Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE - 27/PJ/2020

Kategori : KUP

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, Dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak


30 April 2020

 

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE - 27/PJ/2020

 

TENTANG

 

PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-04/PJ/2020
TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAKSANAAN ADMINISTRASI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK,
SERTIFIKAT ELEKTRONIK, DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

A. Umum
 
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak, telah diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, yang pada prinsipnya mengatur kembali ketentuan teknis pendaftaran Wajib Pajak dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dengan tambahan ketentuan mengenai pembatalan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), pemberian Sertifikat Elektronik, aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak (PKP), penonaktifan sementara (suspend) Akun PKP, dan penetapan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal tertentu.
  
Dengan demikian, diperlukan penyesuaian terhadap prosedur berkenaan yang terdapat dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013, maupun penambahan prosedur berkenaan yang belum diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal tersebut.
 
Oleh karena itu perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal mengenai Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
   
B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan PKP.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk:
  1. memperjelas dan menyeragamkan prosedur dalam Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan PKP dalam rangka mewujudkan tertib administrasi perpajakan dan membangun data dan/atau informasi Wajib Pajak yang relevan dan akurat;
  2. memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan pelayanan prima kepada Wajib Pajak; dan
  3. memberikan pedoman tata kelola dan pengawasan basis data Master File Wajib Pajak.
   
C. Ruang Lingkup
 
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini meliputi:
  1. pengertian;
  2. kebijakan umum;
  3. pendaftaran Wajib Pajak;
  4. perubahan data Wajib Pajak;
  5. pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar;
  6. penetapan Wajib Pajak Non-Efektif;
  7. pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif;
  8. penghapusan NPWP;
  9. pembatalan penghapusan NPWP;
  10. aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus;
  11. pemberian Sertifikat Elektronik;
  12. pengukuhan PKP;.
  13. aktivasi Akun PKP;
  14. penonaktifan sementara (suspend) Akun PKP;
  15. penyelesaian klarifikasi terhadap penonaktifan sementara (suspend) Akun PKP;
  16. pencabutan pengukuhan PKP;
  17. pembatalan pencabutan pengukuhan PKP;
  18. penetapan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak;
  19. permintaan kembali Kartu NPWP, Surat Keterangan Terdaftar (SKT), dan/atau Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP); dan
  20. pelayanan dalam keadaan kahar.
   
D. Dasar

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
  3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan.
  5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.01/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
  7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Sertifikat Elektronik, dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PER-04).
   
