkan produk sejenis, menggunakan Barang dan/atau Bahan sejenis, dan/atau melakukan proses produksi yang sama.
  16. Tempat Penimbunan Berikat adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk.
  17. Gudang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan berupa pengemasan/pengemasan kembali, penyortiran, penggabungan (kitting), pengepakan, penyetelan, pemotongan, atas barang-barang tertentu dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  18. Kawasan Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan sebelum diekspor atau diimpor untuk dipakai.
  19. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu, dengan atau tanpa barang dari dalam Daerah Pabean untuk dipamerkan.
  20. Toko Bebas Bea adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal impor dan/atau barang asal daerah pabean untuk dijual kepada orang tertentu.
  21. Tempat Lelang Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dalam jangka waktu tertentu untuk dijual secara lelang.
  22. Pusat Logistik Berikat adalah Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang asal luar daerah pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali.
  23. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan Cukai.
  24. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia.
  25. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  26. Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
  27. Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.
  28. Modul KITE IKM adalah sistem aplikasi kepabeanan untuk pengelolaan barang yang diberikan fasilitas KITE IKM serta fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh.


BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2


(1) Fasilitas KITE IKM dapat diberikan kepada:
  1. badan usaha berskala industri kecil atau industri menengah;
  2. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  3. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra; atau
  4. koperasi,
setelah ditetapkan sebagai IKM atau Konsorsium KITE.
(2) IKM atau Konsorsium KITE yang diberikan fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan fasilitas pembebasan Mesin dan/atau Barang Contoh.
(3) Fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan untuk Diolah, Dirakit, atau Dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM.
(4) Fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Mesin dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Mesin digunakan dengan tujuan untuk pengembangan industri yang meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi, dan/atau restrukturisasi alat-alat produksi untuk meningkatkan jumlah, jenis, dan/atau kualitas hasil produksi; dan
  2. Mesin wajib digunakan untuk proses produksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor dan/atau pemasukan Mesin.
(5) Fasilitas pembebasan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa pembebasan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terutang tidak dipungut atas impor dan/atau pemasukan Barang Contoh dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Barang Contoh digunakan dengan tujuan untuk menunjang kegiatan proses produksi yang hasil produksinya untuk tujuan ekspor;
  2. kriteria dan ketentuan lain terkait fasilitas pembebasan Barang Contoh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk untuk impor Barang Contoh; dan
  3. ketentuan jumlah Barang Contoh yang diberikan fasilitas pembebasan dapat ditentukan lain oleh Kepala Kantor Pabean berdasarkan pertimbangan manajemen risiko dan memperhatikan tingkat kewajaran.
(6) Bea Masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan ayat (5), termasuk Bea Masuk Tambahan.


BAB III
KRITERIA DAN PEMBERIAN FASILITAS
KITE IKM TERHADAP IKM DAN KONSORSIUM KITE

Bagian Pertama
Kriteria Industri Kecil dan Industri Menengah

Pasal 3


(1) Kriteria industri kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut:
  1. merupakan usaha ekonomi produktif atau memiliki kegiatan pengolahan, perakitan dan/atau pemasangan; dan
  2. memiliki nilai investasi, kekayaan bersih, atau hasil penjualan per tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. nilai investasi paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha apabila menjadi satu dengan lokasi tempat tinggal pemilik;
    2. kekayaan bersih lebih dari Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); atau
    3. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).
(2) Kriteria industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebagai berikut:
  1. merupakan usaha ekonomi produktif yang memiliki kegiatan pengolahan, perakitan dan/atau pemasangan; dan
  2. memiliki nilai investasi, kekayaan bersih, atau hasil penjualan per tahun dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. nilai investasi lebih dari Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah);
    2. kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); atau
    3. hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
(3) Kekayaan bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 dan ayat (2) huruf b angka 2 merupakan hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (aset) dengan total nilai kewajiban.
(4) Nilai kekayaan usaha (aset) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
(5) Nilai investasi merupakan nilai tanah, bangunan, mesin peralatan, sarana, dan prasarana, kecuali modal kerja.
(6) Dalam hal salah satu kriteria skala industri yang dimiliki oleh badan usaha menunjukkan skala industri yang lebih besar, badan usaha dikategorikan ke dalam skala industri yang lebih besar. 


Bagian Kedua
Pemberian Fasilitas KITE IKM

Pasal 4


(1) Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) harus memenuhi kriteria dan syarat sebagai berikut:
  1. berskala industri kecil atau industri menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) atau ayat (2);
  2. melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan bahan baku untuk tujuan ekspor;
  3. dalam hal seluruh atau sebagian bahan baku sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dari luar daerah pabean:
    1. telah melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b paling singkat 2 (dua) tahun; atau
    2. telah memiliki kontrak penjualan ekspor dalam hal badan usaha melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf b kurang dari 2 (dua) tahun;
  4. dalam hal seluruh bahan baku sebagaimana dimaksud pada huruf b berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, badan usaha telah memenuhi realisasi ekspor paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari hasil penjualan tahunan selama jangka waktu 2 (dua) tahun terakhir;
  5. merupakan badan usaha yang berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik secara langsung maupun tidak langsung dari usaha kecil lain, usaha menengah lain, atau usaha besar;
  6. memiliki bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi yang berlaku untuk waktu paling singkat selama 2 (dua) tahun untuk tempat melakukan kegiatan produksi dan tempat penyimpanan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Hasil Produksi;
  7. bersedia dan mampu mendayagunakan Modul KITE IKM; dan
  8. bersedia bertanggung)awab dalam hal terjadi penyalahgunaan atas fasilitas yang diberikan.
(2) Untuk mendapatkan fasilitas KITE IKM, badan usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
  1. Nomor Induk Berusaha;
  2. jenis, nomor, dan tanggal izin usaha beserta perubahannya, sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
  3. jenis, nomor, dan tanggal bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi;
  4. nomor dan tanggal kontrak penjualan ekspor, dalam hal badan usaha melakukan kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan kurang dari 2 (dua) tahun;
  5. daftar rencana Barang dan/atau Bahan;
  6. daftar rencana Hasil Produksi;
  7. daftar rencana hasil produksi tujuan ekspor yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean;
  8. daftar badan usaha penerima subkontrak, dalam hal terdapat proses produksi yang akan disubkontrakkan;
  9. data jumlah investasi, tenaga kerja, aset, utang, dan permodalan:
  10. data indikator kinerja utama (key performance indicator) yang ditargetkan oleh badan usaha untuk mengukur manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari pemanfaatan fasilitas KITE IKM, seperti peningkatan pajak penghasilan badan, peningkatan investasi, dan peningkatan tenaga kerja; dan
  11. tanggal kesiapan untuk dilakukan pemeriksaan lokasi serta pemaparan oleh pimpinan badan usaha mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria.
(3) Permohonan dan daftar isian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf A dan lampiran I huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 5


(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) disampaikan secara elektronik melalui Sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(2) Sistem komputer melakukan validasi terhadap isian data permohonan yang disampaikan secara elektonik oleh badan usaha.
(3) Dalam hal data tidak valid, sistem komputer memberikan respon penolakan disertai dengan alasan penolakan.
(4) Dalam hal data valid, sistem komputer memberikan respon kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha.
(6) Terhadap permohonan yang disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk menerima permohonan dan daftar isian serta memberikan tanda terima.


Pasal 6


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal kesiapan badan usaha untuk dilakukan pemeriksaan lokasi serta pemaparan oleh pimpinan badan usaha mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen;
  2. melakukan pemeriksaan lokasi; dan
  3. menerbitkan berita acara pemeriksaan.
(2) Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi:
a. pemeriksaan Nomor Induk Berusaha pada Online Single Submission, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis;
b. pemeriksaan izin usaha dan perubahannya;
c. pemeriksaan terhadap data isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dengan dokumen yang menjadi dasar pengisian;
d. pemeriksaan terhadap pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
1. kriteria industri kecil atau industri menengah:
a) berdasarkan skala industri yang tercantum dalam izin usaha; atau
b) dalam hal izin usaha tidak dapat menunjukkan informasi mengenai skala industri, skala industri dapat dibuktikan dengan dokumen yang dapat menunjukkan informasi mengenai kekayaan bersih, nilai investasi, atau hasil penjualan tahunan berupa:
1) SPT PPh tahun pajak terakhir;
2) laporan keuangan tahun terakhir; atau
3) pembukuan atau pencatatan keuangan lainnya;
2. jenis usaha (nature of business) meliputi:
a) kegiatan proses produksi berupa pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan;
b) jenis barang dan bahan serta hasil produksi;
c) keterkaitan jenis barang dan bahan dengan hasil produksi yang akan diekspor; dan
d) masa produksi;
3. bukti pemenuhan realisasi ekspor paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari hasil penjualan tahunan selama 2 (dua) tahun terakhir dalam hal seluruh bahan baku berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, berdasarkan:
a) pembukuan atau pencatatan keuangan perusahaan; dan
b) daftar dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
4. bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi kegiatan usaha:
a) tempat kegiatan produksi dan tempat penimbunan Barang dan/atau Bahan serta Hasil Produksi paling singkat 2 (dua) tahun sejak permohonan fasilitas KITE IKM; dan
b) untuk tempat penimbunan yang terpisah dari lokasi kegiatan produksi, tempat penimbunan Barang dan/atau Bahan dan tempat penimbunan Hasil Produksi paling singkat 6 (enam) bulan sejak permohonan fasilitas KITE IKM;
5. lokasi kegiatan usaha, tempat penimbunan, dan pembongkaran;
6. penerima subkontrak berdasarkan manajemen risiko; dan
7. dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat meminta dokumen asli pembuktian kriteria dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(3) Badan usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2), harus melakukan pemaparan mengenai proses bisnis dan gambaran umum badan usaha, yang diwakili oleh pimpinan badan usaha pada saat pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM dan menyerahkan Modul KITE IKM.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat, penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan.
(7) Keputusan pemberian fasilitas KITE IKM tidak dapat diberikan kepada:
  1. badan usaha yang pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai;
  2. badan usaha yang pimpinan, anggota direksi, dan/atau komisarisnya pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan/atau
  3. badan usaha yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, 
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
(8) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Keputusan pemberian fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.

 

Bagian Ketiga
Kewajiban IKM

Pasal 7


(1) Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai IKM harus:
a. memasang papan nama yang paling kurang mencantumkan nama IKM dan nomor keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada setiap lokasi kegiatan usaha dan lokasi penyimpanan, yang dapat terlihat dari jalan umum.
b. menyampaikan laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE IKM, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya;
c. melakukan penatausahaan barang yang berasal dari fasilitas KITE IKM sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan berasal dari fasilitas KITE IKM dengan menggunakan Modul KITE IKM; dan
d. penatausahaan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan terhadap:
1) impor Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh; dan
2) pemakaian Barang dan/atau Bahan.
(2) Atas laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan pendataan atas penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b; dan
  2. melakukan pencatatan dan pengelolaan data keuangan, data mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE IKM, dan data capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) IKM.
(3) Laporan mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE IKM, capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) yang telah ditargetkan, serta target indikator kinerja utama (key performance indicator) periode berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(4) Pencatatan data mengenai dampak ekonomi pemberian fasilitas KITE IKM, dan laporan capaian indikator kinerja utama (key performance indicator) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Perubahan Data Keputusan Pemberian Fasilitas KITE IKM

Pasal 8


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, IKM yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM untuk diterbitkan perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. penelitian administratif; dan
  2. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan.
(6) Kepala Kantor Pabean dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk salinan digital (soft copy) yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.
(7) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lambat:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, jika permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, jika:
    1. permohonan disampaikan secara elektronik dan dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
    2. permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, dan melakukan pemutakhiran data.
(9) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10) Dalam hal hasil penelitian dinyatakan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (9), IKM dapat mengajukan permohonan pemrosesan kembali perubahan data keputusan pemberian fasilitas IKM dengan melampirkan bukti pendukung baru.
(11)  Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, IKM menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(12) Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM berdasarkan pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (11).
(13) Keputusan tentang perubahan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud  pada ayat (8) dan ayat (12) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

Bagian Kelima
Kriteria dan Penetapan Konsorsium KITE

Pasal 9


(1) Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) merupakan:
  1. badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM;
  2. IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra; atau
  3. koperasi,
yang melakukan kegiatan impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh milik IKM anggota Konsorsium KITE, ekspor, dan/atau Penyerahan Produksi IKM, serta memenuhi kriteria dan persyaratan tertentu.
(2) Untuk mendapatkan penetapan sebagai Konsorsium KITE, badan usaha harus memenuhi kriteria dan syarat sebagai berikut:
a. memiliki kontrak kerjasama Konsorsium KITE yang memuat informasi paling sedikit meliputi:
  1. jenis kegiatan usaha bersama;
  2. hak dan kewajiban Konsorsium KITE dan masing-masing anggota Konsorsium KTTE atas usaha bersama;
  3. pernyataan tanggung jawab dari Konsorsium KITE dan masing-masing anggota Konsorsium KITE atas usaha bersama; dan
  4. lokasi kegiatan Konsorsium KITE.
b. memiliki atau menguasai lokasi tempat usaha dan/atau tempat penyimpanan barang yang mendapatkan fasilitas KITE IKM paling singkat 2 (dua) tahun, yang dibuktikan dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi dan disertai dengan peta dan denah lokasi;
c. memiliki:
1. akta pendirian badan usaha dan perubahan terakhir dalam hal terdapat perubahan atas akta pendirian badan usaha, serta surat keputusan pengesahan akta pendirian dan/atau perubahan dari pejabat yang berwenang, bagi:
a) badan usaha yang dibentuk oleh gabungan IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
b) IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b;
2. akta pendirian koperasi dan perubahan terakhir dalam hal terdapat perubahan atas akta pendirian koperasi, bagi koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
3. izin usaha;
4. daftar IKM anggota Konsorsium KITE; dan
5. daftar Barang dan/atau Bahan serta Hasil Produksi masing-masing IKM anggota Konsorsium KITE.
d. mampu melakukan kegiatan impor dan ekspor dan mendistribusikan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM;
e. bersedia dan mampu mendayagunakan Modul KITE IKM; dan
f. bersedia bertanggungjawab dalam hal terjadi penyalahgunaan fasilitas yang diberikan.
(3) Untuk mendapatkan penetapan sebagai Konsorsium KITE, badan usaha atau koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha dengan mengisi daftar isian berupa:
  1. Nomor Induk Berusaha;
  2. nomor dan tanggal kontrak kerjasama Konsorsium KITE;
  3. jenis, nomor, dan tanggal bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi usaha;
  4. nomor dan tanggal surat keputusan pengesahan akta pendirian badan usaha atau koperasi beserta perubahan terakhir;
  5. jenis, nomor, dan tanggal izin usaha;
  6. daftar IKM anggota Konsorsium KITE;
  7. daftar Barang dan/atau Bahan serta Hasil Produksi masing-masing IKM anggota Konsorsium KITE; dan
  8. tanggal kesiapan untuk dilakukan pemeriksaan lokasi serta pemaparan mengenai gambaran umum kerja sama badan usaha atau koperasi dengan anggota Konsorsium KITE dan pemenuhan kriteria oleh pimpinan badan usaha atau koperasi.
(4) Permohonan dan daftar isian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf I dan lampiran I huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 10


(1) Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) disampaikan secara elektronik melalui Sistem Indonesia National Single Window dalam kerangka Online Single Submission.
(2) Sistem komputer melakukan validasi terhadap isian data permohonan yang disampaikan secara elektronik.
(3) Dalam hal data tidak valid, sistem komputer memberikan respon penolakan disertai dengan alasan penolakan.
(4) Dalam hal data valid, sistem komputer memberikan respon kepada Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk yang mengawasi lokasi kegiatan usaha badan usaha atau koperasi.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi lokasi kegiatan usaha badan usaha atau koperasi.
(6) Terhadap permohonan yang disampaikan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk menerima permohonan dan daftar isian serta memberikan tanda terima.


