Peraturan Dirjen Pajak Nomor : PER - 06/PJ/2021

Kategori : KUP

Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar Dan/Atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 06/PJ/2021

TENTANG

TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR
DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA
PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,


Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal II angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Penatausahaan Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak Dalam Rangka Reorganisasi Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
  4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
  5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987);
  6. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5899);
  7. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 240, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6571);
  8. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2021 tentang Perlakuan Perpajakan Untuk Mendukung Kemudahan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6621);
  9. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1961) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 1356);
  10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya;
  11. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2020 tentang Penetapan Satu Tempat atau Lebih sebagai Tempat Pemusatan Pajak Pertambahan Nilai Terutang;
  12. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-28/PJ/2020 tentang Penerapan Organisasi, Tata Kerja, dan Saat Mulai Beroperasinya Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak;


MEMUTUSKAN :

Menetapkan :


PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG TATA CARA PENATAUSAHAAN PEMINDAHAN TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA PAJAK DALAM RANGKA REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL PAJAK.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1


Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang selanjutnya disebut Undang-Undang KUP, adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  2. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, yang selanjutnya disebut Undang-Undang PPN, adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
  3. Peraturan Menteri adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, yang selanjutnya disebut Kanwil, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Pajak.
  5. Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kanwil.
  6. Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan Konsultasi Perpajakan, yang selanjutnya disingkat KP2KP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala KPP Pratama.
  7. KPP Pratama Lama adalah KPP Pratama yang wilayah kerjanya dialihkan ke KPP Pratama Baru.
  8. KPP Pratama Baru adalah KPP Pratama yang menerima pengalihan wilayah kerja dari KPP Pratama Lama.
  9. Saat Mulai Terdaftar, yang selanjutnya disingkat SMT, adalah tanggal Wajib Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di KPP Pratama Baru atau KPP Madya yaitu tanggal 3 Mei 2021.
  10. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  11. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
  12. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  13. Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  14. Surat Pemberitahuan, yang selanjutnya disingkat SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
  15. Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, termasuk Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, dan Surat Pemberitahuan.
  16. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKPLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang.
  17. Surat Tagihan Pajak, yang selanjutnya disingkat STP, adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda, termasuk Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan.
  18. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, yang selanjutnya disingkat SKPPKP, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
  19. Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, yang selanjutnya disingkat SKPKPP, adalah surat keputusan sebagai dasar untuk menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak.
  20. Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak, yang selanjutnya disingkat SPMKP, adalah surat perintah dari Kepala KPP kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana sebagai dasar kompensasi utang pajak dan/atau pajak yang akan terutang serta dasar pembayaran kembali kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak.
  21. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SKPIB, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya imbalan bunga yang diberikan kepada Wajib Pajak.
  22. Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SKPPIB, adalah surat keputusan yang digunakan sebagai dasar untuk memperhitungkan imbalan bunga dalam SKPIB dengan utang pajak dan/atau pajak yang akan terutang.
  23. Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga, yang selanjutnya disingkat SPMIB, adalah surat yang diterbitkan oleh Kepala KPP atas nama Menteri Keuangan untuk membayar imbalan bunga kepada Wajib Pajak.


BAB II
REORGANISASI INSTANSI VERTIKAL DIREKTORAT JENDERAL
PAJAK, PEMINDAHAN TEMPAT WAJIB PAJAK TERDAFTAR
DAN/ATAU TEMPAT PELAPORAN USAHA PENGUSAHA KENA
PAJAK, DAN PELAKSANAAN HAK DAN PEMENUHAN KEWAJIBAN
PERPAJAKAN