E. Materi

1. Pengertian
  1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
  2. Nomor Pokok Wajib Pajak, yang selanjutnya disingkat NPWP, adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
  3. NPWP Pusat adalah NPWP yang diberikan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang menunjukkan pusat kegiatan usaha dengan 3 (tiga) digit terakhir berupa "000".
  4. NPWP Cabang adalah NPWP yang diberikan bagi tempat kegiatan usaha Wajib Pajak yang terpisah dari tempat tinggal/tempat kedudukan Wajib Pajak atau yang diberikan untuk pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah serta Pajak Bumi dan Bangunan yang tidak dapat menggunakan NPWP Pusat.
  5. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap, serta kantor perwakilan perusahaan asing dan kontrak investasi bersama.
  6. Petugas Pendaftaran adalah pegawai pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan, Pelayanan, dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang bertugas untuk melaksanakan prosedur Administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP sesuai dengan kewenangannya.
  7. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak), yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan.
  8. Petugas Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan DJP, selain Pejabat Fungsional Pemeriksa Pajak, yang ditunjuk oleh Kepala KPP atau Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab oleh Dirjen Pajak untuk melaksanakan pemeriksaan.
  9. Petugas Penelitian Lapangan adalah pegawai yang ditugaskan oleh Kepala KPP atau KP2KP untuk melakukan pengujian kesesuaian informasi yang tercantum dalam data dan/atau dokumen pendukung dengan keadaan yang sebenarnya.
  10. Petugas Khusus Sertifikat Elektronik dan Akun Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya disebut Petugas Khusus adalah pegawai pada KPP atau KP2KP yang ditunjuk oleh Kepala KPP untuk menindaklanjuti prosedur Administrasi Sertifikat Elektronik dan Akun Pengusaha Kena Pajak yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
  11. Sertifikat Elektronik (digital certificate) adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukan status subjek hukum para pihak dalam transaksi elektronik yang dikeluarkan oleh DJP atau penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
  12. Passphrase adalah serangkaian angka dan/atau huruf dan/atau karakter tertentu yang digunakan untuk melakukan pengamanan Sertifikat Elektronik.
  13. Akun Pengusaha Kena Pajak, yang selanjutnya disebut Akun PKP, adalah wadah layanan perpajakan secara elektronik untuk PKP dalam melaksanakan ketentuan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
2. Kebijakan Umum
a. Prosedur yang dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan meliputi:
1) pendaftaran Wajib Pajak;
2) perubahan data Wajib Pajak;
3) pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar;
4) penetapan Wajib Pajak Non-Efektif;
5) pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif;
6) penghapusan NPWP;
7) pengukuhan PKP; dan
8) pencabutan pengukuhan PKP.
b. Prosedur yang hanya dapat dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak meliputi:
1) pemberian Sertifikat Elektronik;
2) aktivasi Akun PKP;
3) penyelesaian klarifikasi terhadap penonaktifan sementara (suspend) Akun PKP; dan
4) permintaan kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP.
c. Prosedur yang hanya dapat dilakukan secara jabatan meliputi:
1) pembatalan penghapusan NPWP;
2) penonaktifan sementara (suspend) Akun PKP;
3) aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus;
4) pembatalan pencabutan pengukuhan PKP; dan
5) penetapan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak.
d. KPP tempat Wajib Pajak terdaftar berwenang melaksanakan seluruh prosedur sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c angka 1) sampai dengan angka 4).
e. Kanwil DJP dan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (KPDJP) berwenang melaksanakan prosedur sebagaimana dimaksud pada huruf c angka 5).
f. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berwenang menyelesaikan permohonan:
1) pendaftaran Wajib Pajak;
2) pemberian Sertifikat Elektronik;
3) pengukuhan PKP;
4) aktivasi Akun PKP; dan
5) permintaan kembali kartu NPWP, SKT, dan SPPKP,
yang diajukan secara tertulis dan disampaikan secara langsung, melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat.
g. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf f yang telah diselesaikan, KP2KP menyampaikan permohonan Wajib Pajak dan dokumen penyelesaian ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar paling lama 5 (lima) hari kerja setelah penyelesaian permohonan.
h. KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berwenang menerima dan meneruskan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, atas permohonan:
1) perubahan data Wajib Pajak;
2) pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar (KP2KP Baru);
3) penetapan Wajib Pajak Non-Efektif;
4) pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif;
5) penghapusan NPWP; dan/atau
6) pencabutan pengukuhan PKP.
i. Atas permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf h yang diajukan secara tertulis dan disampaikan secara langsung, Kepala KP2KP meneliti kelengkapan dokumen, mengunggah (upload) permohonan, menerbitkan Bukti Penerimaan Surat (BPS), dan meneruskan permohonan tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar pada hari kerja yang sama dengan saat penerbitan BPS. Dalam hal permohonan tersebut disampaikan melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, Kepala KP2KP meneruskan permohonan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar tanpa menerbitkan BPS.
j. KPP atau KP2KP selain KPP/KP2KP tempat Wajib Pajak terdaftar dapat memberikan asistensi (bantuan) kepada Wajib Pajak untuk menyampaikan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b secara elektronik melalui Aplikasi Registrasi.
k. Terhadap permohonan yang disampaikan secara elektronik, DJP mengirimkan tanda terima berupa Bukti Penerimaan Elektronik (BPE) kepada Wajib Pajak melalui e-mail yang dicantumkan pada permohonan pendaftaran Wajib Pajak. BPE diterbitkan setelah petugas melakukan penelitian kebenaran dan kelengkapan sesuai dengan PER-04 atas permohonan yang diterima.
l. Dalam hal permohonan diajukan secara tertulis dan ditandatangani oleh selain Wajib Pajak, permohonan tersebut harus dilengkapi dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai persyaratan dan pelaksanaan hak dan kewajiban seorang kuasa.
m. Dalam rangka pelaksanaan administrasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Wajib Pajak dikelompokkan menjadi:
1) Wajib Pajak orang pribadi;
2) Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi;
3) Wajib Pajak Badan; dan
4) Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
n. Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada huruf m angka 1) dikelompokkan sebagai berikut:
1) Wajib Pajak orang pribadi dengan status pusat, meliputi:
a) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
b) Wajib Pajak yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c) Wajib Pajak wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim (HB);
d) Wajib Pajak wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta (PH); dan
e) Wajib Pajak wanita kawin yang memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya (MT).
2) Wajib Pajak orang pribadi dengan status cabang, meliputi
a) Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT); dan
b) Wajib Pajak orang pribadi selain OPPT yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
pada 1 (satu) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berbeda dengan tempat tinggal Wajib Pajak.
o. Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi sebagaimana dimaksud pada huruf m angka 2) melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan menggunakan NPWP dari Wajib Pajak orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut. Dalam hal orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut belum memiliki NPWP, dan dari warisan tersebut diterima atau diperoleh penghasilan, wakil dari orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut wajib mendaftarkan diri pada KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan tempat kegiatan usaha orang pribadi yang meninggalkan warisan dengan menggunakan Formulir Pendaftaran Wajib Pajak Orang Pribadi dan memilih kategori Warisan Belum Terbagi. Selanjutnya kepada wakil orang pribadi tersebut diberikan NPWP atas nama orang pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.