Pasal 11


(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10, dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak tanggal kesiapan badan usaha atau koperasi untuk dilakukan pemeriksaan lokasi serta pemaparan mengenai proses bisnis dan pemenuhan kriteria, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan pemeriksaan dokumen;
  2. melakukan pemeriksaan lokasi; dan
  3. menerbitkan berita acara pemeriksaan.
(2) Pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi:
  1. pemeriksaan Nomor Induk Berusaha pada Online Single Submission, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis;
  2. pemeriksaan izin usaha dan perubahannya;
  3. pemeriksaan terhadap data isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dengan dokumen yang menjadi dasar pengisian;
  4. pemeriksaan terhadap pemenuhan kriteria dan persyaratan sebagai berikut:
    1. kesesuaian IKM anggota Konsorsium KITE pada daftar isian permohonan dengan kontrak kerjasama Konsorsium KITE;
    2. kesesuaian tempat usaha dan/atau tempat penyimpanan barang yang mendapatkan fasilitas KITE IKM dengan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi;
  5. pemeriksaan bukti kepemilikan atau penguasaan lokasi kegiatan usaha paling sedikit terhadap obyek sebagai berikut:
    1. lokasi tempat usaha dan tempat penyimpanan barang yang mendapatkan fasilitas KITE IKM;
    2. lokasi Sentra, dalam hal Konsorsium KITE berupa IKM yang ditunjuk oleh beberapa IKM dalam 1 (satu) Sentra;
  6. dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean dapat meminta dokumen asli pembuktian kriteria dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
(3) Badan usaha atau koperasi yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (3), harus melakukan pemaparan mengenai gambaran umum kerja sama badan usaha atau koperasi dengan anggota Konsorsium KITE, yang diwakili oleh pimpinan badan usaha atau koperasi pada saat pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE dan menyerahkan Modul KITE IKM.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(6) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterbitkan.
(7) Keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE tidak dapat diberikan terhadap:
  1. badan usaha atau koperasi yang pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai;
  2. badan usaha atau koperasi yang anggota direksi, komisaris, dan/atau pengurusnya pernah melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai; dan/atau
  3. badan usaha atau koperasi yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan, 
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, selama jangka waktu 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak selesai menjalani hukuman pidana dan/atau penetapan pailit.
(8) Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Surat penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 12


Badan usaha yang telah ditetapkan sebagai Konsorsium KITE harus:
  1. melakukan penatausahaan barang yang berasal dari fasilitas KITE IKM sehingga dalam pencatatan dan/atau pembukuan dapat dibedakan dengan barang yang bukan berasal dari fasilitas KITE IKM dengan menggunakan Modul KITE IKM; dan
  2. memasang papan nama yang paling sedikit mencantumkan nama Konsorsium KITE dan status sebagai Konsorsium KITE pada setiap lokasi kegiatan usaha dan lokasi penyimpanan.


Pasal 13


(1) Dalam hal terdapat perubahan data dalam keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE, Konsorsium KITE yang bersangkutan harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE untuk diterbitkan perubahan atas keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan alasan perubahan dan melampirkan dokumen pendukung dalam bentuk salinan digital (soft copy).
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan:
  1. penelitian administratif; dan
  2. pemeriksaan lapangan dalam hal diperlukan pemeriksaan lapangan.
(6) Kepala Kantor Pabean dapat meminta asli dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam hal terdapat dokumen dalam bentuk salinan digital (soft copy) yang kurang jelas dan/atau memerlukan penjelasan lebih lanjut.
(7) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam waktu paling lambat:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, jika permohonan disampaikan secara elektronik dan tidak dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, jika:
    1. permohonan disampaikan secara elektronik dan dilakukan pemeriksaan lapangan; atau
    2. permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan sesuai, Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE, dan melakukan pemutakhiran data.
(9) Dalam hal hasil penelitian dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dinyatakan tidak sesuai, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat pemberitahuan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(10) Dalam hal hasil penelitian dinyatakan tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat (9), Konsorsium KITE dapat mengajukan permohonan pemrosesan kembali perubahan data Konsorsium KITE dengan melampirkan bukti pendukung baru.
(11) Dalam hal terdapat perubahan data keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang elemen data perubahannya telah disetujui oleh instansi terkait, dan elemen data tersebut tersedia dalam sistem informasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Konsorsium KITE menyampaikan pemberitahuan perubahan data dimaksud kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(12) Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan mengenai perubahan atas keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE berdasarkan pemberitahuan perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (11).
(13) Keputusan tentang perubahan atas keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

BAB IV
IMPOR DAN/ATAU PEMASUKAN

Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan

Pasal 14


(1) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh untuk IKM dapat diimpor dan/atau dimasukkan dari:
  1. luar daerah pabean;
  2. Pusat Logistik Berikat;
  3. Gudang Berikat;
  4. Kawasan Berikat;
  5. Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat;
  6. Kawasan Bebas;
  7. kawasan ekonomi khusus; dan/atau
  8. kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diimpor dan/atau dimasukkan langsung oleh IKM atau diimpor dan/atau dimasukkan oleh Konsorsium KITE untuk didistribusikan kepada IKM.
(3) Atas impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IKM menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai dengan asal Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh.
(4) Jenis Barang dan/atau Bahan yang diimpor atau dimasukkan harus sesuai dengan jenis Barang dan/atau Bahan yang tercantum dalam lampiran keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(5) Impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Mesin, dan/atau Barang Contoh harus dilakukan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(6) Untuk mendapatkan persetujuan impor dan/atau pemasukan Mesin berikutnya, IKM yang telah melakukan impor dan/atau pemasukan Mesin harus melampirkan realisasi ekspor terakhir sejak impor Mesin sebelumnya.
(7) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib didistribusikan kepada IKM anggota Konsorsium KITE.
(8) Pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) bukan merupakan transaksi jual beli.
(9) Atas pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dilakukan dengan menggunakan dokumen serah terima Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE;
  2. diberikan pembebasan Bea Masuk;
  3. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
  4. tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
(10) Ketentuan mengenai pembatasan impor belum diberlakukan atas:
  1. impor dan/atau pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. distribusi Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh oleh Konsorsium KITE untuk IKM anggota Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (7), 
kecuali ditentukan lain berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(11) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang dimasukkan dari tempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufb, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, dan huruf h, merupakan pemasukan dalam rangka impor untuk dipakai.
(12) Impor dan/atau pemasukan oleh IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan ekonomi lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
    

Bagian Kedua
Impor dari Luar Daerah Pabean

Pasal 15


(1) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang diimpor dari luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor.
(2) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh IKM berlaku ketentuan:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor;
  2. dalam hal impor Barang dan/atau Bahan, IKM:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    2. mengisi pilihan "KITE IKM" serta mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom 33 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  3. dalam hal impor Mesin dan/atau Barang Contoh, IKM:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
    2. mengisi nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin dan/atau persetujuan Barang Contoh pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    3. mengisi pilihan "KITE IKM Mesin" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin atau mengisi pilihan "KITE IKM Barang Contoh" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Barang Contoh, pada kolom 33 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  4. mencantumkan nilai Bea Masuk yang dibebaskan serta nilai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut pada kolom yang ditentukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberitahuan pabean impor; dan
  5. menyampaikan PIB yang telah diisi dengan lengkap dan benar kepada Kantor Pabean bongkar.
(3) Atas impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh Konsorsium KITE, berlaku ketentuan:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor;
  2. mengisi kolom "Pemilik Barang" dengan identitas IKM;
  3. dalam hal impor Barang dan/atau Bahan, Konsorsium KITE:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE dan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    2. mengisi pilihan "KITE IKM" serta mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom 33 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  4. dalam hal impor Mesin dan/atau Barang Contoh, Konsorsium KITE:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE dan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
    2. mengisi nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin dan/atau persetujuan Barang Contoh pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    3. mengisi pilihan "KITE IKM Mesin" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin atau mengisi pilihan "KITE IKM Barang Contoh" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Barang Contoh, pada kolom 33 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  5. mencantumkan nilai Bea Masuk yang dibebaskan serta nilai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut pada kolom yang ditentukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemberitahuan pabean impor; dan
  6. menyampaikan PIB yang telah diisi dengan lengkap dan benar kepada Kantor Pabean bongkar.
(4) Tata cara penyampaian pemberitahuan pabean impor mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor barang untuk dipakai.


Bagian Ketiga
Pemasukan dari Pusat Logistik Berikat

Pasal 16


(1) Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin yang dimasukkan dari Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf b yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk;
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan
  3. tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan dalam negeri.
(2) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh IKM, berlaku ketentuan:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat;
  2. dalam hal impor Barang dan/atau Bahan, IKM:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    2. mengisi pilihan "KITE IKM" serta mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom 37 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  3. dalam hal impor Mesin dan/atau Barang Contoh, IKM:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
    2. mengisi nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin dan/atau persetujuan Barang Contoh pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    3. mengisi pilihan "KITE IKM Mesin" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin atau mengisi pilihan "KITE IKM Barang Contoh" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Barang Contoh, pada kolom 37 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  4. mencantumkan nilai Bea Masuk yang dibebaskan serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah tidak dipungut pada kolom yang ditentukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat untuk Diimpor untuk Dipakai; dan
  5. menyampaikan dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat yang telah diisi dengan lengkap dan benar kepada Kantor Pabean bongkar.
(3) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dilakukan oleh Konsorsium KITE, berlaku ketentuan:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat;
  2. mengisi kolom "Pemilik Barang" dengan identitas IKM;
  3. dalam hal impor Barang dan/atau Bahan, Konsorsium KITE:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE dan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    2. mengisi pilihan "KITE IKM" serta mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom 37 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  4. dalam hal impor Mesin dan/atau Barang Contoh, Konsorsium KITE:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE dan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
    2. mengisi nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin dan/atau persetujuan Barang Contoh pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas; dan
    3. mengisi pilihan "KITE IKM Mesin" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin atau mengisi pilihan "KITE IKM Barang Contoh" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Barang Contoh, pada kolom 37 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
  5. mencantumkan nilai bea masuk yang dibebaskan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut pada kolom yang ditentukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor Dari Pusat Logistik Berikat Untuk Diimpor Untuk Dipakai; dan
  6. menyampaikan dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat yang telah diisi dengan lengkap dan benar kepada Kantor Pabean bongkar.
(4) Tata cara penyampaian dokumen pemberitahuan impor barang dari Pusat Logistik Berikat mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat untuk Diimpor untuk Dipakai.


Bagian Keempat
Pemasukan dari Gudang Berikat, Kawasan Berikat, dan
Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat

Pasal 17


(1) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang dimasukkan dari Gudang Berikat, Kawasan Berikat, dan Tempat Penyelenggaraan Pameran Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e, yang berasal dari luar daerah pabean, diberikan pembebasan Bea Masuk.
(2) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengusaha yang menyerahkan barang wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan wajib membuat faktur pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengusaha Tempat Penimbunan Berikat:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai;
  2. dalam hal pemasukan Barang dan/atau Bahan:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean; dan
    2. mengisi pilihan "KITE IKM" serta mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom 17 Fasilitas Impor;
  3. dalam hal pemasukan Mesin dan/atau Barang Contoh:
    1. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean;
    2. mengisi nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin dan/atau persetujuan Barang Contoh pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean; dan
    3. mengisi pilihan "KITE IKM Mesin" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin atau mengisi pilihan "KITE IKM Barang Contoh" dan mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Barang Contoh, pada kolom 17 Fasilitas Impor;
  4. mencantumkan nilai bea masuk pada kolom "Dibebaskan" dan pajak dalam rangka impor pada kolom "Dibayar";
  5. melakukan pelunasan atas tagihan pajak dalam rangka impor;
  6. menyerahkan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai kepada IKM untuk penghitungan kuota jaminan dan/atau penyerahan jaminan;
  7. menyampaikan dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat untuk diimpor untuk dipakai kepada Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat jika:
    1. telah dilunasi tagihan pajak dalam rangka impor; dan
    2. telah dihitung kuota jaminan dan/atau telah diterbitkan surat tanda terima jaminan (STTJ); dan
  8. melakukan pengeluaran barang setelah mendapat persetujuan pengeluaran barang dari Kantor Pabean yang mengawasi Tempat Penimbunan Berikat.
(4) Tata cara penyampaian dokumen pemberitahuan impor barang dari Tempat Penimbunan Berikat dan pengeluaran barang mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk Diimpor untuk Dipakai.
 