Pasal 2


(1) Reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagai pelaksanaan Peraturan Menteri meliputi:
  1. perubahan nomenklatur Kanwil, KPP, dan KP2KP;
  2. perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP; dan
  3. perubahan jenis KPP.
(2) Perubahan nomenklatur Kanwil, KPP, dan KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
  1. Kanwil DJP Papua dan Maluku menjadi Kanwil DJP Papua, Papua Barat, dan Maluku;
  2. KPP Pratama Tanjung Karang menjadi KPP Pratama Bandar Lampung Satu;
  3. KPP Pratama Kedaton menjadi KPP Pratama Bandar Lampung Dua;
  4. KPP Pratama Argamakmur menjadi KPP Pratama Bengkulu Satu;
  5. KPP Pratama Bengkulu menjadi KPP Pratama Bengkulu Dua;
  6. KPP Pratama Jakarta Tamansari Satu menjadi KPP Pratama Jakarta Tamansari;
  7. KPP Pratama Jakarta Cakung Satu menjadi KPP Pratama Jakarta Cakung;
  8. KPP Pratama Karawang Utara menjadi KPP Pratama Karawang;
  9. KPP Pratama Semarang Tengah Dua menjadi KPP Pratama Semarang Tengah;
  10. KPP Pratama Gresik Selatan menjadi KPP Pratama Gresik;
  11. KPP Pratama Banjarmasin Utara menjadi KPP Pratama Banjarmasin;
  12. KPP Pratama Mempawah menjadi KPP Pratama Kubu Raya;
  13. KP2KP Tual, KPP Pratama Ambon menjadi KP2KP Langgur, KPP Pratama Ambon;
  14. KP2KP Tebing Tinggi, KPP Pratama Lahat menjadi KP2KP Empat Lawang, KPP Pratama Lahat; dan
  15. KP2KP Martapura, KPP Pratama Baturaja menjadi KP2KP Ogan Komering Ulu Timur, KPP Pratama Baturaja.
(3) Perubahan wilayah kerja KPP dan KP2KP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu dengan mengalihkan:
a. Kecamatan Medan Kota, Kecamatan Medan Area, Kecamatan Medan Amplas, dan Kecamatan Medan Denai, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Medan Kota, ke wilayah kerja KPP Pratama Medan Barat;
b. Kecamatan Teluk betung Barat, Kecamatan Teluk betung Selatan, Kecamatan Teluk betung Timur, dan Kecamatan Teluk betung Utara, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Teluk Betung, ke wilayah kerja KPP Pratama Bandar Lampung Satu;
c. Kecamatan Bumi Waras dan Kecamatan Panjang, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Teluk Betung, ke wilayah kerja KPP Pratama Bandar Lampung Dua;
d. Kecamatan Ratu Samban, Kecamatan Teluk Segara, Kecamatan Muara Bangka hulu, dan Kecamatan Sungai Serut, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Bengkulu, ke wilayah kerja KPP Pratama Bengkulu Satu;
e. Kelurahan Kebon Kelapa, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Gambir Empat, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Gambir Satu;
f. Kelurahan Krukut, Kelurahan Keagungan, Kelurahan Glodok, dan Kelurahan Pinangsia, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Tamansari;
g. Kelurahan Kuningan Timur, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Setiabudi Empat, ke wilayah kerça KPP Pratama Jakarta Setiabudi Tiga;
h. Kelurahan Rawa Barat dan Kelurahan Selong, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Empat, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu;
i. Kelurahan Petogogan dan Kelurahan Gunung, yang semula merupakan wilayah kerça KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu;
j. Kelurahan Melawai, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua;
k. Kelurahan Pulogebang, Kelurahan Ujung Menteng, Kelurahan Cakung Timur, dan Kelurahan Cakung Barat, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Cakung Dua, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Cakung;
l. Kelurahan Sunter Agung, Kelurahan Papanggo, Kelurahan Sunter Jaya, dan Kelurahan Sungai Bambu, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Sunter, ke wilayah kerja KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok;
m. Kecamatan Cikupa, Kecamatan Cisauk, Kecamatan Curug, Kecamatan Jambe, Kecamatan Kelapa Dua, Kecamatan Legok, Kecamatan Pagedangan, dan Kecamatan Panongan, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Cikupa, ke wilayah kerja KPP Pratama Tigaraksa;
n. Kecamatan Mekar Baru, Kecamatan Gunung Kaler, Kecamatan Kronjo, Kecamatan Kresek, dan Kecamatan Sukamulya, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Tigaraksa, ke wilayah kerja KPP Pratama Kosambi;