p. Wajib Pajak Badan sebagaimana dimaksud pada huruf m angka 3) dikelompokkan sebagai berikut:
1) Wajib Pajak Badan dengan status pusat, meliputi:
a) Wajib Pajak Badan yang berorientasi pada profit (profit oriented);
b) Wajib Pajak Badan yang tidak berorientasi pada profit (non profit oriented);
c) Wajib Pajak Badan berbentuk Kerja Sama Operasi (Joint Operation);
2) Wajib Pajak Badan dengan status cabang meliputi cabang Wajib Pajak Badan yang melakukan kegiatan usaha pada tempat yang berbeda dengan tempat kedudukan Wajib Pajak Badan dengan status pusat.
q. Instansi Pemerintah yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sebagaimana dimaksud pada huruf m angka 4) dikelompokkan sebagai berikut:
1) Instansi Pemerintah Pusat;
2) Instansi Pemerintah Daerah;
3) Instansi Pemerintah Desa.
r. Terhadap Wajib Pajak yang memiliki 2 (dua) atau lebih tempat kegiatan usaha yang berada pada wilayah kerja KPP yang sama tetapi tempat kegiatan usaha tersebut berada pada wilayah kerja KPP yang berbeda dengan tempat tinggal atau tempat kedudukannya, Wajib Pajak dapat memilih salah satu tempat kegiatan usaha untuk terdaftar dan diberikan 1 (satu) NPWP Cabang.
s. Tempat kegiatan usaha yang diberikan NPWP Cabang dapat berupa lokasi usaha, kantor cabang perusahaan, kantor perwakilan, gudang, unit pemasaran, atau tempat kegiatan usaha sejenis, termasuk yang berbentuk Kantor Virtual, yang digunakan untuk kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, atau manajemen.
t. Dalam rangka pengelolaan basis data dan pengawasan, setiap Wajib Pajak diberikan status Master File sebagai berikut:
1) Wajib Pajak Aktif, yaitu Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif dan menjalankan hak dan kewajiban perpajakan secara efektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
2) Wajib Pajak Non-Efektif, yaitu Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif namun belum dilakukan penghapusan NPWP;
3) Wajib Pajak Hapus, yaitu Wajib Pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai Wajib Pajak dan telah dilakukan penghapusan NPWP; atau
4) Wajib Pajak Aktivasi Sementara, yaitu Wajib Pajak Hapus yang statusnya diaktifkan sementara paling lama 1 (satu) bulan dalam rangka memenuhi hak dan kewajiban perpajakan.
3. Pendaftaran Wajib Pajak
a. Pendaftaran Wajib Pajak dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
b. KPP atau KP2KP yang menerima permohonan pendaftaran Wajib Pajak dilarang menambahkan dokumen persyaratan pendaftaran Wajib Pajak yang tidak terdapat dalam PER-04.
c. Dalam permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara elektronik, NPWP diterbitkan secara otomatis sesaat setelah permohonan disampaikan (submit). Untuk menghindari timbulnya NPWP ganda, perlu dilakukan penelitian setelah penerbitan NPWP tersebut. NPWP diindikasikan ganda apabila:
1) Wajib Pajak memiliki nama yang sama; dan/atau
2) Wajib Pajak memiliki tempat dan tanggal lahir sama.
d. Penyelesaian permohonan pendaftaran Wajib Pajak dilakukan sebagai berikut:
1) Untuk permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara elektronik
a) Berdasarkan permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara elektronik, kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP secara otomatis atau paling lama 1 (satu) hari kerja setelah BPE diterbitkan.
b) Atas permohonan pendaftaran Wajib Pajak yang telah diterbitkan NPWP secara otomatis, Kepala KPP melakukan penelitian dan memberikan keputusan berupa:
(1) menerbitkan Kartu NPWP, SKT, dan Surat Pengantar Pengiriman EFIN yang belum diaktivasi, dalam hal:
(a) dokumen persyaratan yang diunggah (upload) memenuhi ketentuan; dan/atau
(b) Wajib Pajak memilih akan melaksanakan hak dan kewajiban, untuk Wajib Pajak orang pribadi;
(2) menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non-Efektif serta menerbitkan Kartu NPWP, SKT, dan Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal:
(a) dokumen persyaratan yang diunggah (upload) tidak memenuhi ketentuan; atau
(b) dokumen persyaratan yang diunggah (upload) memenuhi ketentuan dan Wajib Pajak memilih belum akan melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan pada Formulir Pendaftaran Wajib Pajak (memilih ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, untuk Wajib Pajak orang pribadi;
atau
(3) melakukan penghapusan NPWP atas NPWP yang telah diterbitkan secara otomatis dan menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan NPWP, dalam hal Wajib Pajak telah terdaftar (telah memiliki NPWP).
2) Untuk permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara tertulis
(a) Permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara tertulis, diberikan BPS apabila:
(1) formulir diisi dengan benar dan lengkap, serta ditandatangani;
(2) dilampiri dokumen persyaratan sesuai dengan PER-04; dan
(3) Wajib Pajak belum terdaftar.
(b) Atas permohonan pendaftaran Wajib Pajak yang telah diterbitkan BPS, Kepala KPP melakukan penelitian dan memberikan keputusan berupa:
(1) menerbitkan Kartu NPWP, SKT, dan EFIN, dalam hal:
(a) dokumen persyaratan memenuhi ketentuan; dan/atau
(b) Wajib Pajak memilih akan melaksanakan hak dan kewajiban, untuk Wajib Pajak orang pribadi;
(2) menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non-Efektif serta menerbitkan Kartu NPWP, SKT, EFIN, dan Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal dokumen persyaratan memenuhi ketentuan dan Wajib Pajak memilih ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, untuk Wajib Pajak orang pribadi.
e. Terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan pendaftaran secara elektronik, memiliki penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan pada Formulir Pendaftaran memilih ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, dilakukan penelitian administrasi dalam rangka penetapan Wajib Pajak Non-Efektif.
f. Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan berdasarkan penelitian administrasi yang dituangkan dalam LHPt Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif.
g. Penghapusan atas NPWP yang diterbitkan secara otomatis sebagaimana dimaksud pada huruf d dilakukan berdasarkan penelitian administrasi yang dituangkan dalam LHPt Penghapusan NPWP Terindikasi Ganda.
h. Terhadap EFIN/Surat Pengantar Pengiriman EFIN yang belum diaktivasi, yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada huruf d, Kepala KPP atau KP2KP:
1) memberikan EFIN yang telah diaktivasi, dalam hal Wajib Pajak melakukan pendaftaran Wajib Pajak secara langsung ke KPP atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha; atau
2) memberikan Surat Pengantar Pengiriman EFIN yang belum diaktivasi, dalam hal:
a) Wajib Pajak menyampaikan permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara elektronik;
b) Wajib Pajak menyampaikan permohonan pendaftaran Wajib Pajak secara tertulis melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir ke KPP atau KP2KP; atau
c) Wajib Pajak memperoleh NPWP secara jabatan, berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi, termasuk yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi.
i. Pendaftaran Wajib Pajak dari kegiatan ekstensifikasi dilakukan melalui Aplikasi Registrasi. Tanggal terdaftar yang tercantum dalam SKT yang diterbitkan secara jabatan adalah sesuai dengan tanggal NPWP diterbitkan.
j. Atas NPWP yang telah diterbitkan, kepada Wajib Pajak dapat diberikan Starter Kit NPWP yang berisi informasi singkat mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak.
k. Kartu NPWP, SKT, dan EFIN/Surat Pengantar Pengiriman EFIN yang belum diaktivasi sebagaimana dimaksud pada huruf d, serta Starter Kit NPWP sebagaimana dimaksud pada huruf j disampaikan kepada Wajib Pajak:
1) secara elektronik melalui alamat e-mail yang dicantumkan pada Formulir Pendaftaran Wajib Pajak;
2) secara langsung, dengan membuat tanda terima bagi Wajib Pajak;
3) melalui pos, dengan bukti pengiriman surat; dan/atau
4) melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
l. Terhadap Wajib Pajak yang telah diberikan Kartu NPWP, SKT, dan EFIN:
1) diberikan penjelasan singkat mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak; dan
2) Wajib Pajak diminta untuk memberikan pernyataan telah menerima informasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada angka 1).