Bagian Kelima
Pemasukan dari Kawasan Bebas

Pasal 18


(1) Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang dimasukkan dari Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf f, yang berasal dari luar daerah pabean:
  1. diberikan pembebasan Bea Masuk; dan
  2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor.
(2) Atas pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. mengisi dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
  2. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom "Dokumen Pelengkap Pabean" pada baris "Lainnya";
  3. dalam hal pemasukan Mesin atau Barang Contoh, mencantumkan nomor dan tanggal persetujuan impor Mesin atau Barang Contoh pada kolom "Dokumen Pelengkap Pabean" pada baris "Lainnya";
  4. mencantumkan nilai Bea Masuk yang dibebaskan serta PPN dan PPnBM tidak dipungut pada kolom yang ditentukan dalam dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean;
  5. menyerahkan dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean kepada IKM untuk proses penghitungan kuota jaminan dan/atau penyerahan jaminan;
  6. menyampaikan dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean kepada Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas jika telah dilakukan proses penghitungan kuota dan/atau diterbitkan surat tanda terima jaminan (STTJ); dan
  7. melakukan pengeluaran barang setelah mendapat persetujuan pengeluaran barang dari Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Bebas.
(3) Tata cara penyampaian dokumen Pemberitahuan Pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean serta tata cara pengeluaran barang mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata laksana pengeluaran barang impor dari Kawasan Bebas untuk diimpor untuk dipakai.


BAB V
PERIODE KITE IKM, PERIODE PENDISTRIBUSIAN, JAMINAN,
PEMERIKSAAN PABEAN, PENYIMPANAN DAN
PENDISTRIBUSIAN, SERTA PENGOLAHAN, PERAKITAN,
DAN/ATAU PEMASANGAN

Bagian Pertama
Periode KITE IKM dan Periode Pendistribusian

Pasal 19


(1) Periode KITE IKM merupakan periode yang diberikan kepada IKM untuk melaksanakan realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau tanggal pendistribusian barang impor (SSTB-IKM 01).
(2) Periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu:
  1. paling lama 12 (dua belas) bulan; atau
  2. melebihi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam hal IKM memiliki masa produksi lebih dari 12 (dua belas) bulan.
(3) Jangka waktu periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan perpanjangan dengan jangka waktu tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, dalam hal:
  1. terdapat penundaan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM dari pembeli, konsolidator atau penyedia barang ekspor;
  2. terdapat pembatalan ekspor/Penyerahan Produksi IKM atau penggantian pembeli;
  3. terdapat sisa Barang dan/atau Bahan karena adanya batasan minimal pembelian, sehingga belum dapat diproduksi sampai periode KITE IKM berakhir;
  4. terdapat kondisi force majeure, antara lain peperangan, bencana alam, atau kebakaran; dan/atau
  5. terdapat kondisi lain yang mengakibatkan diperlukannya perpanjangan periode KITE IKM berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan Kepala Kantor Pabean.
(4) Permohonan untuk mendapatkan perpanjangan periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat diajukan sebelum periode KITE IKM berakhir.


Pasal 20


(1) Periode pendistribusian merupakan periode yang diberikan kepada Konsorsium KITE untuk melaksanakan pendistribusian barang impor kepada IKM anggota Konsorsium KITE terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan.
(2) Periode pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan, dan dapat diperpanjang dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(3) Permohonan untuk mendapatkan perpanjangan periode pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat diajukan sebelum periode pendistribusian berakhir.


Pasal 21


(1) Untuk memperoleh persetujuan perpanjangan periode KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3), atau periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), IKM atau Konsorsium KITE mengajukan surat permohonan.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan:
  1. secara elektronik; atau
  2. secara tertulis dalam hal tidak dapat disampaikan secara elektronik,
kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
  1. periode KITE IKM atau periode pendistribusian atas dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan;
  2. alasan permohonan perpanjangan periode KITE IKM atau periode pendistribusian; dan
  3. bukti pendukung terkait alasan permohonan perpanjangan periode KITE IKM atau periode pendistribusian.
(4) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik: atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean:
  1. menerbitkan surat persetujuan perpanjangan periode KITE IKM atau periode pendistribusian; dan
  2. dalam hal terdapat penyerahan jaminan:
    1. menyampaikan pemberitahuan kepada IKM atau Konsorsium KITE untuk memperpanjang jangka waktu jaminan; dan
    2. menerbitkan surat tanda terima jaminan (STTJ) setelah IKM atau Konsorsium KITE menyerahkan jaminan pengganti.
(6) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(7) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8)  Surat persetujuan perpanjangan periode KITE IKM atau periode pendistribusian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Bagian Kedua
Jaminan

Pasal 22


(1) Atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan dengan fasilitas KITE IKM, IKM harus menyerahkan jaminan kepada:
  1. Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM; atau
  2. Kantor Pabean tempat pemberitahuan pabean disampaikan,
pada saat pemberitahuan pabean diajukan.
(2) Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean.
(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai jangka waktu paling singkat selama penjumlahan waktu:
  1. periode KITE IKM; dan
  2. waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban, penelitian laporan pertanggungjawaban, dan penyelesaian jaminan.
(4) Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal IKM melakukan impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan dengan nilai pungutan Bea Masuk, dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam jumlah kuota jaminan.
(5) Jumlah kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah:
  1. industri kecil, paling banyak Rp 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) atas Barang dan/atau Bahan yang belum dipertanggungjawabkan; dan
  2. industri menengah, paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah), atas Barang dan/atau Bahan yang belum dipertanggungjawabkan.
(6) Dalam hal nilai Bea Masuk, dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah melebihi jumlah kuota jaminan, IKM harus menyerahkan jaminan.


Pasal 23


(1) Atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan dengan fasilitas KITE IKM, Konsorsium KITE harus menyerahkan jaminan kepada:
  1. Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE; atau
  2. Kantor Pabean tempat pemberitahuan pabean disampaikan,
pada saat pemberitahuan pabean diajukan.
(2) Jaminan yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit sebesar Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan sebagaimana diberitahukan dalam pemberitahuan pabean.
(3) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempunyai jangka waktu paling singkat selama 17 (tujuh belas) bulan.
(4) Penyerahan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan dalam hal Konsorsium KITE melakukan impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan dengan nilai pungutan Bea Masuk, dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam jumlah kuota jaminan.
(5) Kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) akan diperhitungkan dari kuota jaminan masing-masing anggota Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5).
(6) Dalam hal nilai Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diimpor melalui Konsorsium KITE melebihi jumlah kuota jaminan, Konsorsium KITE harus menyerahkan jaminan.
(7) Terhadap kelebihan nilai Bea Masuk, dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. dalam hal impor dan/atau pemasukan dilakukan oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dan huruf b, jaminan ditanggung oleh masing-masing IKM sebesar nilai kelebihan;
  2. dalam hal impor dan/atau pemasukan dilakukan oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, jaminan ditanggung oleh Konsorsium KITE.


Pasal 24


(1) Terhadap jaminan yang diserahkan oleh IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan penelitian terhadap jumlah dan jangka waktu jaminan; dan
  2. dapat melakukan konfirmasi penerbitan jaminan kepada penjamin atau surety dengan mempertimbangkan tingkat risiko IKM atau Konsorsium KITE dan penjamin.
(2) Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian jaminan, Pejabat Bea dan Cukai menolak jaminan yang diserahkan oleh IKM atau Konsorsium KITE dengan menerbitkan surat penolakan jaminan.
(3) Dalam hal hasil penelitian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan sesuai, Pejabat Bea dan Cukai menerbitkan surat tanda terima jaminan (STTJ).
(4) Surat tanda terima jaminan (STTJ) dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 25


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemotongan kuota jaminan atas impor atau pemasukan Barang dan/atau Bahan yang dilakukan oleh IKM atau Konsorsium KITE dalam hal jumlah kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) atau Pasal 23 ayat (5) masih mencukupi.
(2) Pemotongan kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengurangi saldo kuota jaminan dengan nilai pungutan Bea Masuk, dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang diimpor atau dimasukkan pada saat pemberitahuan pabean impor atau pemasukan diajukan oleh IKM atau Konsorsium.
(3) Terhadap Barang dan/atau Bahan yang telah selesai dipertanggungjawabkan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyesuaian kuota jaminan.
(4) Pemotongan kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penyesuaian kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan menggunakan SKP.


Bagian Ketiga
Pemeriksaan Pabean Barang dan/atau Bahan

Pasal 26


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan yang menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. penelitian dokumen; dan/atau
  2. pemeriksaan fisik barang 
dengan frekuensi yang relatif sedikit.
(4) Dalam hal hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a kedapatan bahwa jumlah barang sesuai dan jenis barang yang diimpor sesuai dengan jenis barang yang tercantum dalam lampiran keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, namun ditemukan ketidaksesuaian tarif dan/atau nilai pabean yang mengakibatkan nilai Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah:
  1. lebih rendah dari yang diberitahukan, kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) dilakukan penyesuaian sebesar nilai selisih dari yang diberitahukan; atau
  2. lebih besar dari yang diberitahukan, berlaku ketentuan:
    1. kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (5) dipotong sebesar nilai yang diberitahukan ditambah selisih dari yang diberitahukan;
    2. IKM atau Konsorsium KITE harus menyerahkan jaminan, dalam hal kuota jaminan tidak mencukupi; dan/atau
    3. IKM atau Konsorsium KITE harus melakukan penyesuaian nilai jaminan, dalam hal IKM atau Konsorsium KITE telah menyerahkan jaminan atas impor dan/atau pemasukan tersebut.
(5) Penyesuaian kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan pemotongan kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan sepanjang jenis barang sesuai dengan barang yang tercantum dalam lampiran keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(6) Untuk melakukan penyesuaian kuota jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan nota pembetulan jaminan kepada IKM atau Konsorsium KITE dan Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola jaminan pada Kantor Pabean tempat pemberitahuan pabean diajukan.
(7) Untuk melakukan penyerahan jaminan atau penyesuaian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 2 dan angka 3 Pejabat Bea dan Cukai menyampaikan nota pembetulan jaminan kepada:
  1. IKM atau Konsorsium KITE dan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM/keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE, dalam hal jaminan diserahkan kepada Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM/keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE; atau
  2. IKM atau Konsorsium KITE dan Pejabat Bea dan Cukai yang mengelola jaminan, dalam hal jaminan diserahkan kepada Kantor Pabean tempat pemberitahuan pabean diajukan.
(8) Berdasarkan nota pembetulan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), IKM atau Konsorsium KITE menyerahkan jaminan pengganti.
(9) Atas jaminan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat tanda terima jaminan (STTJ) pengganti.
(10) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b ditemukan ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis barang, terhadap kelebihan jumlah dan/atau ketidaksesuaian jenis barang impor tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(11) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan dibidang kepabeanan.
(12) Surat tanda terima jaminan (STTJ) pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Pemeriksaan Pabean Mesin dan Barang Contoh

Pasal 27


(1) Pejabat Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan pabean atas pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan yang menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara selektif berdasarkan manajemen risiko.
(3) Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas kesesuaian jumlah dan jenis Mesin dan Barang Contoh yang diimpor dilakukan berdasarkan surat persetujuan impor Mesin dan/atau Barang Contoh.
(4) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya ketidaksesuaian jumlah dan/atau jenis Mesin dan/atau Barang Contoh, terhadap kelebihan jumlah dan/atau jenis Mesin dan/atau Barang Contoh tidak dapat diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(5) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut sesuai peraturan perundang-undangan dibidang kepabeanan.


Bagian Kelima
Penyimpanan dan Pendistribusian

Pasal 28


(1) IKM atau Konsorsium KITE wajib menyimpan Barang dan/atau Bahan, Mesin serta Barang Contoh di lokasi yang tercantum dalam surat keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(2) IKM atau Konsorsium KITE dapat melakukan penyimpanan Barang dan/atau Bahan, Mesin serta Barang Contoh di lokasi selain lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menyampaikan pemberitahuan adanya penambahan atau perubahan tempat lokasi penyimpanan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(3) Dalam hal penyimpanan dilakukan pada lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang akan dipergunakan secara tetap dan/atau berulang, IKM atau Konsorsium KITE harus melakukan perubahan data surat keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.


Pasal 29


(1) Konsorsium KITE wajib mendistribusikan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan Barang Contoh kepada IKM anggota Konsorsium KITE sebagai pemilik barang dalam periode pendistribusian.
(2) Pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin dan Barang Contoh dari Konsorsium KITE kepada IKM anggota Konsorsium KITE menggunakan Surat Serah Terima Barang-IKM 01 (SSTB-IKM 01) dengan dilampiri dokumen pemberitahuan pabean barang impor.
(3) Surat Serah Terima Barang-IKM 01 (SSTB-IKM 01) harus dibuat rangkap 4 (empat) yang peruntukannya sebagai berikut:
  1. 1 (satu) lembar untuk IKM penerima barang;
  2. 1 (satu) lembar untuk Konsorsium KITE;
  3. 1 (satu) lembar untuk Kantor Pabean penerbit Keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE; dan
  4. 1 (satu) lembar untuk Kantor Pabean penerbit Keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(4) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan tanda terima dan menatausahakan SSTB-IKM 01 yang diserahkan oleh Konsorsium KITE.
(5) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk menggunakan SSTB-IKM 01 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagai bahan monitoring, analisis, dan penelitian atas dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan serta laporan pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(6) Dalam hal Konsorsium KITE tidak mendistribusikan barang impor kepada IKM anggota Konsorsium KITE sebagai pemilik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak dapat dikreditkan.
(8) Atas Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan Barang Contoh yang tidak dilakukan pendistribusian atau yang pendistribusiannya tidak sesuai periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20:
  1. IKM anggota konsorsium dibebaskan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta sanksi administrasi di bidang kepabeanan dan perpajakan; dan
  2. kuota jaminan disesuaikan dan/atau jaminan yang diserahkan oleh IKM dikembalikan.
(9) Surat Serah Terima Barang-IKM 01 (SSTB-IKM 01) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
       

Bagian Keenam
Pengolahan, Perakitan, dan Pemasangan

Pasal 30


(1) IKM wajib mengolah, merakit dan/atau memasang Barang dan/atau Bahan untuk menghasilkan Hasil Produksi dengan tujuan ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM dalam periode KITE IKM.
(2) Dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap Barang dan/atau Bahan yang pendistribusiannya tidak sesuai dengan periode pendistribusian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.