o. Kecamatan Regal, Kecamatan Lengkong, Kecamatan Batununggal, dan Kecamatan Bandung Kidul, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Bandung Karees, ke wilayah kerja KPP Pratama Bandung Tegallega;
p. Kecamatan Kiaracondong, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Bandung Karees, ke wilayah kerja KPP Pratama Bandung Cicadas;
q. Kecamatan Tempuran, Kecamatan Cilamaya Kulon, Kecamatan Cilamaya Wetan, Kecamatan Talagasari, Kecamatan Lemahabang, Kecamatan Banyusari, Kecamatan Klari, Kecamatan Tirtamulya, Kecamatan Jatisari, Kecamatan Kotabaru, Kecamatan Ciampel, Kecamatan Cikampek, Kecamatan Pangkalan, Kecamatan Tegalwaru, dan Kecamatan Purwasari, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Karawang Selatan, ke wilayah kerja KPP Pratama Karawang;
r. Kecamatan Rawa Lumbu dan Kecamatan Mustikajaya, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Bekasi Selatan, ke wilayah kerja KPP Pratama Bekasi Utara;
s. Kecamatan Bekasi Selatan, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Bekasi Selatan, ke wilayah kerja KPP Pratama Bekasi Barat;
t. Kecamatan Bantar Gebang, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Bekasi Selatan, ke wilayah kerja KPP Pratama Pondok Gede;
u. Kecamatan Babakan Madang dan Kecamatan Sukaraja, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Cibinong, ke wilayah kerja KPP Pratama Ciawi;
v. Kecamatan Ciseeng, Kecamatan Parung Panjang, Kecamatan Rancabungur, dan Kecamatan Rumpin, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Ciawi, ke wilayah kerja KPP Pratama Cibinong;
w. Kelurahan Miroto, Kelurahan Jagalan, Kelurahan Brumbungan, Kelurahan Karangkidul, Kelurahan Pendrikan Kidul, Kelurahan Pekunden, dan Kelurahan Sekayu, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Semarang Tengah Satu, ke wilayah kerja KPP Pratama Semarang Tengah;
x. Kabupaten Purworejo, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Purworejo, ke wilayah kerja KPP Pratama Kebumen;
y. Kecamatan Simokerto dan Kecamatan Semampir, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Surabaya Simokerto, ke wilayah kerja KPP Pratama Surabaya Mulyorejo;
z. Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Kebomas, Kecamatan Duduk Sampeyan, Kecamatan Bungah, Kecamatan Sidayu, Kecamatan Panceng, Kecamatan Ujung Pangkah, Kecamatan Sangkapura, Kecamatan Tambak, dan Kecamatan Dukun, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Gresik Utara, ke wilayah kerja KPP Pratama Gresik;
aa. Kecamatan Banjarmasin Tengah, Kecamatan Banjarmasin Selatan, dan Kecamatan Banjarmasin Timur, yang semula merupakan wilayah kerja KPP Pratama Banjarmasin Selatan, ke wilayah kerja KPP Pratama Banjarmasin; dan
bb. Kabupaten Buru Selatan menjadi bagian wilayah kerja KP2KP Namlea.
(4) Perubahan jenis KPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
  1. KPP Pratama Medan Kota menjadi KPP Madya Dua Medan;
  2. KPP Pratama Teluk Betung menjadi KPP Madya Bandar Lampung;
  3. KPP Pratama Jakarta Gambir Empat menjadi KPP Madya Dua Jakarta Pusat;
  4. KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua menjadi KPP Madya Dua Jakarta Barat;
  5. KPP Pratama Jakarta Setiabudi Empat menjadi KPP Madya Dua Jakarta Selatan I;
  6. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Empat menjadi KPP Madya Jakarta Selatan II;
  7. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga menjadi KPP Madya Dua Jakarta Selatan II;
  8. KPP Pratama Jakarta Cakung Dua menjadi KPP Madya Dua Jakarta Timur;
  9. KPP Pratama Jakarta Sunter menjadi KPP Madya Dua Jakarta Utara;
  10. KPP Pratama Cikupa menjadi KPP Madya Dua Tangerang;
  11. KPP Pratama Bandung Karees menjadi KPP Madya Dua Bandung;
  12. KPP Pratama Karawang Selatan menjadi KPP Madya Karawang;
  13. KPP Pratama Bekasi Selatan menjadi KPP Madya Kota Bekasi;
  14. KPP Pratama Semarang Tengah Satu menjadi KPP Madya Dua Semarang;
  15. KPP Pratama Purworejo menjadi KPP Madya Surakarta;
  16. KPP Pratama Surabaya Simokerto menjadi KPP Madya Dua Surabaya;
  17. KPP Pratama Gresik Utara menjadi KPP Madya Gresik; dan
  18. KPP Pratama Banjarmasin Selatan menjadi KPP Madya Banjarmasin.
(5) Reorganisasi instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai penerapan organisasi, tata kerja, dan saat mulai beroperasinya instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak.