m. Dalam hal penerbitan NPWP dilakukan secara jabatan, Account Representative (AR) atau Pemeriksa Pajak harus mengisi dan menandatangani Formulir Pendaftaran Wajib Pajak secara lengkap berdasarkan Laporan Hasil Penelitian (LHPt) atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).
n. Tata cara penerbitan EFIN dilakukan sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal mengenai petunjuk pelaksanaan pengamanan transaksi elektronik layanan pajak online.
o. Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak serta contoh format Laporan Hasil Penelitian Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif dan Laporan Hasil Penelitian Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Terindikasi Ganda, tercantum dalam Lampiran Angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Perubahan Data Wajib Pajak
a. Perubahan data Wajib Pajak dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
b. Permohonan perubahan data Wajib Pajak dilakukan sebagai berikut:
1) Permohonan perubahan data secara elektronik
a) Permohonan disampaikan melalui Aplikasi Registrasi, contact center, atau saluran tertentu lainnya yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
b) Permohonan yang disampaikan melalui contact center dapat dilakukan melalui telepon, chat pada laman resmi DJP, atau saluran lain yang ditetapkan Dirjen Pajak.
c) Permohonan yang disampaikan melalui contact center akan dilakukan verifikasi data, yang meliputi validasi identitas (Proof of Record Ownership/PORO) dan validasi data. Validasi identitas (PORO) meliputi:
(1) Wajib Pajak Orang Pribadi
(a) NPWP;
(b) nama;
(c) Nomor Identitas Kependudukan (NIK);
(d) alamat tempat tinggal;
(e) alamat email yang terdaftar di DJP, dan
(f) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP.
(2) Wajib Pajak Badan
(a) NPWP;
(b) nama;
(c) alamat email yang terdaftar di DJP;
(d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP;
(e) EFIN salah satu pengurus yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan yang sudah jatuh tempo;
(f) nomor handphone yang mengajukan; dan
(g) Pajak, Status, dan Nominal SPT Tahunan Badan Terakhir yang dilaporkan.
(3) Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi
(a) NPWP;
(b) nama;
(c) alamat email yang terdaftar di DJP; dan
(d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP.
(4) Instansi Pemerintah
(a) NPWP;
(b) nama;
(c) alamat email yang terdaftar di DJP,
(d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP.
d) Permohonan perubahan data melalui contact center hanya dapat dilakukan oleh:
(1) Wajib Pajak yang bersangkutan, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
(2) wakil Wajib Pajak, untuk Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, dan Instansi Pemerintah.
e) Permohonan yang disampaikan dan diselesaikan melalui contact center hanya dapat dilakukan atas elemen data yang dapat dilakukan validasi secara langsung.
f) BPE diterbitkan dalam hal:
(1) formulir diisi dengan benar dan lengkap, serta dilampiri dokumen pendukung, untuk permohonan yang disampaikan melalui Aplikasi Registrasi; atau
(2) Wajib Pajak telah dilakukan validasi data, untuk permohonan yang disampaikan melalui contact center atau saluran tertentu lainnya.
2) Permohonan perubahan data secara tertulis
a) Permohonan disampaikan secara langsung ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal, tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak, atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat, ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
b) Permohonan yang disampaikan secara langsung ke KP2KP diteruskan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan mengunggah (upload) Formulir Perubahan Data Wajib Pajak dan dokumen pendukung melalui Aplikasi Registrasi.
c) BPS diterbitkan dalam hal formulir diisi dengan benar dan lengkap serta ditandatangani, dan dilampiri dokumen pendukung, baik untuk permohonan yang disampaikan ke KPP maupun secara langsung ke KP2KP.
c. Perubahan data juga dapat dilakukan dalam hal ditemukan perbedaan data dalam administrasi perpajakan termasuk pada saat pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif, baik berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
d. Jangka waktu pembebasan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor berlaku sejak tanggal SKB diterbitkan sampai dengan tanggal 30 September 2020.
1) dalam hal wakil/pengurus/pejabat dan Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, Wajib Pajak Badan, atau Instansi Pemerintah terdaftar di KPP yang sama, KPP melakukan perubahan data secara jabatan; atau
2) dalam hal wakil/pengurus/pejabat dan Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, Wajib Pajak Badan, atau Instansi Pemerintah terdaftar di KPP yang berbeda, KPP tempat Wajib Pajak terdaftar:
a) melakukan perubahan data secara jabatan atas elemen data alamat e-mail dan nomor handphone; dan/atau
b) menyampaikan data/informasi Wajib Pajak, yaitu elemen data selain alamat e-mail dan nomor handphone, ke KPP tempat wakil/pengurus/pejabat terdaftar untuk dilakukan perubahan data Wajib Pajak secara jabatan.
e. Perubahan data Wajib Pajak secara jabatan dituangkan dalam Berita Acara Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak.
f. Dalam hal KPP melakukan perubahan data Wajib Pajak berdasarkan permohonan atau secara jabatan, KPP menyampaikan Surat Pemberitahuan Perubahan Data kepada Wajib Pajak paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah perubahan data Wajib Pajak dilakukan.
g. Terhadap perubahan data terkait dengan perubahan struktur permodalan atau kepemilikan Wajib Pajak Badan yang tidak mengubah bentuk badan dan memiliki dampak terhadap kewajiban perpajakan, ditindaklanjuti dengan prosedur pengawasan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
h. Tata Cara Perubahan Data Wajib Pajak dan contoh format Berita Acara Perubahan Data Wajib Pajak dan/atau Pengusaha Kena Pajak tercantum dalam Lampiran angka romawi II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
5. Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar
a. Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
b. Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar dilakukan dalam hal tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak pindah ke wilayah kerja KPP lain, serta hanya dapat dilakukan terhadap Wajib Pajak dengan NPWP Pusat.
c. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak Badan dengan NPWP 3 (tiga) digit terakhir selain 000 (berstatus sebagai cabang) yang tempat kegiatan usahanya pindah ke wilayah kerja KPP lain tidak termasuk ruang lingkup prosedur kerja Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar, dan berlaku ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal Wajib Pajak Cabang tidak berstatus sebagai PKP, ditindaklanjuti dengan prosedur Penghapusan NPWP Cabang oleh KPP Lama dan prosedur Pendaftaran Wajib Pajak Cabang oleh KPP Baru.
2) dalam hal Wajib Pajak Cabang berstatus sebagai PKP, ditindaklanjuti dengan prosedur Penghapusan NPWP Cabang dan prosedur Pencabutan Pengukuhan PKP oleh KPP Lama, serta prosedur Pendaftaran Wajib Pajak Cabang dan prosedur Pengukuhan PKP oleh KPP Baru.
d. Dalam hal Wajib Pajak yang berstatus sebagai pusat dan telah dikukuhkan sebagai PKP melakukan pemindahan tempat terdaftar ke KPP lain, KPP Lama tidak melakukan pencabutan pengukuhan PKP dan tanggal pengukuhan PKP tidak berubah.
e. Dalam hal Wajib Pajak yang berstatus PKP dan merupakan tempat pemusatan PPN terutang melakukan pemindahan tempat terdaftar di KPP lain, penerbitan Surat Keputusan Direktur Jenderal Pajak tentang Persetujuan Pemusatan Tempat Pajak Pertambahan Nilai Terutang ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan mengenai penetapan satu tempat atau lebih sebagai tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang.
f. Terhadap permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar yang disampaikan secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir ke KPP/KP2KP Baru, KPP/KP2KP Baru:
1) menerbitkan BPS, dalam hal formulir diisi dengan benar dan lengkap, ditandatangani, dan dilampiri dokumen pendukung; dan
2) meneruskan ke KPP Lama dengan mengunggah (upload) Formulir Pemindahan Wajib Pajak dan dokumen pendukung melalui Aplikasi Registrasi.