Pasal 31


(1) IKM dapat mensubkontrakkan sebagian dari kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan Barang dan/atau Bahan kepada penerima subkontrak yang tercantum dalam data keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) IKM dapat mensubkontrakkan seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan atas kelebihan kontrak yang tidak dapat dikerjakan karena seluruh kapasitas produksi telah terpakai, berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, dengan dilampiri:
  1. paparan mengenai kapasitas produksi;
  2. order terkait kuantitas, dan termin waktu penyelesaian; dan
  3. perjanjian kerja sama subkontrak paling kurang memuat uraian pekerjaan yang dilakukan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan:
  1. secara elektronik; atau
  2. secara tertulis dalam hal tidak dapat disampaikan secara elektronik.
(5) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(7) Pengeluaran Barang dan/atau Bahan dalam rangka subkontrak oleh IKM kepada penerima subkontrak dan pemasukan kembali hasil pekerjaan subkontrak ke IKM, tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(8) Dalam hal penerima subkontrak belum tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, IKM harus memberitahukan terlebih dahulu kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(9) Dalam hal subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (8) akan dilakukan secara tetap dan/atau berulang, IKM harus mengajukan perubahan data penerima subkontrak dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(10) IKM wajib menatausahakan pemasukan dan pengeluaran dalam rangka subkontrak dengan menggunakan Modul KITE IKM.
(11) Surat permohonan untuk melakukan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Surat persetujuan atas permohonan untuk melakukan subkontrak seluruh kegiatan pengolahan, perakitan, dan/atau pemasangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VI
EKSPOR DAN PENYERAHAN PRODUKSI IKM

Bagian Pertama
Kewajiban Ekspor dan Penyerahan Produksi IKM

Pasal 32


(1) IKM wajib mengekspor dan/atau melakukan Penyerahan Produksi IKM terhadap seluruh Hasil Produksi.
(2) Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pertanggungjawaban atas pemakaian Barang dan/atau Bahan yang terkandung dalam Hasil Produksi termasuk sisa proses produksi (waste/scrap).
(3) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada:
  1. IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, dan/atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pengembalian, dalam rangka ekspor barang gabungan;
  2. Toko Bebas Bea yang berlokasi di:
    1. terminal keberangkatan bandar udara internasional di Kawasan Pabean;
    2. terminal keberangkatan internasional di pelabuhan utama di Kawasan Pabean;
    3. tempat transit pada terminal keberangkatan bandar udara internasional yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean; dan
    4. tempat transit pada terminal keberangkatan di pelabuhan utama yang merupakan tempat khusus bagi penumpang transit tujuan luar negeri di Kawasan Pabean;
  3. Kawasan Berikat untuk diolah lebih lanjut atau digabungkan;
  4. konsolidator barang ekspor di Pusat Logistik Berikat; dan/atau
  5. penyedia barang ekspor di Pusat Logistik Berikat.
(4) Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui Konsorsium KITE.
(5) Penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bukan merupakan transaksi jual beli.
(6) Tata cara ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor atau Tempat Penimbunan Berikat.


Pasal 33


(1) IKM yang melakukan impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) wajib mengekspor sebagian atau seluruh hasil produksi.
(2) Kewajiban ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor mesin.


Bagian Kedua
Ekspor dan Penyerahan Produksi IKM

Pasal 34


(1) Atas ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), IKM:
  1. memberitahukan ekspor sebagai kategori ekspor yang pada saat impornya ditujukan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk; dan
  2. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean,
pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor.
(2) Tata cara ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.


Pasal 35


(1) Atas Penyerahan Produksi IKM kepada IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, dan/atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pengembalian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Hasil Produksi IKM digabungkan dengan Hasil Produksi IKM lain, perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, dan/atau perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pengembalian tersebut;
  2. wajib diekspor dalam satu kesatuan unit.
  3. menggunakan Surat Serah Terima Barang (SSTB); dan
  4. menyampaikan salinan cetak SSTB sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan dalam hal telah terbukti diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; dan
  2. pemenuhan ketentuan Periode KITE IKM dihitung berdasarkan tanggal dokumen Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c;
(3) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk menggunakan SSTB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c sebagai bahan monitoring, analisis, dan penelitian atas dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan serta laporan pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(4) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.


Pasal 36


(1) Penyerahan Produksi IKM ke Toko Bebas Bea dan Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf b, dan huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
  2. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada kolom surat keputusan; dan
  3. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(2) Penyerahan Produksi IKM ke Pusat Logistik Berikat dalam rangka ekspor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf d dan e, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang Melalui atau Dari Pusat Logistik Berikat (BC 3.3);
  2. memberitahukan ekspor sebagai kategori ekspor yang pada saat impornya ditujukan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk;
  3. mencantumkan nomor dan tanggal keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean;
  4. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan dalam hal Hasil Produksi telah dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke pelabuhan muat untuk diekspor; dan
  5. Hasil Produksi yang diberitahukan dalam BC 3.3 harus termuat seluruhnya dalam satu dokumen pemberitahuan penggabungan dan/atau pemecahan barang ekspor dan/atau transhipment (P3BET).
(3) IKM dapat melakukan penyerahan Contoh Hasil Produksi kepada Pusat Logistik Berikat untuk dipamerkan dalam rangka ekspor, dalam jumlah tertentu berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(4) Jumlah contoh Hasil Produksi yang dapat diserahkan kepada Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan oleh Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM berdasarkan pertimbangan manajemen risiko dan memperhatikan tingkat kewajaran.
(5) Penyerahan contoh Hasil Produksi kepada Pusat Logistik Berikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(6) Tata cara Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) serta penyerahan contoh Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.


Bagian Ketiga
Ekspor dan Penyerahan Produksi IKM melalui
Konsorsium KITE

Pasal 37


(1) Ekspor atau Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. IKM memberitahukan Hasil Produksi yang akan diserahkan kepada Konsorsium KITE dengan menggunakan Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02);
  2. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian atas Barang dan/atau Bahan dalam hal telah terbukti diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; dan
  3. pemenuhan ketentuan periode KITE IKM dihitung berdasarkan tanggal dokumen penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE (SSTB-IKM 02).
(2) Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02) dibuat rangkap 5 (lima) yang peruntukannya sebagai berikut:
  1. 1 (satu) lembar untuk IKM;
  2. 1 (satu) lembar untuk Konsorsium KITE;
  3. 1 (satu) lembar untuk Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE;
  4. 1 (satu) lembar untuk Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM; dan
  5. 1 (satu) lembar untuk Kantor Pabean tempat pemuatan.
(3) Dokumen penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE (SSTB-IKM 02) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 38


(1) Atas Hasil Produksi yang diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE, Konsorsium KITE wajib mengekspor atau melakukan Penyerahan Produksi IKM dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dokumen serah terima Hasil Produksi IKM dari IKM kepada Konsorsium KITE.
(2) Ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. diberitahukan dengan dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  2. Konsorsium KITE mengisi lembar lampiran untuk Barang Ekspor Gabungan pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor berdasarkan data Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02) untuk masing-masing IKM; dan
  3. Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02) menjadi dokumen pelengkap pabean pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan pabean ekspor.
(3) Atas Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Toko Bebas Bea dan Kawasan Berikat, Konsorsium KITE:
a. menggunakan dengan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4); dan
b. mengisi pada dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4):
1) identitas Konsorsium KITE pada kolom Pengirim Barang;
2) identitas IKM pada kolom Pemilik Barang; dan
3) data berdasarkan Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02) pada lembar lanjutan.
(4) Atas Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pusat Logistik Berikat dalam rangka ekspor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. menggunakan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang Melalui atau Dari Pusat Logistik Berikat (BC 3.3);
  2. mengisi lembar lampiran untuk Barang Ekspor Gabungan pada dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang Melalui atau Dari Pusat Logistik Berikat (BC 3.3) berdasarkan data Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02) untuk masing-masing IKM;
  3. Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02) menjadi dokumen pelengkap pabean pada saat pengajuan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang Melalui atau Dari Pusat Logistik Berikat (BC 3.3);
  4. dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan dalam hal Hasil Produksi telah dikeluarkan dari Pusat Logistik Berikat ke pelabuhan muat untuk diekspor; dan
  5. Hasil Produksi yang diberitahukan dalam BC 3.3 harus termuat seluruhnya dalam satu dokumen pemberitahuan penggabungan dan/atau pemecahan barang ekspor dan/atau transhipment (P3BET).


Pasal 39


(1) Jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dapat diperpanjang berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE, dalam hal:
  1. terdapat penundaan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM dari pembeli;
  2. terdapat pembatalan ekspor/Penyerahan Produksi IKM atau penggantian pembeli;
  3. terdapat pengembalian Hasil Produksi untuk diperbaiki (repair/rework); dan/atau
  4. terdapat kondisi force majeure, antara lain peperangan, bencana alam, atau kebakaran.
(2) Perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM dapat diberikan paling lama 3 (tiga) bulan sejak batas waktu sebagaimana dimaksud pada Pasal 38 ayat (1) berakhir.
(3) Untuk memperoleh persetujuan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM, Konsorsium KITE mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE dilampiri dengan bukti pendukung alasan permohonan perpanjangan.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan:
  1. secara elektronik; atau
  2. secara tertulis dalam hal tidak dapat disampaikan secara elektronik.
(5) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap:
  1. jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE atas Surat Serah Terima Barang-IKM 02 (SSTB-IKM 02);
  2. alasan permohonan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE; dan
  3. bukti pendukung terkait alasan permohonan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE.
(6) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean:
  1. menerbitkan surat persetujuan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM;
  2. menyampaikan pemberitahuan kepada IKM atau Konsorsium KITE untuk memperpanjang jangka waktu jaminan, dalam hal terdapat penyerahan jaminan: dan
  3. menerbitkan surat tanda terima jaminan (STTJ) setelah IKM atau Konsorsium KITE melakukan perpanjangan jaminan.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(9) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(10) Surat persetujuan perpanjangan jangka waktu realisasi ekspor atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (7), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
  

Pasal 40


(1) Dalam hal Konsorsium KITE tidak mengekspor atau melakukan Penyerahan Produksi IKM dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) atau Pasal 39 ayat (1), Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas barang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(3) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE menerbitkan surat penetapan pabean (SPP) sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Pelunasan atau penyelesaian lain atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian Barang dan/atau Bahan oleh IKM.


Bagian Keempat
Ekspor Sementara Hasil Produksi

Pasal 41


(1) IKM dapat melakukan ekspor sementara Hasil Produksi untuk keperluan pameran dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Ekspor sementara Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan dokumen pabean ekspor.
(3) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IKM mengajukan permohonan  kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan:
  1. secara elektronik; atau
  2. secara tertulis dalam hal tidak dapat disampaikan secara elektronik.
(5) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(6) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan ekspor sementara Hasil Produksi untuk keperluan pameran.
(8) Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.
(9) Surat persetujuan ekspor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilampirkan pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan pabean ekspor.
(10) Pelaksanaan ekspor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor.
(11) Dalam hal ekspor sementara Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diimpor kembali, ekspor sementara Hasil Produksi dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan.
(12) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal  ini.
 

Pasal 42


(1) Atas Hasil Produksi yang diekspor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1), yang diimpor kembali dan belum dilaporkan pertanggungjawabannya, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. diberikan fasilitas KITE IKM dalam hal dapat dibuktikan Hasil Produksi yang diimpor kembali merupakan Hasil Produksi yang diekspor sementara:
  2. dilakukan pemeriksaan fisik; dan
  3. periode KITE IKM diperpanjang selama jangka waktu pelaksanaan pameran.
(2) Dalam hal Barang dan/atau Bahan dari Hasil Produksi yang diekspor sementara pada saat impornya dilakukan penyerahan jaminan, dan diberikan perpanjangan periode KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, IKM memperpanjang jaminan.
(3) Untuk mendapat fasilitas KITE IKM terhadap impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilampiri dengan:
  1. surat persetujuan ekspor sementara Hasil Produksi yang diimpor kembali;
  2. dokumen pemberitahuan pabean ekspor, Persetujuan Ekspor, dan Laporan Hasil Pemeriksaan;
  3. Bill of Lading atau Sea Way Bill atau Air Way Bill pada saat ekspor; dan
  4. Surat keterangan tentang keikutsertaan kegiatan pameran di luar negeri.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan:
  1. secara elektronik; atau
  2. secara tertulis dalam hal tidak dapat disampaikan secara elektronik.
(6) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditujuk melakukan penelitian berkas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(7) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama:
  1. 5 (lima) jam kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap, dalam hal permohonan disampaikan secara tertulis.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan impor kembali atas Hasil Produksi yang diekspor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penolakan disertai dengan alasan penolakan.
(10)  Surat persetujuan impor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilampirkan pada saat pengajuan dokumen pemberitahuan pabean impor.
(11) Pelaksanaan impor kembali mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
(12) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(13) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
        

BAB VII
PENJUALAN HASIL PRODUKSI DAN PEMBEBASAN DALAM
KEADAAN TERTENTU

Bagian Pertama
Penjualan Hasil Produksi kepada Pihak Lain di Tempat Lain
Dalam Daerah Pabean

Pasal 43


(1) IKM dapat melakukan penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean dengan jumlah paling banyak 25% (dua puluh lima persen) dari nilai ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM 1 (satu) tahun terbesar yang pernah direalisasikan dari fasilitas KITE IKM yang digunakan, dalam periode 5 (lima) tahun sebelumnya.
(2) Dalam hal IKM belum pernah melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM, IKM dapat melakukan penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean dengan jumlah paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak ekspor.
(3) Atas penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. diberitahukan menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
b. melampirkan data nilai ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM per tahun dalam periode 5 (lima) tahun sebelumnya, disertai dokumen pendukung;
c. dalam hal IKM belum pemah melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM, IKM harus melampirkan data kontrak ekspor, disertai dokumen pendukung;
d. IKM wajib:
1. membayar Bea Masuk berdasarkan:
a) nilai pabean dan klasifikasi yang berlaku pada saat Barang dan/atau Bahan diimpor;
b) pembebanan tarif Bea Masuk pada saat dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4) didaftarkan; dan
c) dalam hal pembebanan tarif Bea Masuk untuk Barang dan/atau Bahan lebih tinggi dari pembebanan tarif Bea Masuk untuk Hasil Produksi, dasar yang digunakan untuk menghitung besarnya pengenaan Bea Masuk yaitu pembebanan tarif Bea Masuk Hasil Produksi yang berlaku pada saat penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean;
2. membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang semula tidak dipungut dengan dasar pengenaan pajak sebesar nilai impor;
3. memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah pada saat penyerahan barang kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk meneliti dan menghitung jumlah paling banyak nilai Hasil Produksi yang dapat dilakukan penjualan kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean.
(5) Penjualan Hasil Produksi ke tempat lain dalam daerah pabean dilaksanakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan di bidang impor.
(6) Penjualan Hasil Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan sepanjang dilakukan dalam periode KITE IKM.
 