Pasal 3


(1) Terhadap reorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b, Direktur Jenderal Pajak memindahkan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak dari KPP Pratama Lama ke KPP Pratama Baru sesuai dengan pengalihan wilayah kerja.
(2) Terhadap reorganisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, Direktur Jenderal Pajak memindahkan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak bagi Wajib Pajak tertentu yang ditetapkan ke KPP Madya.


Pasal 4


(1) Terhadap Wajib Pajak yang dipindahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1):
  1. KPP Pratama Lama memberitahukan kepada Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak adanya pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak;
  2. KPP Pratama Baru dan KPP Madya menerbitkan Kartu NPWP baru dan menyampaikannya kepada Wajib Pajak beserta pemberitahuan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT; dan
  3. Kanwil atasan KPP Pratama Lama menerbitkan Surat Keputusan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak SMT dan berlaku sejak SMT sampai dengan batas waktu sebagaimana telah ditetapkan pada surat keputusan pemusatan sebelumnya, dalam hal Pengusaha Kena Pajak yang tempat pelaporan usahanya dipindahkan merupakan tempat pemusatan Pajak Pertambahan Nilai terutang.
(2) Ketentuan mengenai pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak ke KPP Madya diatur dengan:
  1. Peraturan Direktur Jenderal ini, dalam hal Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak berasal dari KPP Pratama yang mengalami perubahan jenis KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c; atau
  2. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2020 tentang Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan Pelaku Usaha Melalui Sistem Elektronik dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan Kantor Pelayanan Pajak Madya, dalam hal Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak berasal selain dari KPP Pratama yang mengalami perubahan jenis KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c.


Pasal 5


Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya sejak SMT.


BAB III
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 6


Terhadap pemeriksaan yang dilaksanakan oleh KPP Pratama Lama yang mengalami perubahan jenis KPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. Pemeriksaan Rutin selain atas SPT Lebih Bayar restitusi dan Pemeriksaan Khusus, yang daluwarsa penetapannya sampai dengan tanggal 31 Agustus 2021, diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat tanggal 16 April 2021;
  2. Pemeriksaan Rutin selain atas SPT Lebih Bayar restitusi dan Pemeriksaan Khusus, yang daluwarsa penetapannya setelah tanggal 31 Agustus 2021:
    1. diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat tanggal 16 April 2021, dalam hal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan telah disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal 19 Maret 2021;
    2. dialihkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya pada tanggal 3 Mei 2021, dalam hal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal 19 Maret 2021;
  3. Pemeriksaan Tujuan Lain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP yang batas waktu penerbitan keputusannya sampai dengan tanggal 31 Agustus 2021, diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat tanggal 16 April 2021;
  4. Pemeriksaan Tujuan Lain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP yang batas waktu penerbitan keputusannya setelah tanggal 31 Agustus 2021 dialihkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya pada tanggal 3 Mei 2021;
  5. Pemeriksaan Tujuan Lain selain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP yang permohonannya disampaikan sampai dengan tanggal 19 Maret 2021, diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat tanggal 16 April 2021; atau
  6. Pemeriksaan Tujuan Lain selain atas permohonan penghapusan NPWP atau pencabutan pengukuhan PKP yang permohonannya disampaikan setelah tanggal 19 Maret 2021, diselesaikan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya.


Pasal 7


Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya memiliki utang pajak pada KPP Pratama Lama, tindakan penagihan pajak dilakukan atau dilanjutkan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya.


Pasal 8


Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang dipindahkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan oleh KPP Pratama Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pembetulan yang jatuh temponya paling lama 1 (satu) bulan setelah SMT, Surat  Keputusan Pembetulan diterbitkan oleh KPP Pratama Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. terhadap permohonan pembetulan yang jatuh temponya lebih dari 1 (satu) bulan setelah SMT, Surat  Keputusan Pembetulan diterbitkan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.


Pasal 9


(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti oleh KPP Pratama Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan surat keputusan yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari sejak SMT dilakukan oleh KPP Pratama Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. pelaksanaan surat keputusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari sejak SMT dilakukan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding yang diterima oleh KPP Pratama Lama dan belum ditindaklanjuti, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan putusan yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari sejak SMT diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. pelaksanaan putusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari sejak SMT dilakukan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan yang diterima oleh KPP Pratama Lama dan belum ditindaklanjuti, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. pelaksanaan putusan yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari sejak SMT diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. pelaksanaan putusan yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari sejak SMT dilakukan oleh KPP Pratama Baru atau KPP Madya.
(4) Termasuk dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan (3) adalah penerbitan SKPKPP dan SPMKP dalam hal tindak lanjut pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak.