g. KPP Lama memantau menu tindak lanjut pada Aplikasi Registrasi setiap hari kerja atas permohonan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar yang diterima KPP/KP2KP Baru secara langsung atau melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir. KPP Lama menindaklanjuti permohonan pemindahan Wajib Pajak tanpa menunggu berkas permohonan diterima KPP Lama.
h. Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada huruf g, KPP Lama:
1) melakukan penelitian administrasi dan/atau lapangan untuk memastikan bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak menurut keadaan yang sebenarnya tidak lagi berada di wilayah kerja KPP Lama;
2) melakukan penelitian mengenai pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
3) membuat LHPt Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar; dan
4) menerbitkan Surat Pindah.
i. Penerbitan Surat Pindah yang melewati jangka waktu dituangkan dalam Berita Acara Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar Melewati Batas Waktu.
j Pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara jabatan dapat dilakukan dalam hal terdapat:
1) data/informasi yang diperoleh KPP Lama yang dituangkan dalam LHPt Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar; atau
2) Surat Usulan Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar oleh KPP Baru dengan dilampiri LHPt Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar yang dilakukan oleh KPP Baru yang menunjukkan bahwa tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak berada di wilayah kerja KPP Baru, namun Wajib Pajak masih terdaftar di KPP Lama.
k. Pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar secara jabatan dapat dilakukan dalam rangka pengawasan Wajib Pajak berdasarkan basis kewilayahan sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal mengenai kebijakan pengawasan dan pemeriksaan Wajib Pajak dalam rangka perluasan basis pajak.
l. Sebagai tindak lanjut pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar, KPP Lama membuat uraian singkat profil Wajib Pajak mengenai hal-hal yang dianggap perlu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak dan mengirimkan uraian singkat profil Wajib Pajak bersama dengan berkas Wajib Pajak ke KPP Baru, paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak penerbitan Surat Pindah.
m. Tanggal terdaftar Wajib Pajak di KPP Baru yaitu hari berikutnya setelah tanggal Surat Pindah yang diterbitkan KPP Lama.
n. Berdasarkan informasi pemindahan Wajib Pajak atau tembusan Surat Pindah dari KPP Lama, KPP Baru melakukan penelitian lapangan terhadap Wajib Pajak yang berstatus PKP dan memiliki Akun PKP aktif dalam rangka menguji kebenaran tempat kegiatan usaha, paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja setelah penerbitan Surat Pindah dari KPP Lama.
o. Dalam hal berdasarkan penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf n diketahui bahwa tempat kegiatan usaha tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, Kepala KPP Baru melakukan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan.
p. Tata Cara Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar serta contoh format:
1) Laporan Hasil Penelitian Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar;
2) Surat Usulan Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar; dan
3) Berita Acara Pemindahan Tempat Wajib Pajak Terdaftar Melewati Batas Waktu,
tercantum dalam Lampiran Angka III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
q. Ketentuan di atas tidak berlaku dalam hal pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar dilakukan berdasarkan penetapan Direktur Jenderal Pajak atas tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
6. Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif
a. Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
b. Permohonan yang dapat disampaikan dan diselesaikan secara elektronik melalui saluran tertentu dilakukan terhadap:
1) Wajib Pajak tertentu, dan
2) Sepanjang data yang diperlukan untuk penelitian sudah tersedia dalam basis data DJP.
c. Permohonan yang disampaikan melalui contact center akan dilakukan verifikasi data, yang meliputi validasi identitas (Proof of Record Ownership/PORO) dan validasi data. Validasi identitas (PORO) meliputi:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi
a) NPWP;
b) nama;
c) Nomor Identitas Kependudukan (NIK);
d) alamat tempat tinggal;
e) alamat email yang terdaftar di DJP;
f) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP; dan
g) Tahun Pajak, Status, dan Nominal SPT Tahunan Orang Pribadi Terakhir yang dilaporkan.
2) Wajib Pajak Badan
a) NPWP;
b) nama;
c) alamat email yang terdaftar di DJP;
d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP;
e) EFIN salah satu pengurus yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan yang sudah jatuh tempo;
f) nomor handphone yang mengajukan; dan
g) Tahun Pajak, Status, dan Nominal SPT Tahunan Badan Terakhir yang dilaporkan.
3) Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi
a) NPWP;
b) nama;
c) alamat email yang terdaftar di DJP;
d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP; dan
e) Tahun Pajak, Status, dan Nominal SPT Tahunan Warisan Belum Terbagi Terakhir yang dilaporkan.
4) Instansi Pemerintah
a) NPWP;
b) nama;
c) alamat email yang terdaftar di DJP;
d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP; dan
e) Tahun Pajak, Status, dan Nominal SPT Masa Instansi Pemerintah Terakhir yang dilaporkan.
d. Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif data melalui contact center hanya dapat dilakukan oleh:
1) Wajib Pajak yang bersangkutan, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
2) wakil Wajib Pajak, untuk Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, dan Instansi Pemerintah.
e. Permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif yang disampaikan secara tertulis ke KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak akan diteruskan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan mengunggah (upload) formulir dan dokumen pendukung melalui Aplikasi Registrasi.
f. BPE atau BPS diberikan apabila Wajib Pajak yang menyampaikan formulir permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung dengan benar dan lengkap, termasuk melampirkan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif.
g. Terhadap permohonan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat LHPt.
h. Berdasarkan LHPt, KPP memberikan keputusan berupa:
1) menerbitkan Surat Pemberitahuan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui.
2) menerbitkan Surat Penolakan Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak.
i. Wajib Pajak berstatus pusat tidak dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif apabila terdapat cabang yang masih berstatus Aktif.
j. Wajib Pajak berstatus PKP dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif setelah dilakukan pencabutan pengukuhan PKP terlebih dahulu. Namun demikian, apabila Wajib Pajak mengajukan permohonan penghapusan NPWP, terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif secara jabatan tanpa terlebih dahulu dilakukan pencabutan pengukuhan PKP.
k. KPP dapat menetapkan Wajib Pajak sebagai Wajib Pajak Non-Efektif secara jabatan sebagai tindak lanjut penyelesaian permohonan pendaftaran Wajib Pajak yang disampaikan secara elektronik melalui Aplikasi Registrasi, dan penetapan Wajib Pajak Non-Efektif tersebut dilakukan tanpa penerbitan BPS tersendiri.
l. Tata Cara Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif dan Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif tercantum dalam Lampiran Angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
7. Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif
a. Pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
b. Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif yang disampaikan secara elektronik melalui saluran tertentu dapat diselesaikan melalui saluran tertentu.
c. Permohonan yang disampaikan melalui contact center akan dilakukan verifikasi data, yang meliputi validasi identitas (Proof of Record Ownership/PORO) dan validasi data. Validasi identitas (PORO) meliputi:
1) Wajib Pajak Orang Pribadi
a) NPWP;
b) nama;
c) Nomor Identitas Kependudukan (NIK);
d) alamat tempat tinggal;
e) alamat email yang terdaftar di DJP; dan
f) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP.
2) Wajib Pajak Badan
a) NPWP;
b) nama;
c) alamat email yang terdaftar di DJP;