Bagian Kedua
Pembebasan dalam Keadaan Tertentu

Pasal 44


(1) IKM atau Konsorsium KITE dibebaskan dari kewajiban membayar:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah:
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan,
atas Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh yang belum dipertanggungjawabkan dalam hal terjadi keadaan tertentu.
(2) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
  1. force majeure; atau
  2. kondisi lain yang mengakibatkan IKM atau Konsorsium KITE tidak dapat mempertanggungjawabkan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh berdasarkan manajemen risiko dan pertimbangan Kepala Kantor Pabean, seperti pencurian.
(3) Pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan dengan ketentuan:
  1. secara fisik barang nyata-nyata telah musnah karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2); dan
  2. periode KITE IKM atau periode pendistribusian belum berakhir saat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terjadi.
(4) Pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan keputusan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM/keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE atas nama Menteri.
(5) Untuk dapat dibebaskan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IKM atau Konsorsium KITE mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean dilampiri dengan:
  1. bukti keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) seperti surat keterangan kepolisian atau surat keterangan perusahaan asuransi; dan
  2. pernyataan jenis, jumlah, dan uraian barang yang musnah berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean atau dokumen pendistribusian.
(6) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menerima berkas permohonan dan bukti-bukti terjadinya keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
  2. meneliti jangka waktu periode KITE IKM atau periode pendistribusian atas pemberitahuan pabean barang impor yang dinyatakan oleh IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b; dan
  3.  meneliti jumlah barang dan/atau bahan yang musnah akibat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan data dari:
    1. SKP fasilitas KITE IKM;
    2. modul KITE IKM; dan/atau
    3. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB- IKM 01).
(7) Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan pemeriksaan fisik, meminta untuk dilakukan audit kepabeanan dan/atau meminta pertimbangan pihak ketiga yang berkompeten untuk membuktikan barang nyata-nyata telah musnah karena keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(8) Terhadap Hasil Produksi yang telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM namun belum disampaikan laporan pertanggungjawaban karena dokumen lampiran musnah akibat keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tetap dapat disampaikan laporan pertanggungjawaban berdasarkan data pendukung terkait.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disetujui, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri melakukan hal-hal sebagai berikut:
  1. menerbitkan surat keputusan pembebasan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. melakukan penyesuaian kuota jaminan dan/atau mengembalikan jaminan.
(10) Penyesuaian kuota jaminan dan/atau pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b dilakukan berdasarkan surat keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a dalam SKP fasilitas KITE IKM.
(11) Surat keputusan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN OLEH IKM
DAN KONSORSIUM KITE

Bagian Pertama
Penyelesaian Barang dan/atau Bahan oleh IKM

Pasal 45


(1) Barang dan/atau Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan oleh IKM diselesaikan dengan Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang untuk:
  1. dilakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1); atau
  2. dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean paling banyak sesuai kuota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) atau ayat (2).
(2) Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject yang tidak Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang, diselesaikan dengan:
  1. dimusnahkan;
  2. dijual; atau
  3. direekspor/dikembalikan.
(3) Barang dalam proses (work in process) rusak sehingga tidak dapat Diolah, Dirakit, dan/atau Dipasang, diselesaikan dengan dimusnahkan atau dijual.
(4) Hasil Produksi Rusak diselesaikan dengan dimusnahkan atau dijual.
(5) Sisa proses produksi (waste/scrap) dapat dimusnahkan atau dijual.
(6) Penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan sepanjang dilakukan dalam periode KITE IKM.


Pasal 46


(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring atas penyelesaian Barang dan Bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil monitoring kedapatan Barang dan Bahan tidak dilakukan penyelesaian, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat penetapan dan menyampaikan kepada IKM untuk melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pelaksanaan monitoring dan penerbitan surat penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP fasilitas KITE IKM.
(4) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tidak dapat dikreditkan.


Pasal 47


(1) Pemusnahan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4), atau sisa proses produksi (waste/scrap) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5) harus berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Pelaksanaan pemusnahan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4), dilakukan sebelum periode KITE IKM berakhir.
(3) IKM harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM untuk melakukan pemusnahan:
a. Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 2 huruf a dengan dilampiri:
  1. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
  2. dokumen pemberitahuan pabean barang impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) serta dokumen pelengkap pabean; dan
  3. rekapitulasi jenis, jumlah, kode barang, serta nomor dan tanggal pemberitahuan pabean barang impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject yang akan dimusnahkan.
b. Barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/scrap) sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 3, ayat 4, dan ayat 5, dengan dilampiri:
1. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
2. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) dan dokumen pelengkap pabean; dan
3. daftar barang yang akan dimusnahkan memuat rincian berupa:
a) uraian jenis, jumlah, kode barang dalam proses (work in process) rusak. Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/serap); dan
b) uraian jenis, jumlah, kode Barang dan/atau Bahan serta nomor dan tanggal pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen endistribusian (SSTB-IKM 01) asal Barang dan/atau Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan/atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
  1. kelengkapan dan kebenaran pengisian dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
  2. kelengkapan pengisian rekapitulasi jenis, jumlah, kode barang, serta nomor dan tanggal pemberitahuan pabean barang impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject yang akan dimusnahkan;
  3. kesesuaian jenis Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject yang akan dimusnahkan dengan jenis barang dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01);
  4. kesesuaian jenis, jumlah dan kode barang yang akan dimusnahkan dengan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor; dan
  5. periode KITE IKM Barang dan/atau Bahan yang akan dimusnahkan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01).
(5) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian:
a. kelengkapan dan kebenaran pengisian dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
b. kelengkapan pengisian daftar barang berupa:
1) uraian jenis, jumlah, kode barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/scrap); dan
2) uraian jenis, jumlah, kode Barang dan/atau Bahan serta nomor dan tanggal pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) asal Barang dan/atau Bahan dari barang dalam proses (work in process) rusak dan/atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan;
c. kesesuaian jenis Barang dan/atau Bahan asal dari barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan dengan jenis Barang dan/atau Bahan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01);
d. kesesuaian jenis, jumlah dan kode barang yang akan dimusnahkan dengan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor; dan
e. periode KITE IKM Barang dan/atau Bahan asal dari barang dalam proses (work in process) rusak atau Hasil Produksi Rusak yang akan dimusnahkan berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01).
(6) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) sesuai, Pejabat Bea dan Cukai:
  1. melakukan pencacahan;
  2. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pemusnahan; dan
  3. membuat berita acara pemusnahan.
(7) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap.
(8) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) terdapat barang yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukan pemusnahan, permohonan pemusnahan terhadap barang tersebut ditolak.


Pasal 48


(1) Atas penjualan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak, atau sisa proses produksi (waste/scrap) kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. diberitahukan menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
b. IKM wajib:
1. membayar Bea Masuk sebesar:
a) 5% (lima persen) dikalikan harga jual, apabila tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan/atau Bahannya 5% (lima persen) atau lebih; atau
b) tarif yang berlaku dikalikan harga jual, apabila tarif Bea Masuk umum (Most Favoured Nation) Barang dan/atau Bahannya kurang dari 5% (lima persen);
2. membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dihitung berdasarkan harga jual; dan
3. membuat faktur pajak dan memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(2) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai:
  1. meneliti dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4);
  2. melakukan pemeriksaan fisik berdasarkan manajemen risiko; dan
  3. menerbitkan tagihan (billing) untuk pelunasan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
(3) Reekspor atau pengembalian Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor, Tempat Penimbunan Berikat, Kawasan Bebas, atau kawasan ekonomi khusus.


Bagian Kedua
Laporan Pertanggungjawaban IKM

Pasal 49


(1) IKM wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban Barang dan/atau Bahan yang dihasilkan dari modul KITE IKM kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode KITE IKM.
(3) Kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dalam hal telah diterima lengkap dan terdapat kesesuaian data antara laporan pertanggungjawaban dengan lampiran.
(4) Dalam hal IKM melakukan Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) huruf a, batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode KITE IKM ditambah batas waktu realisasi ekspor oleh perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE Pembebasan, fasilitas KITE Pengembalian, atau IKM lain dalam rangka ekspor barang gabungan.
(5) Dalam hal IKM melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (4), batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode KITE IKM ditambah dengan jangka waktu kewajiban melakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM oleh Konsorsium KITE.
(6) Dalam hal IKM tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), atau ayat (5), Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat teguran pertama.
(7) Dalam hal IKM tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat teguran pertama, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat teguran kedua.
(8) Dalam hal IKM tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal surat teguran kedua, fasilitas KITE IKM dibekukan.
(9) Dalam hal IKM tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(10) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(11) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan fasilitas KITE IKM menerbitkan surat penetapan pabean (SPP) sebagai dasar penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9).


Pasal 50


(1) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) berupa laporan pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan (BCL.KT 03).
(2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
  1. dokumen pemberitahuan pabean berupa:
    1. dokumen pemberitahuan pabean impor, pemberitahuan pabean pemasukan, atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) dilampiri dokumen pemberitahuan pabean impor/pemberitahuan pabean pemasukan;
    2. dokumen pemberitahuan pabean ekspor, pemberitahuan pabean Penyerahan Produksi KM, atau dokumen penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE (SSTB-IKM 02) dilampiri dokumen pemberitahuan pabean ekspor/pemberitahuan pabean Penyerahan Produksi IKM;
    3. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor atas penjualan Hasil Produksi kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43;
    4. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor atas penjualan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2), barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), dan/atau Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4);
    5. dokumen pemberitahuan pabean ekspor atas reekspor Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf c;
    6. dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor atas pengembalian (retur) Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf c; dan/atau
    7. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor dan berita acara pemusnahan atas pemusnahan Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a, barang dalam proses (work in process) rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3), dan/atau Hasil Produksi Rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4); dan
  2. bukti realisasi ekspor, dalam hal Barang dan/atau Bahan diselesaikan dengan diekspor, berupa:
    1. laporan hasil penelitian realisasi ekspor; dan
    2. fotokopi dokumen bukti transaksi pembayaran atas ekspor seperti rekening koran, bukti transfer pembayaran atas ekspor, atau bukti devisa hasil ekspor.
(3) Ketentuan penyerahan salinan cetak dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku apabila telah tersedia dalam SKP.
(4) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung dilakukan secara daring melalui pertukaran data elektronik ke dalam SKP.
(5) Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara daring, laporan pertanggungjawaban disampaikan dalam bentuk salinan digital (softcopy) disertai lembar cetak BCL.KT 03 dan dokumen pendukung.
(6) Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1 merupakan laporan hasil rekonsiliasi terhadap dokumen pabean ekspor dan outward manifest dengan mencocokkan elemen data berupa nomor dan tanggal dokumen pabean ekspor dalam SKP.
(7) Dalam hal 7 (tujuh) hari setelah tanggal perkiraan ekspor hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kedapatan tidak sesuai, SKP memberitahukan ketidaksesuaian melalui notifikasi tidak rekon.
(8) Berdasarkan notifikasi tidak rekon sebagaimana dimaksud pada ayat (7), IKM menginput data PEB pada SKP dan menyerahkan atau mengunggah dokumen:
  1. PP-PEB, dalam hal dilakukan pembetulan PEB;
  2. SSTB, dalam hal barang ekspor gabungan;
  3. Invoice;
  4. Packing list; dan
  5. House B/L atau AWB.
(9) IKM wajib mengunggah dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dalam SKP atau menyerahkan ke Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(10) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian atas dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya dokumen dengan lengkap dan sesuai dalam SKP.
(11) Ketentuan penyerahan salinan cetak bukti realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak berlaku dalam hal data telah tersedia pada SKP.
(12) Terhadap laporan pertanggungjawaban yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian:
  1. kebenaran pengisian laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 03);
  2. kesesuaian dokumen pemberitahuan pabean impor, dokumen pemberitahuan pabean pemasukan, dokumen pemberitahuan pabean ekspor, dan/atau dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor, yang dilaporkan dengan data pada SKP atau data pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. pemenuhan persyaratan pencantuman keputusan pemberian fasilitas KITE IKM pada dokumen pemberitahuan pabean impor, dokumen pemberitahuan pabean pemasukan, dokumen pemberitahuan pabean ekspor, dan/atau dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor;
  4. pemenuhan persyaratan pemberitahuan ekspor sebagai kategori ekspor dengan fasilitas KITE IKM pada dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  5. kesesuaian jenis Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 03) dengan jenis Barang dan Bahan yang diimpor dan/atau dimasukkan;
  6. ketersediaan saldo Barang dan Bahan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 03) dibandingkan dengan jumlah Barang dan Bahan yang harus dipertanggungjawabkan;
  7. kesesuaian jumlah dan jenis Hasil Produksi yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 03) dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  8. kesesuaian jumlah dan jenis Barang dan Bahan Rusak, barang dalam proses (work in process) rusak, Hasil Produksi Rusak yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 03) dengan jumlah dan jenis tersebut dalam dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian, dalam hal terdapat penyelesaian dengan cara dimusnahkan, dirusak, dan/atau dijual;
  9. kesesuaian jumlah dan jenis Barang dan Bahan Rusak, Barang dan Bahan sisa atau tidak sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan yang dilaporkan dalam laporan pertanggungjawaban Barang dan Bahan (BCL.KT 03) dengan jumlah dan jenis barang tersebut dalam dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian, dalam hal terdapat penyelesaian dengan cara diekspor kembali atau dikembalikan;
  10. pemenuhan waktu realisasi ekspor dan/atau waktu penyelesaian Barang dan Bahan terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor dan/atau pemberitahuan pabean pemasukan sesuai dengan periode KITE IKM.
(13) Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP.
(14) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (12) kedapatan sesuai, atas laporan pertanggungjawaban diberikan register.
(15) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (12) kedapatan tidak sesuai, laporan pertanggungjawaban dikembalikan.
(16) Laporan hasil penelitian realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 1, sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(17) Laporan pertanggungjawaban Barang dan/atau Bahan (BCL.KT 03) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Ketiga
Penelitian Laporan Pertanggungjawaban IKM