Pasal 10


(1) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan SKPPKP oleh KPP Pratama Lama dengan jangka waktu penyelesaian:
  1. 1 (satu) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah SMT, KPP Pratama Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
    2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan;
  2. 3 (tiga) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 45 (empat puluh lima) hari setelah SMT, KPP Pratama Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
    2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 45 (empat puluh lima) hari setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan.
(2) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17D Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan SKPPKP oleh KPP Pratama Lama dengan jangka waktu penyelesaian:
  1. 15 (lima belas) hari, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah SMT, KPP Pratama Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
    2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan;
  2. 1 (satu) bulan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah SMT, KPP Pratama Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
    2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan.
(3) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN yang belum diterbitkan SKPPKP oleh KPP Pratama Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang jatuh temponya paling lama 15 (lima belas) hari setelah SMT, KPP Pratama Lama menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan, paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. permohonan pengembalian yang jatuh temponya lebih dari 15 (lima belas) hari setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan SKPPKP atau surat pemberitahuan SKPPKP tidak diterbitkan.
(4) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan SKPLB oleh KPP Pratama Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diterima oleh KPP Pratama Lama lebih dari 1 (satu) bulan sebelum SMT, KPP Pratama Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan SKPLB atau surat pemberitahuan penolakan paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang yang diterima oleh KPP Pratama Lama paling lama 1 (satu) bulan sebelum SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan SKPLB atau surat pemberitahuan penolakan.
(5) Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-undang KUP yang dilaksanakan oleh KPP Pratama Lama yang mengalami perubahan jenis KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. permohonan pengembalian yang batas waktu penerbitan surat ketetapan pajak sampai dengan tanggal 31 Agustus 2021, KPP Pratama Lama menyelesaikan pemeriksaan paling lambat tanggal 16 April 2021 dan menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
  2. permohonan pengembalian yang batas waktu penerbitan surat ketetapan pajaknya setelah tanggal 31 Agustus 2021:
    1. diselesaikan oleh KPP Pratama Lama paling lambat tanggal 16 April 2021, dalam hal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan telah disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal 19 Maret 2021, dan KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
    2. dialihkan ke KPP Pratama Baru atau KPP Madya pada tanggal 3 Mei 2021, dalam hal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan belum disampaikan kepada Wajib Pajak sampai dengan tanggal 19 Maret 2021.
(6) Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) atau Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) yang menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP Pratama Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. SKPKPP yang saat jatuh temponya paling lama 7 (tujuh) hari setelah SMT, KPP Pratama Lama menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. SKPKPP yang saat jatuh temponya lebih dari 7 (tujuh) hari setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menerbitkan SKPKPP dan/atau SPMKP.
(7) Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib pajak yang belum diterbitkan SKPIB, SKPPIB, dan/atau SPMIB oleh KPP Pratama Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
  1. terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Pratama Lama lebih dari 7 (tujuh) hari sebelum SMT, KPP Pratama Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan SKPIB, SKPPIB, dan SPMIB paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. terhadap permohonan pemberian imbalan bunga yang mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak telah diterima KPP Pratama Lama paling lama 7 (tujuh) hari sebelum SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat penolakan pemberian imbalan bunga atau penerbitan SKPIB, SKPPIB, dan SPMIB.


Pasal 11


Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan Wajib Pajak selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 10 yang belum diterbitkan surat keputusan, surat persetujuan, atau surat penolakan oleh KPP Pratama Lama, serta memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian:
  1. kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah SMT, KPP Pratama Lama menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan, surat persetujuan, atau surat penolakan paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. 5 (lima) hari kerja atau lebih setelah SMT, KPP Pratama Baru atau KPP Madya menyelesaikan permohonan dimaksud sampai dengan penerbitan surat keputusan, surat persetujuan, atau surat penolakan.


Pasal 12


Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan harus ditindaklanjuti dengan penerbitan produk hukum namun belum diselesaikan di KPP Pratama Lama, serta memiliki sisa jatuh tempo penyelesaian:
  1. kurang dari 5 (lima) hari kerja setelah SMT, KPP Pratama Lama menyelesaikan penerbitan produk hukum dimaksud paling lama 1 (satu) hari kerja sebelum SMT; atau
  2. 5 (lima) hari kerja atau lebih setelah SMT, KPP Pratama Lama membuat daftar nominatif surat keputusan dan KPP Pratama Baru atau KPP Madya menindaklanjuti penerbitan produk hukum dimaksud.


BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13


Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.




Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Maret 2021
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

SURYO UTOMO