d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP;
e) EFIN salah satu pengurus yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan yang sudah jatuh tempo; dan
f) nomor handphone yang mengajukan.
3) Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi
a) NPWP;
b) nama;
c) alamat email yang terdaftar di DJP; dan
d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP.
4) Instansi Pemerintah
a) NPWP;
b) nama;
c) alamat email yang terdaftar di DJP; dan
d) nomor telepon/handphone yang terdaftar di DJP.
d. Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif melalui contact center hanya dapat dilakukan oleh:
1) Wajib Pajak yang bersangkutan, untuk Wajib Pajak orang pribadi; atau
2) wakil Wajib Pajak, untuk Wajib Pajak Badan, Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, dan Instansi Pemerintah.
e. Permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif yang dibuat secara tertulis dan disampaikan langsung ke KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak akan diteruskan ke KPP Wajib Pajak terdaftar dengan mengunggah (upload) Formulir Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung melalui Aplikasi Registrasi.
f. BPE atau BPS diberikan, dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Formulir Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif dan dokumen pendukung dengan benar dan lengkap.
g. Terhadap permohonan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif, KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat LHPt.
h. Berdasarkan LHPt, KPP menerbitkan Surat Pemberitahuan Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah BPE atau BPS diterbitkan.
i. Dalam hal dilakukan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif namun data yang terdapat dalam administrasi perpajakan berbeda dengan data sebenarnya, KPP melakukan perubahan data Wajib Pajak berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
j. Pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif dapat dilakukan atas Wajib Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa atau SPT Tahunan di KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
k. Pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif dapat dilakukan atas Wajib Pajak yang menyampaikan SPT Tahunan di KPP selain tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan syarat:
1) disampaikan dengan menggunakan jenis formulir 1770 S atau 1770 SS;
2) disampaikan tidak melebihi batas waktu penyampaian SPT;
3) bukan merupakan SPT Tahunan pembetulan;
4) SPT Tahunan yang diterima menyatakan nihil atau kurang bayar; dan
5) tidak disampaikan dalam bentuk e-SPT.
l. Tata Cara Pengaktifan Kembali Wajib Pajak Non-Efektif tercantum dalam Lampiran Angka V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
8. Penghapusan NPWP
a. Penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
b. Permohonan penghapusan NPWP yang diajukan secara langsung ke KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak akan diteruskan ke KPP Wajib Pajak terdaftar dengan mengunggah (upload) formulir dan dokumen pendukung melalui Aplikasi Registrasi.
c. BPE atau BPS diberikan apabila Wajib Pajak menyampaikan permohonan penghapusan NPWP dan dokumen pendukung dengan benar dan lengkap.
d. Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif secara jabatan.
e. Penghapusan NPWP berdasarkan permohonan dilakukan berdasarkan hasil Pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP terhadap pemenuhan persyaratan subjektif dan/atau objektif Wajib Pajak, yang dituangkan dalam LHP.
f. Berdasarkan LHP sebagaimana dimaksud pada huruf e, KPP memberikan keputusan berupa:
1) menerbitkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dalam hal permohonan Wajib Pajak disetujui.
2) menerbitkan Surat Penolakan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, dalam hal permohonan Wajib Pajak ditolak.
g. Keputusan atas permohonan penghapusan NPWP diberikan paling lama:
1) 6 (enam) bulan setelah permohonan diterima lengkap, dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Warisan Belum Terbagi, atau Wajib Pajak Instansi Pemerintah; atau
2) 12 (dua belas) bulan setelah permohonan diterima lengkap, dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Badan.
h. Penerbitan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang melewati jangka waktu, dituangkan dalam Berita Acara Penghapusan NPWP Melewati Batas Waktu.
i. Terhadap permohonan penghapusan NPWP yang ditolak karena Wajib Pajak masih memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut telah diberikan status sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, Petugas Pendaftaran menindaklanjuti dengan melakukan pengaktifan kembali Wajib Pajak Non-Efektif secara jabatan.
j. Penghapusan NPWP Pusat hanya dapat dilakukan apabila seluruh NPWP Cabang telah dihapus.
k. Dalam hal terdapat Wajib Pajak Cabang yang terdaftar di KPP yang berbeda, KPP tempat Wajib Pajak Pusat terdaftar meminta KPP tempat Wajib Pajak Cabang terdaftar untuk melakukan penghapusan NPWP Cabang secara jabatan.
l. Penghapusan NPWP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sesuai data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, dan dapat dilakukan tanpa dilengkapi dokumen pendukung.
m. Termasuk dalam penghapusan NPWP secara jabatan adalah penghapusan NPWP yang dilakukan oleh DJP dalam rangka pembenahan basis data perpajakan.
n. Dalam hal KPP melakukan penghapusan NPWP secara jabatan, KPP menyampaikan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Wajib Pajak.
o. Tata Cara Penghapusan NPWP dan Berita Acara Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Melewati Batas Waktu tercantum dalam Lampiran Angka VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
9. Pembatalan Penghapusan NPWP
a. Pembatalan penghapusan NPWP dilakukan secara jabatan.
b. Pembatalan penghapusan NPWP merupakan pengaktifan kembali NPWP yang telah dihapus, dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak yang pernah diterbitkan Surat Keputusan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebenarnya masih memenuhi persyaratan subjektif dan objektif pada saat dilakukan penghapusan NPWP.
c. Pembatalan penghapusan NPWP dilakukan berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Pembatalan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak tidak seharusnya dilakukan penghapusan NPWP.
d. Dalam hal pengaktifan kembali NPWP tidak dapat dilakukan berdasarkan prosedur pembatalan penghapusan NPWP, penerbitan NPWP dilakukan berdasarkan permohonan atau secara jabatan melalui Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak.
e. Pembatalan penghapusan NPWP tidak dilakukan apabila berdasarkan LHPt menunjukkan bahwa Wajib Pajak benar dalam keadaan tidak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif pada saat diterbitkannya Surat Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
f. KPP menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai pembatalan penghapusan NPWP dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pembatalan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
g. Tata Cara Pembatalan Penghapusan NPWP serta contoh format Laporan Hasil Penelitian Pembatalan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Berita Acara Pembatalan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam Lampiran Angka VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
10. Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus
a. Aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus dilakukan secara jabatan.
b. Aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus merupakan pengaktifan kembali Wajib Pajak Hapus menjadi Wajib Pajak Aktif Sementara yang dilakukan secara jabatan berdasarkan data dan/atau informasi yang dimaksudkan agar suatu hak atau kewajiban Wajib Pajak yang muncul setelah NPWP dihapus dapat dilaksanakan.
c. Aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus dilakukan oleh KPP antara lain dalam rangka:
1) penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak;
2) pembetulan SPT atau pengungkapan ketidakbenaran SPT;
3) pembayaran pajak;
4) pelaksanaan Putusan Banding atau Peninjauan Kembali; dan
5) pengembalian kelebihan pembayaran pajak.
d. Aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus hanya berlaku selama 1 (satu) bulan, dan dalam hal masih diperlukan, aktivasi sementara dapat dilakukan kembali.