Pasal 51


(1) Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (4) yang telah mendapatkan register, Pejabat Bea dan Cukai:
a. meneliti pemenuhan periode KITE IKM dengan membandingkan:
1. jangka waktu tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) dengan tanggal:
a) dokumen pemberitahuan pabean ekspor, Penyerahan Produksi IKM, atau dokumen penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE (SSTB-IKM 02); atau
b) pemberitahuan pabean ekspor dan/atau pengembalian, dalam hal terdapat Barang dan/atau Bahan Yang Rusak atau reject yang diekspor kembali atau dikembalikan; dan/atau
2. jangka waktu tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan atau dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) dengan tanggal:
a) dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor dan berita acara pemusnahan untuk Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak yang dimusnahkan;
b) dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor untuk Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak  yang dikembalikan atau dijual; atau
c) dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor untuk Hasil Produksi yang dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sesuai kuota;
b. meneliti kesesuaian data antara dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan dengan dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01);
c. menguji kebenaran ekspor atau Penyerahan Produksi IKM berdasarkan dokumen pemberitahuan pabean ekspor, Penyerahan Produksi IKM, dan/atau dokumen penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE (SSTB-IKM 02) serta dokumen yang membuktikan adanya transaksi ekspor, yaitu laporan hasil penelitian realisasi ekspor dan dokumen bukti transaksi pembayaran atas ekspor seperti rekening koran, bukti transfer pembayaran atas ekspor, atau bukti devisa hasil ekspor.
d. meneliti pemakaian Barang dan/atau Bahan pada laporan pertanggungjawaban dengan:
1. meneliti jumlah dan jenis Barang dan/atau Bahan yang dilaporkan dalam BCL.KT 03 dengan jumlah dan jenis Barang dan/atau Bahan dalam dokumen pemberitahuan impor atau pemasukan berdasarkan data pada:
  1. SKP; dan/atau
  2. dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01), dalam hal Barang dan/atau Bahan berasal dari Konsorsium KITE;
2. meneliti jumlah dan jenis Hasil Produksi yang dilaporkan dalam BCL.KT 03 dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor atau Penyerahan Produksi IKM berdasarkan data pada:
  1. SKP; dan/atau
  2. dokumen penyerahan Hasil Produksi IKM kepada Konsorsium KITE (SSTB-IKM 02), dalam hal Hasil Produksi diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE; dan
3. meneliti jumlah dan jenis Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak yang dilaporkan dalam BCL.KT 03, dengan jumlah dan jenis Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak berdasarkan:
  1. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor dan berita acara pemusnahan untuk Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak yang dimusnahkan; atau
  2. dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor untuk Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, barang dalam proses (work in process) rusak, atau Hasil Produksi Rusak yang dikembalikan atau dijual; dan/atau
4. meneliti jumlah dan jenis Hasil Produksi yang dilaporkan dalam BCL.KT 03, dengan jumlah dan jenis Hasil Produksi dalam dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor untuk Hasil Produksi yang dijual kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean sesuai kuota.
e. meneliti nilai tambah Hasil Produksi dengan membandingkan nilai CIF impor Barang dan/atau Bahan dan nilai FOB ekspor Hasil Produksi.
(2) Kegiatan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan menggunakan SKP.
(3) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan keputusan berupa:
  1. menyetujui seluruhnya;
  2. menyetujui sebagian; atau
  3. menolak seluruhnya.
(4) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak laporan pertanggungjawaban mendapatkan register.
(5) Terhadap Barang dan/atau Bahan yang disetujui laporan pertanggungjawabannya, berlaku ketentuan;
  1. dilakukan penyesuaian jumlah kuota jaminan yang telah dipotong dengan menerbitkan surat penyesuaian kuota jaminan (SPKJ); dan/atau
  2. jaminan dikembalikan atau dilakukan penyesuaian jaminan dengan menerbitkan surat pemberitahuan penyesuaian jaminan (SPPJ), dalam hal dipertaruhkan jaminan.
(6) Terhadap Barang dan/atau Bahan yang ditolak laporan pertanggungjawabannya, IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(7) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(8) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM menerbitkan surat penetapan pabean (SPP) sebagai dasar penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6).
(9) Surat penetapan pabean (SPP) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(10) Surat penyesuaian kuota jaminan (SPKJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat pemberitahuan penyesuaian jaminan (SPPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 52


Cara penghitungan atas bea masuk antidumping, bea masuk imbalan, bea masuk tindakan pengamanan, dan bea masuk pembalasan dilakukan secara proporsional untuk penyesuaian kembali jumlah kuota jaminan yang telah dipotong, penyesuaian jaminan, atau pengembalian jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (5) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Keempat
Pertanggungjawaban Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta
Barang Contoh oleh Konsorsium KITE

Pasal 53


(1) Konsorsium KITE wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh, kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya periode pendistribusian.
(3) Kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi dalam hal telah diterima lengkap dan terdapat kesesuaian data antara laporan pertanggungjawaban dengan lampiran.
(4) Dalam hal Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dibekukan.
(5) Dalam hal IKM tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), IKM wajib melunasi;
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(7) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE menerbitkan surat penetapan pabean (SPP) sebagai dasar penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).


Pasal 54


(1) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) berupa laporan pertanggungjawaban atas pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh (BCL.KT 04).
(2) Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
  1. dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan; dan
  2. dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01).
(3) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung dikirim secara daring melalui pertukaran data elektronik ke dalam SKP.
(4) Dalam hal laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara daring, laporan pertanggungjawaban disampaikan dalam bentuk salinan digital (softcopy) disertai lembar cetak BCL.KT 04 dan dokumen pendukung.
(5) Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP :
  1. menerima laporan pertanggungjawaban;
  2. melakukan penelitian kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2);
  3. melakukan validasi serta mencetak tanda terima (register), dalam hal berkas laporan pertanggungjawaban lengkap; dan
  4. mengembalikan berkas laporan pertanggungjawaban kepada Konsorsium KITE disertai dengan alasan, dalam hal laporan pertanggungjawaban tidak lengkap.
(6) Laporan pertanggungjawaban Barang dan/atau Bahan (BCL.KT 04) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kelima
Penelitian Laporan Pertanggungjawaban Barang dan/atau
Bahan, Mesin, serta Barang Contoh oleh Konsorsium KITE

Pasal 55


(1) Terhadap laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) yang telah diterima lengkap, Pejabat Bea dan Cukai dan/atau SKP:
  1. meneliti pemenuhan persyaratan pencantuman keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE pada kolom pemenuhan persyaratan/fasilitas impor atau kolom penerima barang dalam dokumen pemberitahuan pabean barang impor dan/atau pemasukan;
  2. meneliti pemenuhan periode pendistribusian dengan membandingkan jangka waktu tanggal pendaftaran dokumen pemberitahuan pabean barang impor atau pemasukan dengan tanggal dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01);
  3. menguji kebenaran pendistribusian barang sesuai dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01); dan
  4. meneliti laporan pertanggungjawaban dengan:
    1. membandingkan jenis dan jumlah Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh yang dilaporkan dalam BCL.KT 04 dengan jenis barang yang diimpor dan/atau dimasukkan berdasarkan data pada SKP; dan
    2. membandingkan jenis dan jumlah Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh yang dilaporkan dalam BCL.KT 04 dengan jumlah dan jenis barang dalam lembar dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01) peruntukan Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE yang telah diserahkan sebelumnya.
(2) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk memberikan keputusan berupa:
  1. menyetujui seluruhnya;
  2. menyetujui sebagian; atau
  3. menolak seluruhnya.
(3) Keputusan menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak laporan pertanggungjawaban mendapatkan register.
(4) Putusan atas laporan pertanggungjawaban berupa menyetujui sebagian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan dalam hal:
  1. terdapat sebagian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang tidak terbukti dilakukan pendistribusian dan sebagian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin terbukti dilakukan pendistribusian sesuai periode pendistribusian; dan/atau
  2. seluruh Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin terbukti dilakukan pendistribusian tetapi terdapat sebagian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang pendistribusiannya tidak sesuai periode pendistribusian.
(5) Putusan atas laporan pertanggungjawaban berupa menolak seluruhnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan dalam hal distribusi Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin tidak terbukti dan/atau distribusi Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin tidak sesuai periode pendistribusian.
(6) Terhadap Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang disetujui laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan BCL.KT 04.
(7) Surat persetujuan BCL.KT 04 menjadi dasar untuk menyesuaikan saldo Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang harus dipertanggungjawabkan.
(8) Terhadap Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh serta Mesin yang ditolak laporan pertanggungjawabannya, tidak diberikan fasilitas KITE IKM dan/atau fasilitas pembebasan Mesin atau Barang Contoh, dan Konsorsium KITE wajib melunasi;
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(9) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(10) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE menerbitkan surat penetapan pabean (SPP) sebagai dasar penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (8).
(11) Surat penetapan pabean (SPP) disampaikan kepada penjamin/surety dalam hal penyelesaian kewajiban pembayaran dilakukan melalui pencairan jaminan.
(12) Surat persetujuan BCL.KT 04 sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
    

Bagian Keenam
Pelaporan Realisasi Ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM
oleh Konsorsium KITE

Pasal 56


(1) Konsorsium KITE wajib menyampaikan laporan bulanan realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM atas Hasil Produksi yang diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM melalui Konsorsium KITE.
(2) Laporan disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE paling lama tanggal 5 (lima) bulan berikutnya.
(3) Dalam hal tanggal 5 (lima) adalah hari libur, laporan disampaikan pada hari kerja berikutnya.
(4) Dalam hal Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan dalam periode waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut, fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dibekukan.
(5) Laporan bulanan realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran III huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB IX
IMPOR ATAU PEMASUKAN KEMBALI HASIL PRODUKSI

Bagian Pertama
Impor atau Pemasukan Kembali Hasil Produksi

Pasal 57


(1) Hasil Produksi yang telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM dapat diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali karena alasan tertentu, dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
(2) Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebagai berikut:
  1. diimpor kembali untuk diperbaiki (rework);
  2. ditolak oleh pembeli di luar negeri (reject); atau
  3. kondisi kahar (force majeure) di negara tujuan ekspor.
(3) Hasil Produksi yang diimpor kembali atau dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diekspor kembali atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean impor/pemasukan kembali dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean.
 

Pasal 58


(1) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM dengan menyebutkan alasan dan disertai dokumen pendukung.
(2) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa:
  1. salinan cetak (hardcopy) dokumen pemberitahuan pabean ekspor (BC 3.0 atau BC 3.3) beserta dokumen pelengkap pabean, persetujuan ekspor, dan/atau Laporan Hasil Pemeriksaan dalam hal penyelesaian berupa ekspor Hasil Produksi;
  2. salinan cetak SSTB atau dokumen pemberitahuan pabean penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4) dalam hal penyelesaian berupa Penyerahan Produksi IKM; dan
  3. bukti pendukung alasan impor kembali berupa:
    1. perintah kerja atau bukti lain terkait adanya permintaan rework;
    2. bukti penolakan dari pembeli;
    3. bukti yang menunjukkan kondisi kahar di tempat asal; atau
    4. bukti-bukti lain yang mendukung alasan impor kembali Hasil Produksi.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap berkas permohonan dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2).
(6) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam waktu paling lambat:
  1. 5 (lima) jam setelah permohonan diterima lengkap secara elektronik; atau
  2. 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan diterima lengkap secara tertulis.
(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan impor kembali dengan pembebasan dari kewajiban pembayaran Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor.
(8) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan.
(9) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui dan Hasil Produksi yang diimpor/dimasukkan kembali belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya, Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. melakukan perpanjangan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban paling lama sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) ditambah 60 (enam puluh) hari;
  2. menyampaikan kepada IKM untuk melakukan perpanjangan waktu jaminan dalam hal terdapat penyerahan jaminan;
  3. memberikan catatan atas persetujuan impor kembali pada pemberitahuan pabean ekspor dalam SKP; dan
  4. menatausahakan berkas persetujuan impor kembali untuk bahan monitoring realisasi ekspor kembali.
(10) Surat permohonan impor/pemasukan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat persetujuan impor/pemasukan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 59


(1) Atas Hasil Produksi yang diimpor kembali dan/atau dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1), berlaku ketentuan:
  1. dalam hal laporan pertanggungjawaban telah disampaikan dan disetujui, IKM wajib menyerahkan jaminan senilai Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor berdasarkan tarif dan nilai barang atas barang yang diimpor kembali; atau
  2. dalam hal laporan pertanggungjawaban belum disampaikan, diberikan pembebasan Bea Masuk serta tidak dipungut pajak dalam rangka impor.
(2) Jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diserahkan dalam hal nilai pungutan Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor atas impor kembali atau pemasukan kembali Hasil Produksi melebihi saldo kuota jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3).
(3) Atas impor kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
  1. IKM:
    1. memberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor;
    2. mencantumkan nomor dan tanggal surat persetujuan impor kembali Hasil Produksi pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas;
    3. mengisi pilihan "barang reimpor yang mendapatkan fasilitas KITE" pada kolom 33 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan;
    4. melampirkan surat persetujuan impor/pemasukan kembali Hasil Produksi; dan
    5. menyerahkan jaminan dalam hal terdapat penyerahan jaminan;
  2. belum berlaku ketentuan pembatasan;
  3. dilakukan pemeriksaan pabean; dan
  4. impor kembali kembali dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang impor untuk dipakai.
(4) Atas pemasukan kembali Hasil Produksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1):
  1. IKM:
    1. memberitahukan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean impor dari Tempat Penimbunan Berikat;
    2. mencantumkan nomor dan tanggal surat persetujuan impor kembali Hasil Produksi pada lembar lanjutan dokumen dan pemenuhan persyaratan/fasilitas serta mengisi pilihan "barang reimpor yang mendapatkan fasilitas KITE" pada kolom 37 Keterangan Fasilitas dan Persyaratan, dalam hal pemasukan kembali dari Pusat Logistik Berikat;
    3. mencantumkan nomor dan tanggal surat persetujuan impor kembali Hasil Produksi pada lembar dokumen pelengkap pabean serta mengisi pilihan "barang reimpor yang mendapatkan fasilitas KITE" pada kolom 17 Fasilitas Impor, dalam hal pemasukan kembali dari Tempat Penimbunan Berikat selain Pusat Logistik Berikat;
    4. melampirkan surat persetujuan impor/pemasukan kembali Hasil Produksi; dan
    5. menyerahkan jaminan dalam hal terdapat penyerahan jaminan;
  2. belum berlaku ketentuan pembatasan;
  3. dilakukan pemeriksaan pabean; dan
  4. pemasukan kembali kembali dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Tempat Penimbunan Berikat untuk Diimpor untuk Dipakai dan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tata Laksana Pengeluaran Barang Impor dari Pusat Logistik Berikat untuk Diimpor untuk Dipakai.