e. Dalam hal aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus dilaksanakan berkaitan dengan hak atau kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, status pengukuhan PKP tidak perlu diaktifkan kembali.
f. Aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus dituangkan dalam Berita Acara Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus.
g. KPP menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai aktivasi sementara Wajib Pajak Hapus dalam hal diperlukan.
h. Tata Cara Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus dan contoh format Berita Acara Aktivasi Sementara Wajib Pajak Hapus tercantum dalam Lampiran Angka VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
11. Pemberian Sertifikat Elektronik
a. Pemberian Sertifikat Elektronik dilakukan berdasarkan permintaan Wajib Pajak.
b. BPE atau BPS diberikan, dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permintaan Sertifikat Elektronik dengan benar dan lengkap, serta identitas Wajib Pajak terverifikasi dan autentik.
c. Terhadap permintaan Sertifikat Elektronik yang telah diterbitkan BPE atau BPS, KPP atau KP2KP meminta Wajib Pajak atau wakil/pengurus/pejabat dari Wajib Pajak bersangkutan untuk menyiapkan dan mengetik secara langsung passphrase sebagai pengaman Sertifikat Elektronik.
d. KPP atau KP2KP memberikan persetujuan, serta menerbitkan dan menyerahkan Sertifikat Elektronik kepada Wajib Pajak.
e. Tata cara permintaan Sertifikat Elektronik baru sama dengan tata cara permintaan Sertifikat Elektronik untuk pertama kali.
f. Tata Cara Permintaan Sertifikat Elektronik tercantum dalam Lampiran Angka IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
12. Pengukuhan PKP
a. Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau secara jabatan.
b. Kantor Virtual dapat digunakan sebagai tempat PKP dikukuhkan sepanjang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) terpenuhinya kondisi penyedia jasa Kantor Virtual sebagai berikut:
a) telah dikukuhkan sebagai PKP;
b) menyediakan ruangan fisik untuk tempat kegiatan usaha bagi Pengusaha yang akan dikukuhkan sebagai PKP; dan
c) secara nyata melakukan kegiatan layanan pendukung kantor, antara lain terdapat petugas kebersihan kantor, petugas keamanan kantor, sekretaris, resepsionis, atau layanan administrasi kantor lainnya;
2) Pengusaha pengguna jasa Kantor Virtual dimaksud memiliki izin usaha antara lain Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP), Izin Usaha Jasa Konstruksi (IUJK), atau dokumen sejenis lainnya yang diterbitkan oleh pejabat atau instansi yang berwenang.
c. Dalam hal Pengusaha dengan NPWP Cabang telah dikukuhkan sebagai PKP namun Pengusaha dengan NPWP Pusat belum dikukuhkan sebagai PKP, KPP tempat PKP dengan NPWP Cabang terdaftar memberikan data ke KPP tempat Pengusaha dengan NPWP Pusat terdaftar untuk dilakukan pengukuhan PKP secara jabatan terhadap Pengusaha dengan NPWP Pusat.
d. Permohonan pengukuhan PKP yang disampaikan oleh Pengusaha secara langsung atau melalui melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir ke:
1) KPP tempat Wajib Pajak terdaftar;
2) KP2KP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan, dan/atau tempat kegiatan usaha Pengusaha; atau
3) KPP tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
e. Dokumen persyaratan yang sudah dilampirkan saat pendaftaran Wajib Pajak dan tidak mengalami perubahan, tidak perlu diminta lagi saat pengukuhan PKP.
f. BPE atau BPS diterbitkan, dalam hal Wajib Pajak yang menyampaikan Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan dokumen persyaratan dengan benar dan lengkap.
g. Terhadap permohonan pengukuhan PKP yang telah diterbitkan BPE atau BPS, KPP atau KP2KP melakukan penelitian administrasi atas pemenuhan kelengkapan dan kesesuaian dokumen persyaratan serta ketentuan terkait kepatuhan perpajakan sesuai dengan Pasal 45 ayat (8) PER-04, dan memberikan keputusan paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah BPE atau BPS diterbitkan.
h. Penelitian kepatuhan perpajakan sebagaimana dimaksud pada huruf g tidak perlu dilakukan terhadap Pengusaha yang telah wajib dikukuhkan sebagai PKP sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
i. Dalam hal keputusan berupa penerbitan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diberikan melewati jangka waktu, dibuat Berita Acara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Melewati Batas Waktu.
j. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengukuhan PKP secara bersamaan dengan permintaan aktivasi Akun PKP, KPP atau KP2KP memproses permohonan pengukuhan PKP terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan memproses permintaan aktivasi Akun PKP.
k. Pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi. Pengukuhan PKP secara jabatan dapat dilakukan tanpa dilengkapi dokumen pendukung.
l. Pemeriksaan dalam rangka pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan melalui Pemeriksaan Tujuan Lain oleh Petugas Pemeriksa Pajak.
m. Penelitian administrasi dalam rangka pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan oleh AR Seksi Waskon II/III/IV atau AR Seksi Eksten.
n. Petugas Pemeriksa Pajak atau AR Seksi Waskon II/III/IV atau AR Seksi Eksten yang mengusulkan pengukuhan PKP secara jabatan harus mengisi dan menandatangani Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang akan direkam oleh Petugas Pendaftaran pada Aplikasi Registrasi.
o. Petugas Pendaftaran menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak setelah menerima LHP atau LHPt dan Formulir Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara lengkap.
p. Tata Cara Pengukuhan PKP dan contoh format Berita Acara Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Melewati Batas Waktu tercantum dalam Lampiran Angka X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
13. Permintaan Aktivasi Akun PKP
a. Permintaan aktivasi Akun PKP dilakukan berdasarkan permohonan PKP.
b. BPE atau BPS diterbitkan, dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permintaan aktivasi Akun PKP dengan benar dan lengkap. Petugas KPP atau KP2KP dapat menggunakan Checklist Pemenuhan Persyaratan Permintaan Aktivasi Akun PKP.
c. Terhadap permintaan aktivasi Akun PKP, petugas KPP atau KP2KP melakukan penelitian lapangan, dan membuat Laporan Hasil Penelitian Lapangan Dalam Rangka Aktivasi Akun PKP.
d. Penelitian lapangan dalam rangka permintaan aktivasi Akun PKP dilakukan dengan:
1) pengujian atas keberadaan PKP (syarat subjektif), yang meliputi:
a) pengujian atas kesesuaian identitas PKP dan wakil/pengurus/pejabat berdasarkan data dan/atau dokumen yang terdapat pada permohonan pengukuhan PKP dan permintaan aktivasi Akun PKP; dan
b) pengujian atas keberadaan PKP yang bersangkutan di alamat tersebut;
dan
2) pengujian atas kegiatan PKP (syarat objektif), yang meliputi:
a) pengujian atas kesesuaian kegiatan usaha berdasarkan data dan/atau dokumen pada surat permohonan pengukuhan PKP dan permintaan aktivasi Akun PKP dengan kegiatan usaha yang sebenarnya, antara lain mengenai gambaran umum kegiatan usaha dan gambaran harta yang digunakan untuk kegiatan usaha; dan
b) dokumentasi tempat atau lokasi kegiatan usaha.
e. Penelitian lapangan dalam rangka permintaan aktivasi Akun PKP dituangkan dalam Berita Acara Penelitian Lapangan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak.
f. Dalam hal permintaan aktivasi Akun PKP disetujui, PKP atau wakil/pengurus/pejabat atau pihak yang tercantum dalam Formulir Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak harus datang ke KPP atau KP2KP untuk melakukan aktivasi Akun PKP.
g. Petugas KPP atau KP2KP memastikan aktivasi Akun PKP dilakukan langsung oleh:
1) Pengusaha yang bersangkutan, untuk PKP orang pribadi;
2) wakil PKP Warisan Belum Terbagi, untuk PKP Warisan Belum Terbagi;
3) salah satu pengurus, untuk PKP Badan, bentuk usaha tetap (BUT), atau Kerja Sama Operasi (KSO);
4) pimpinan cabang, untuk PKP Badan dengan status Cabang; atau
5) pejabat, untuk PKP Instansi Pemerintah,
dengan melakukan pengujian validitas identitas PKP yang datang untuk melakukan aktivasi Akun PKP.
h. Dalam hal identitas PKP valid, Petugas KPP atau KP2KP:
1) menyerahkan kode aktivasi dalam amplop tertutup secara langsung kepada PKP, wakil, pengurus, pimpinan cabang, atau pejabat;
2) mengirimkan password kepada PKP, wakil, pengurus, pimpinan cabang, atau pejabat melalui alamat e-mail yang telah terdaftar di DJP; dan
3) meminta PKP, wakil, pengurus, pimpinan cabang, atau pejabat melakukan aktivasi Akun PKP.