Bagian Kedua
Ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM atas Hasil
Produksi yang diimpor kembali

Pasal 60


(1) Ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3), IKM:
  1. menggunakan dokumen pemberitahuan pabean ekspor;
  2. mengisi pilihan "reekspor" pada kolom jenis ekspor;
  3. mengisi pilihan "umum" pada kolom kategori ekspor; dan
  4. mencantumkan nomor dan tanggal pemberitahuan pabean ekspor atas Hasil Produksi yang diberikan persetujuan untuk diimpor kembali pada lembar lanjutan dokumen pelengkap pabean.
(2) Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) kepada Toko Bebas Bea dan Kawasan Berikat, IKM menggunakan dokumen pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor (BC 2.4).
(3) Tata cara ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM atas Hasil Produksi yang diimpor/dimasukkan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau (2) mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat.


Pasal 61


(1) IKM wajib menyampaikan laporan realisasi atas ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak berakhirnya batas waktu ekspor kembali dengan melampirkan:
  1. dokumen pemberitahuan pabean impor kembali atau pemasukan kembali Hasil Produksi; dan
  2. dokumen pemberitahuan pabean ekspor kembali Hasil Produksi atau Penyerahan Produksi IKM.
(2) Atas laporan realisasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian dan memberikan:
  1. persetujuan dalam hal dapat dibuktikan barang yang diekspor kembali atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM merupakan Hasil Produksi yang diimpor kembali atau dimasukkan kembali; atau
  2. penolakan disertai dengan alasan penolakan,
dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak laporan diterima secara lengkap.
(3) Atas laporan realisasi ekspor yang diberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan:
  1. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya telah disampaikan dan disetujui, kuota jaminan disesuaikan dan/atau jaminan dikembalikan; atau
  2. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan:
    1. laporan realisasi ekspor menjadi dasar penelitian laporan pertanggungjawaban;
    2. laporan pertanggungjawaban disampaikan paling lambat sampai dengan berakhirnya batas waktu ekspor kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) ditambah 60 (enam puluh) hari; dan
    3. mengikuti tata cara penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50.
(4) Dalam hal IKM tidak melakukan ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) atau tidak menyampaikan laporan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku ketentuan:
  1. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya telah disampaikan dan disetujui, IKM wajib melunasi Bea Masuk serta pajak dalam rangka impor yang terutang; atau
  2. dalam hal Hasil Produksi yang pada saat diimpor kembali atau dimasukkan kembali laporan pertanggungjawabannya belum disampaikan, laporan pertanggungjawaban ditolak.
(5) Kepala Kantor Pabean melakukan penetapan sebagai dasar penagihan atas kewajiban pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Pajak dalam rangka impor berupa Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(7) Laporan realisasi atas ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sesuai contoh sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

BAB X
FASILITAS PEMBEBASAN MESIN IKM

Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan Mesin

Pasal 62


(1) Untuk mendapatkan persetujuan impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5), IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhadap impor Mesin yang pertama dilampiri dengan paparan mengenai keterkaitan jenis dan fungsi Mesin dengan proses produksi IKM.
(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk impor Mesin yang kedua dan berikutnya dilampiri dengan:
  1. paparan mengenai keterkaitan jenis dan fungsi Mesin dengan proses produksi IKM; dan
  2. laporan realisasi ekspor hasil produksi menggunakan mesin yang telah diimpor sebelumnya.
(4) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. memeriksa kelengkapan berkas permohonan:
  2. meneliti kesesuaian dan keterkaitan antara Mesin dengan proses produksi IKM; dan/atau
  3. meneliti realisasi ekspor hasil produksi dalam hal impor Mesin yang kedua dan berikutnya.
(5) Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima.
(6) Surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampirkan pada saat pengajuan pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan Mesin.
(7) Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) wajib:
  1. dipasang di lokasi produksi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM;
  2. dicatat dalam Modul KITE IKM;
  3. dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor:
    1. digunakan untuk proses produksi; dan
    2. digunakan untuk memproses hasil produksi tujuan ekspor.
(8) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(9) Surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai contoh format, sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Pemindahtanganan Mesin

Pasal 63


(1) Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan mendapat fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dapat dipindahtangankan setelah jangka waktu 2 (dua) tahun sejak diimpor dan/atau dimasukkan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada IKM lain berlaku ketentuan:
  1. dibebaskan dari pembayaran Bea Masuk dan tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang;
  2. IKM wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(3) Pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan, diberikan fasilitas:
  1. Bea Masuk;
  2. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor; dan/atau
  3. Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah penyerahan dalam negeri, sesuai dengan fasilitas yang dimiliki oleh penerima Mesin.
(4) Pemindahtanganan Mesin kepada pihak lain di tempat lain dalam daerah pabean, dalam hal telah digunakan:
  1. paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun sejak diimpor dan/atau dimasukkan, IKM wajib:
    1. membayar Bea Masuk yang dihitung berdasarkan nilai pabean, klasifikasi, dan pembebanan tarif yang berlaku pada saat diimpor;
    2. membayar Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang dihitung berdasarkan nilai impor yang berlaku pada saat barang diimpor; dan
    3. memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  2. lebih dari 4 (empat) tahun sejak diimpor dan/atau dimasukkan:
    1. dibebaskan dari pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang; dan
    2. IKM wajib memungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan membuat faktur pajak sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(5) Dalam hal Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan fasilitas pembebasan Mesin tidak sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a tidak dapat dikreditkan.


Pasal 64


(1) Untuk mendapatkan persetujuan pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
  1. dokumen pemberitahuan pabean barang impor dan/atau pemasukan dan dokumen pelengkap;
  2. dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01), dalam hal Mesin diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE; dan
  3. keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau dokumen perizinan terkait pemberian fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan, yang dimiliki oleh perusahaan penerima Mesin, dalam hal Mesin dipindahtangankan kepada IKM lain atau pihak yang mendapat fasilitas kepabeanan dan/atau perpajakan sesuai ketentuan perundang-undangan.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. memeriksa kelengkapan berkas permohonan; dan
  2. meneliti kesesuaian dan kebenaran data dalam berkas permohonan.
(4) Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari keija sejak permohonan diterima.
(5) Terhadap permohonan yang disetujui:
  1. dalam hal pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) huruf a, Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan;
  2. dalam hal pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada Pasal 63 ayat (4) huruf b, Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan pembebasan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas impor IKM yang terutang;
(6) Surat persetujuan atau keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampirkan pada saat pengajuan pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor.
(7) Pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (2) dan ayat (4) dilaksanakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan di bidang impor.
(8) Pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (3) dilaksanakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan di bidang impor dan/atau Tempat Penimbunan Berikat.
(9) IKM mencatat pemindahtanganan Mesin dalam Modul KITE IKM.
(10) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat persetujuan pemindahtanganan Mesin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(12) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 65


(1) IKM dibebaskan dari tanggung jawab Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor yang terutang, dalam hal Mesin diekspor dan/atau diekspor kembali.
(2) Mesin yang diimpor dan/atau dimasukkan dam diberi fasilitas Pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dapat diekspor kembali atau dikembalikan karena retur dan/atau afkir (reject).
(3) Ekspor dan/atau ekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ekspor kembali atau pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(4) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM dengan dilampiri:
  1. dokumen pemberitahuan pabean barang impor dan/atau pemasukan dan dokumen pelengkap;dan/atau
  2. dokumen pendistribusian (SSTB-IKM 01), dalam hal Mesin diimpor dan/atau dimasukkan melalui Konsorsium KITE.
(5) Atas permohonan dan lampiran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. memeriksa kelengkapan berkas permohonan;
  2. meneliti kesesuaian dan kebenaran data dalam berkas permohonan; dan
  3. dalam hal diperlukan, dapat melakukan pemeriksaan fisik terhadap Mesin.
(6) Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak permohonan diterima.
(7) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilampirkan pada saat pengajuan pemberitahuan pabean ekspor atau pemberitahuan penyelesaian barang asal impor yang mendapat kemudahan impor tujuan ekspor.
(8) Ekspor, ekspor kembali, atau pengembalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kepabeanan di bidang ekspor atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tempat penimbunan berikat.
(9) IKM mencatat ekspor, ekspor kembali, dan pengembalian Mesin dalam Modul KITE IKM.
(10) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(11) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB XI
BARANG CONTOH

Bagian Pertama
Impor dan/atau Pemasukan Barang Contoh

Pasal 66


(1) Untuk mendapatkan persetujuan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5), IKM mengajukan surat permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan paparan mengenai keterkaitan Barang Contoh dengan hasil produksi tujuan ekspor.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk:
  1. memeriksa kelengkapan berkas permohonan;
  2. meneliti keterkaitan antara Barang Contoh dengan hasil produksi tujuan ekspor; dan
  3. meneliti kewajaran dan menentukan jumlah Barang Contoh.
(4) Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat persetujuan atau penolakan dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima.
(5) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampirkan pada saat pengajuan pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan.
(6) Barang Contoh yang diimpor dan/atau dimasukkan dengan mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib:
  1. disimpan di lokasi produksi yang tercantum dalam data keputusan pemberian fasilitas KITE IKM; dan
  2. dicatat dalam Modul KITE IKM.
(7) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(8) Surat persetujuan impor dan/atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Bagian Kedua
Pertanggungjawaban Barang Contoh

Pasal 67


(1) Pertanggungjawaban atas impor dan/atau pemasukan berupa Barang Contoh telah terpenuhi sepanjang:
  1. Barang Contoh telah digunakan untuk menunjang proses produksi sehingga menghasilkan Hasil Produksi; dan
  2. Hasil Produksi telah diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM.
(2) IKM harus menyampaikan pemberitahuan atas ekspor Hasil Produksi atau Penyerahan Produksi IKM yang menggunakan Barang Contoh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa laporan pertanggungjawaban penggunaan Barang Contoh kepada Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara elektronik.
(4) Dalam hal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat disampaikan secara elektronik, permohonan disampaikan secara tertulis.
(5) Dalam hal Barang Contoh terbukti telah dijual sebelum dipertanggungjawabkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IKM wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Barang dan/atau Bahan yang terutang;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(6) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


BAB XII
MONITORING, EVALUASI, DAN AUDIT

Bagian Pertama
Monitoring dan Evaluasi

Pasal 68


(1) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk harus melakukan:
  1. monitoring dan evaluasi terhadap IKM atau Konsorsium KITE secara periodik dan/atau sewaktu-waktu berdasarkan manajemen risiko; dan
  2. monitoring khusus terhadap Mesin yang mendapat fasilitas pembebasan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) secara periodik paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Kegiatan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan kegiatan asistensi dan pembinaan terhadap IKM atau Konsorsium KITE.
(3) IKM dan Konsorsium KITE wajib:
  1. menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
  2. memberikan akses Modul KITE IKM.
(4) Monitoring dan evaluasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan sampai dengan masa berakhirnya kewajiban pembayaran Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam rangka impor Mesin yang terutang.
(5) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b:
  1. dapat dilakukan bersamaan dengan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; dan
  2. meliputi kegiatan sebagai berikut:
    1. pemeriksaan fisik keberadaan Mesin;
    2. pemeriksaan penggunaan Mesin; dan
    3. pemenuhan ketentuan fasilitas pembebasan Mesin.
(6) Hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
  1. digunakan sebagai dasar pembekuan atau pencabutan fasilitas KITE IKM;
  2. digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut, oleh Kepala Kantor Pabean, atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk;
  3. disampaikan kepada unit audit dan/atau unit pengawasan sebagai infomasi awal; dan/atau
  4. digunakan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi pemberian fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2).
(7) Laporan hasil monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direkam ke dalam SKP.
(8) Dalam hal SKP belum tersedia atau terjadi gangguan, laporan hasil monitoring dan evaluasi disampaikan secara tertulis kepada Direktur yang memiliki tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan dan ditembuskan kepada Kepala Kantor Wilayah.
(9) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b ditemukan barang yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, IKM atau Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(10) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(11) Pelunasan atau penyelesaian lainnya atas tagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan/atau Mesin.
(12) Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan kegiatan monitoring terhadap realisasi ekspor kembali atau Penyerahan Produksi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3).
(13) Kepala Kantor Pabean yang menerbitkan keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan monitoring terhadap pertanggungjawaban atas impor atau pemasukan Barang Contoh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1).
(14) Tata cara monitoring dan evaluasi dilaksanakan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal mengenai pelaksanaan monitoring dan/atau evaluasi terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.
    

Bagian Kedua
Audit Kepabeanan

Pasal 69


(1) Dalam rangka menguji kepatuhan IKM dan Konsorsium KITE atas ketentuan penggunaan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau ayat (2), dilaksanakan audit kepabeanan.
(2) Lingkup audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi pemeriksaan atas:
  1. kebenaran impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin;
  2. jumlah pemakaian Barang dan/atau Bahan untuk membuat Hasil Produksi;
  3. kebenaran ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM;
  4. kebenaran tujuan pemanfaatan Barang Contoh;
  5. kebenaran tujuan pemanfaatan Mesin;
  6. kebenaran pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin oleh Konsorsium KITE dalam hal impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin dilakukan melalui Konsorsium KITE; dan
  7. kebenaran ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM Hasil Produksi IKM oleh Konsorsium KITE dalam hal ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM dilakukan melalui Konsorsium KITE.
(3) Dalam hal hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan barang yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, IKM atau Konsorsium KITE wajib melunasi:
  1. Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  2. sanksi administrasi berupa denda sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengenaan sanksi administrasi berupa denda di bidang kepabeanan; dan
  3. sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
(4) Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dilunasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a tidak dapat dikreditkan.
(5) Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE.
(6) Hasil audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling kurang memuat rincian:
  1. Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan ekspor atau Penyerahan Produksi IKM;
  2. Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, yang dimusnahkan, dijual, direekspor, atau dikembalikan;
  3. Barang dalam proses (work in process) rusak yang dimusnahkan atau dijual;
  4. Hasil Produksi Rusak yang dimusnahkan atau dijual;
  5. Barang dan/atau Bahan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan;
  6. keadaan kahar (force majeure) atau kondisi lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2); dan
  7. saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45,
yang menunjuk dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan.
(7) Hasil audit dapat digunakan sebagai pertanggungjawaban penyelesaian Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin.
(8) Audit kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mengikuti peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai audit kepabeanan.


BAB XIII
PEMBEKUAN DAN PENCABUTAN

Pasal 70


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pembekuan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal:
  1. KM melakukan perubahan data berupa alamat, NPWP, penanggung jawab, Barang dan/atau Bahan, dan/atau Hasil Produksi, tetapi IKM:
    1. tidak mengajukan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean; atau
    2. tidak menyampaikan pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (11);
  2. Konsorsium KITE melakukan perubahan data alamat, NPWP, penanggung jawab, dan/atau IKM anggota Konsorsium KITE, tetapi Konsorsium KITE:
    1. tidak mengajukan permohonan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean; atau
    2. tidak menyampaikan pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (11);
  3. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3);
  4. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (8) atau Pasal 53 ayat (4);
  5. Konsorsium KITE tidak menyampaikan laporan bulanan realisasi ekspor/atau Penyerahan Produksi IKM dalam waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4);
  6. IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selama 2 (dua) tahun berturut-turut, dan telah mendapatkan penetapan sebagai penerima fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  7. IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 selama 2 (dua) tahun berturut-turut, dan dalam waktu 1 (satu) tahun kemudian IKM tidak beralih menjadi fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  8. IKM atau Konsorsium KITE tidak menyimpan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh di lokasi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
  9. IKM atau Konsorsium KITE tidak melakukan kegiatan impor atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) selama periode 4 (empat) tahun berturut-turut;
  10. IKM atau Konsorsium KITE diduga melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, kepabeanan, dan/atau cukai dengan bukti permulaan yang cukup berdasarkan rekomendasi penyidik; dan/atau
  11. IKM berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat dan permohonan izin Kawasan Berikat telah disetujui.
(2) Dalam hal IKM atau Konsorsium KITE memenuhi kriteria pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE.
(3) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP.
(4) Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dibekukan, terhitung sejak tanggal pembekuan tersebut atas impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh tidak diberikan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2).
(5) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan hak IKM atau Konsorsium KITE untuk melakukan kegiatan kepabeanan lain.
(6) Surat pembekuan fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 71


(1) Fasilitas KITE IKM yang diberikan kepada IKM atau Konsorsium KITE dan dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a atau huruf b dapat diberlakukan kembali, jika IKM atau Konsorsium KITE telah:
  1. mengajukan permohonan perubahan data secara lengkap dan diberikan persetujuan oleh Kepala Kantor Pabean; atau
  2. menyampaikan pemberitahuan perubahan data kepada Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf a angka 2 atau Pasal 70 ayat (1) huruf b angka 2.
(2) Fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE yang dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf c sampai dengan huruf e dan huruf h sampai dengan huruf j dapat diberlakukan kembali, jika:
  1. IKM atau Konsorsium KITE telah menyerahkan dokumen yang diperlukan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi;
  2. IKM telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf d, atau telah terdapat penyelesaian terhadap Barang dan/atau Bahan;
  3. Konsorsium KITE telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf d, atau telah terdapat penyelesaian terhadap Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh;
  4. Konsorsium KITE telah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf e;
  5. KM atau Konsorsium KITE telah menyimpan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh di lokasi yang tercantum dalam keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1);
  6. IKM atau Konsorsium KITE akan melakukan impor dan/atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2), dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan pemberlakuan kembali kepada Kepala Kantor Pabean; dan/atau
  7. diterbitkan surat perintah penghentian penyidikan oleh penyidik.
(3) Dalam hal IKM atau Konsorsium KITE telah memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), atau ayat (3), Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE IKM.
(4) Kepala Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam SKP.
(5) Surat pemberlakuan kembali fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (3), sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf J yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.


Pasal 72


(1) Kepala Kantor Pabean melakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE dalam hal:
  1. terhadap IKM atau Konsorsium KITE diterbitkan surat paksa karena ada tagihan yang tidak dilunasi oleh IKM atau Konsorsium KITE;
  2. IKM atau Konsorsium KITE terbukti telah melakukan tindak pidana di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
  3. IKM atau Konsorsium KITE berubah status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat, setelah:
    1. laporan pertanggungjawaban atas penyelesaian Barang dan/atau Bahan mendapatkan putusan; atau
    2. penetapan Barang dan/atau Bahan, Mesin, serta Barang Contoh menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, dalam hal tidak terdapat kewajiban penyampaian laporan pertanggungjawaban atau tidak terdapat laporan pertanggungjawaban yang belum mendapatkan putusan;
  4. IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dan dalam hal Barang dan/atau Bahan dan Hasil Produksi telah dipertanggungjawabkan;
  5. IKM dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) huruf g, dan setelah 1 (satu) tahun sejak dibekukan IKM tidak beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian;
  6. Hasil monitoring khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) huruf b membuktikan bahwa:
    1. Mesin tidak berada di lokasi dan tidak dapat dipertanggungjawabkan keberadaannya; atau
    2. IKM tidak melakukan realisasi ekspor dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak impor dan/atau pemasukan Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33;
  7. IKM atau Konsorsium KITE dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
  8. IKM atau Konsorsium KITE tidak lagi memenuhi kriteria dan syarat untuk memperoleh fasilitas KITE IKM bagi IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b dan huruf f atau Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b dan huruf d;
  9. IKM atau Konsorsium KITE tidak melakukan kegiatan impor atau pemasukan dengan menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 2 ayat (2) selama periode 2 (dua) tahun sejak dibekukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf i; dan/atau
  10. IKM atau Konsorsium KITE mengajukan permohonan untuk dilakukan pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE.
(2) Dalam hal IKM atau Konsorsium KITE memenuhi kriteria pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean menerbitkan keputusan pencabutan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE.
(3) Kepala Kantor Pabean atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk melakukan perekaman keputusan pencabutan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan penetapan sebagai Konsorsium KITE sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam SKP.
(4) Dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap IKM dicabut dengan alasan selain karena berubah status menjadi Kawasan Berikat atau dalam hal fasilitas KITE IKM terhadap Konsorsium KITE dicabut, dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pencabutan:
a. IKM wajib:
1. melaporkan Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya;
2. menyelesaikan saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23; dan/atau
3. melunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang atas:
a) Mesin yang belum digunakan untuk proses produksi atau telah digunakan namun belum sampai 4 (empat) tahun sejak diimpor atau dimasukkan ke IKM; dan
b) Barang Contoh yang belum digunakan untuk proses produksi yang Hasil Produksinya diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM;
b. Konsorsium KITE wajib:
  1. melaporkan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh yang telah didistribusikan kepada IKM namun belum disampaikan laporan pertanggungjawabannya; atau
  2. mendistribusikan Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau Barang Contoh kepada IKM.
(5) Saldo Barang dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 2 diselesaikan dengan:
  1. dilunasi Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang;
  2. diekspor atau dilakukan Penyerahan Produksi IKM; atau
  3. dikembalikan.
(6) Apabila dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pencabutan:
  1. IKM tidak melakukan penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (4); atau
  2. Konsorsium KITE tidak melakukan pendistribusian Barang dan/atau Bahan, Mesin, dan/atau
Barang Contoh kepada IKM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b angka 2,Kepala Kantor Pabean melakukan penagihan atas Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang.
(7) Untuk pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a angka 3, dan penagihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Kepala Kantor Pabean melakukan penetapan atas kewajiban pelunasan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
(8) Dalam rangka pencabutan fasilitas KITE IKM terhadap IKM atau Konsorsium KITE, dapat terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sederhana oleh Kepala Kantor Pabean atau audit kepabeanan.
(9) Keputusan pencabutan atas keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau keputusan sebagai penetapan Konsorsium KITE sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
 

Pasal 73


(1) Dalam hal fasilitas KITE IKM dicabut karena perubahan status menjadi Pengusaha Kawasan Berikat atau Pengusaha di Kawasan Berikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. atas Barang dan/atau Bahan yang telah dilakukan penyelesaian tetapi belum disampaikan laporan pertanggungjawaban dan masih dalam periode KITE IKM, IKM wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban (BCL.KT 03);
  2. atas Barang dan/atau Bahan yang belum dilakukan penyelesaian sepanjang masih dalam periode KITE IKM serta Barang Contoh dan Mesin, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. menjadi saldo awal Kawasan Berikat dan diperlakukan sebagai barang impor dengan mendapat penangguhan Bea Masuk; dan
    2. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah; dan
  3. realisasi ekspor dan/atau Penyerahan Produksi IKM yang telah dilakukan oleh IKM dapat diperhitungkan dalam penentuan batas penjualan hasil produksi dari Kawasan Berikat ke tempat lain dalam daerah pabean.
(2) Dalam hal IKM akan berubah status menjadi perusahaan penerima fasilitas Kawasan Berikat, IKM mengajukan permohonan pembekuan fasilitas KITE IKM kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM.
(3) Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menerbitkan surat pembekuan fasilitas KITE IKM dengan tembusan kepada Direktur Fasilitas Kepabeanan.
(4) IKM dapat mengajukan pemberlakuan kembali fasilitas KITE IKM kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM, dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat ditolak.
(5) Dalam hal permohonan izin Kawasan Berikat disetujui, IKM mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM untuk dilakukan pencacahan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh, dan Mesin yang belum diselesaikan.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus disampaikan sebelum diberikan izin dimulainya kegiatan Kawasan Berikat oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat.
(7) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menindaklanjuti permohonan pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal diterimanya surat permohonan.
(8) Pencacahan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat dilakukan dengan berkoordinasi dengan Kepala Kantor Pabean yang mengawasi Kawasan Berikat.
(9)  Hasil pencacahan dituangkan dalam berita acara pencacahan, dengan menyebutkan dokumen pemberitahuan pabean impor dan/atau pemasukan asal Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh dan Mesin.
(10) Kepala Kantor Pabean menerbitkan surat keputusan tentang penetapan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh dan Mesin yang dapat menjadi saldo awal persediaan Kawasan Berikat, berdasarkan berita acara pencacahan.
(11) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM mengembalikan jaminan berdasarkan hasil pencacahan, dalam hal terdapat jaminan yang dipertaruhkan.
(12) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM melakukan penagihan Bea Masuk dan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan sanksi administrasi berupa denda dan sanksi administrasi atas Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dalam hal berdasarkan hasil pencacahan ditemukan Barang dan/atau Bahan, Barang Contoh dan Mesin yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
(13) Kepala Kantor Pabean penerbit keputusan pemberian fasilitas KITE IKM mencabut fasilitas KITE IKM yang beralih menggunakan fasilitas Kawasan Berikat dalam hal laporan pertanggungjawaban atas Barang dan/atau Bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a telah mendapatkan putusan.


BAB XIV
PERALIHAN FASILITAS

Pasal 74


(1) Dalam hal IKM telah berkembang sehingga tidak lagi berskala industri kecil atau menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut-turut, IKM harus beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dengan mengajukan permohonan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian.
(2) Apabila dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terhitung sejak berakhirnya jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) IKM tidak beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian, fasilitas KITE IKM dibekukan.
(3) Dalam hal IKM beralih menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian dan telah mendapatkan keputusan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. fasilitas KITE IKM dibekukan;
  2. saldo Barang dan/atau Bahan yang belum dipertanggungjawabkan, harus diselesaikan berdasarkan ketentuan fasilitas KITE IKM;
  3. dalam hal Barang dan/atau Bahan telah dipertanggungjawabkan seluruhnya, fasilitas KITE IKM dicabut; dan
  4. terhadap Mesin yang telah diimpor dan/atau dimasukkan menggunakan fasilitas pembebasan Mesin, tetap dapat diberikan fasilitas pembebasan berdasarkan ketentuan fasilitas KITE IKM sepanjang masih dipergunakan di dalam perusahaan yang menggunakan fasilitas KITE Pembebasan dan/atau fasilitas KITE Pengembalian.


BAB XV
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 75


(1) IKM dan Konsorsium KITE wajib menyelenggarakan pembukuan paling kurang berupa pendayagunaan Modul KITE IKM.
(2) Pendayagunaan Modul KITE IKM sesuai tata cara dan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
(3) IKM dan Konsorsium KITE wajib menyimpan dan memelihara dengan baik pada tempat usahanya buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya selama 10 (sepuluh) tahun.


Pasal 76


(1) Impor dan/atau pemasukan Barang dan/atau Bahan berupa barang kena cukai, dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cukai.
(2) Ekspor berupa Hasil Produksi yang dikenakan bea keluar, dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan bea keluar.
(3) Terhadap penjualan ke tempat lain dalam daerah pabean berupa:
  1. Hasil Produksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) dan ayat (2);
  2. Barang dan/atau Bahan Rusak atau reject, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2);
  3. barang dalam proses (work in process) rusak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
  4. Hasil Produksi Rusak, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (4); dan
  5. Sisa proses produksi (waste/scrap), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (5);
  6. Mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (4);
dilakukan pemeriksaan pabean secara selektif berdasarkan manajemen risiko.


Pasal 77


(1) IKM yang telah menerima fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dapat memanfaatkan fasilitas kepabeanan untuk Kawasan Berikat, sepanjang lokasi yang ditetapkan sebagai Kawasan Berikat berbeda dengan lokasi IKM.
(2) Lokasi yang berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah paling kurang dipisahkan oleh batas yang permanen.


Pasal 78


(1) Kegiatan pelayanan terkait pemberian fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dilakukan menggunakan SKP KITE IKM.
(2) Dalam hal SKP KITE IKM mengalami gangguan/tidak berfungsi atau belum dapat diterapkan, seluruh pelayanan terhadap fasilitas KITE IKM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilaksanakan secara manual.


Pasal 79


(1) Dalam rangka pengawasan bersama, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengakses Modul KITE IKM setelah berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Pelaksanaan pemberian akses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai pengawasan bersama antara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan Direktorat Jenderal Pajak terhadap perusahaan penerima fasilitas kepabeanan.


BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 80


Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku Peraturan Direktur Jenderal Nomor PER-01/BC/2017 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 177/PMK.04/2016 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Tidak Dipungut Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Impor Barang dan/atau Bahan, dan/atau Mesin yang Dilakukan oleh Industri Kecil dan Menengah dengan Tujuan Ekspor dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
 

Pasal 81


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal 29 September 2019.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 27 September 2019
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,

-ttd-

HERU PAMBUDI