i. Dalam hal identitas PKP tidak valid, Petugas KPP atau KP2KP meminta PKP memenuhi ketentuan validitas identitas sampai valid.
j. Tata Cara Penyelesaian Permintaan Aktivasi Akun PKP serta contoh format Laporan Hasil Penelitian Lapangan Dalam Rangka Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak, Berita Acara Penelitian Lapangan Dalam Rangka Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak, dan Checklist Pemenuhan Persyaratan Permintaan Aktivasi Akun Pengusaha Kena Pajak tercantum dalam Lampiran Angka XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
14. Penonaktifan Sementara (Suspend) Akun PKP
  1. Penonaktifkan sementara Sertifikat Akun PKP dilakukan secara jabatan.
  2. Penonaktifkan sementara Akun PKP dilakukan berdasarkan hasil penelitian administrasi yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak.
  3. Terhadap penonaktifan sementara Akun PKP, KPP memberitahukan secara elektronik atau tertulis kepada PKP dengan menggunakan Surat Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak.
  4. Tata Cara Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak dan contoh format Laporan Hasil Penelitian Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak tercantum dalam Lampiran Angka XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
15. Penyelesaian Klarifikasi terhadap Penonaktifan Sementara (Suspend) Akun PKP
a. Penyelesaian klarifikasi terhadap penonaktifan sementara (Suspend) Akun PKP dilakukan berdasarkan permohonan PKP.
b. Dalam hal Wajib Pajak juga dilakukan penonaktifan sementara (Suspend) Akun PKP karena Wajib Pajak terindikasi sebagai penerbit Faktur Pajak Tidak Sah dan/atau Wajib Pajak terindikasi sebagai pengguna Faktur Pajak Tidak Sah, KPP meminta Wajib Pajak juga melakukan klarifikasi ke Kanwil DJP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Dalam hal penyampaian klarifikasi sebagaimana dimaksud pada huruf a diajukan setelah Wajib Pajak pindah ke KPP lain, klarifikasi tersebut diselesaikan oleh KPP Baru.
d. Terhadap klarifikasi yang disampaikan PKP, KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat Laporan Hasil Penelitian Klarifikasi Terhadap Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak.
e. Penelitian administrasi dilakukan untuk memastikan bahwa PKP telah melakukan:
1) penyampaian SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menjadi kriteria penonaktifan sementara, termasuk pembayaran pajak, dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar; dan
2) pelunasan atas sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang KUP dan/atau sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP, dalam hal terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar berdasarkan penyampaian SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai yang menjadi kriteria penonaktifan sementara.
f. Berdasarkan LHPt, KPP menindaklanjuti dengan:
1) melakukan pengaktifan kembali Akun PKP dan memberitahukan kepada PKP secara elektronik atau tertulis, dalam hal klarifikasi diterima; atau
2) melakukan pencabutan pengukuhan PKP, dalam hal klarifikasi ditolak.
g. Tata Cara Penyelesaian Klarifikasi Terhadap Penonaktifan Sementara Akun PKP dan contoh format Laporan Hasil Penelitian Klarifikasi Terhadap Penonaktifan Sementara Akun Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d tercantum dalam Lampiran Angka XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
16. Pencabutan Pengukuhan PKP
a. Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan permohonan PKP atau secara jabatan.
b. Permohonan Pencabutan Pengukuhan PKP yang diajukan secara langsung ke KP2KP tempat PKP dikukuhkan akan diteruskan ke KPP Wajib Pajak terdaftar dengan mengunggah (upload) formulir dan dokumen pendukung melalui Aplikasi Registrasi.
c. BPE atau BPS diberikan, dalam hal Wajib Pajak menyampaikan Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP dan dokumen pendukung dengan benar dan lengkap.
d. Pencabutan Pengukuhan PKP berdasarkan permohonan dilakukan berdasarkan pemeriksaan.
e. Berdasarkan hasil pemeriksaan, KPP memberikan keputusan berupa:
1) menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP dalam hal permohonan pencabutan pengukuhan PKP diterima; atau
2) menerbitkan Surat Penolakan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam hal permohonan pencabutan pengukuhan PKP ditolak,
dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal penerbitan BPE atau BPS.
f. Penerbitan Surat Pencabutan Pengukuhan PKP yang melewati jangka waktu dituangkan dalam Berita Acara Pencabutan Pengukuhan PKP Melewati Batas Waktu.
g. Pencabutan Pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi.
h. Pemeriksaan dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan melalui Pemeriksaan Tujuan Lain oleh Petugas Pemeriksa Pajak.
i. Penelitian administrasi dalam rangka pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan oleh AR Seksi Waskon II/III/IV atau AR Seksi Eksten, yang dituangkan dalam Laporan Hasil Penelitian Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
j. Petugas Pemeriksa Pajak atau AR Seksi Waskon II/III/IV atau AR Seksi Eksten yang mengusulkan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan harus mengisi dan menandatangani Formulir Pencabutan Pengukuhan PKP yang akan direkam oleh Petugas Pendaftaran pada Aplikasi Registrasi.
k. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan bagi PKP yang:
1) dikukuhkan berdasarkan permohonan namun tidak menyampaikan permintaan aktivasi Akun PKP dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak dikukuhkan sebagai PKP, dilakukan melalui penelitian administrasi berdasarkan daftar nominatif yang diterima dari Seksi Pelayanan;
2) tidak menyampaikan klarifikasi terhadap penonaktifan sementara Akun PKP dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak penonaktifan sementara Akun PKP, dilakukan melalui penelitian administrasi berdasarkan daftar nominatif yang diterima dari Seksi Pelayanan.
l. Pencabutan pengukuhan PKP Pusat untuk Wajib Pajak Badan hanya dapat dilakukan apabila telah dilakukan pencabutan pengukuhan seluruh PKP Cabang.
m. Dalam hal terdapat PKP Cabang dari Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP yang berbeda, KPP tempat PKP Pusat terdaftar meminta KPP tempat PKP Cabang terdaftar untuk melakukan pencabutan pengukuhan PKP Cabang secara jabatan.
n. Termasuk dalam pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan adalah pencabutan pengukuhan PKP yang dilakukan oleh DJP dalam rangka pembenahan basis data perpajakan. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan atau hasil penelitian administrasi sesuai data dan/atau informasi yang dimiliki atau diperoleh Direktorat Jenderal Pajak, termasuk data dan/atau informasi yang diperoleh dari kegiatan ekstensifikasi. Pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dapat dilakukan tanpa dilengkapi dokumen pendukung.
o. Tata Cara Pencabutan Pengukuhan PKP serta contoh format Laporan Hasil Penelitian Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Berita Acara Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Melewati Batas Waktu tercantum dalam Lampiran Angka XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
17. Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP
a. Pembatalan pencabutan pengukuhan PKP dilakukan berdasarkan klarifikasi PKP dan secara jabatan.
b. Dalam hal penyampaian klarifikasi diajukan setelah PKP pindah ke KPP lain, klarifikasi tersebut diselesaikan oleh KPP Baru.
c. Terhadap klarifikasi yang disampaikan PKP, KPP melakukan penelitian administrasi dan membuat Laporan Hasil Penelitian Klarifikasi Terhadap Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
d. Berdasarkan LHPt sebagaimana dimaksud pada huruf c, KPP menindaklanjuti dengan:
1) menerbitkan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP dan Berita Acara Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, dalam hal klarifikasi diterima; atau
2) menerbitkan Surat Pemberitahuan Penolakan Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP dalam hal klarifikasi ditolak.
e. Pembatalan pencabutan pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan terhadap PKP yang pernah dilakukan Pencabutan Pengukuhan PKP berdasarkan Laporan Hasil Penelitian Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak atau yang menunjukkan bahwa PKP sebenarnya masih memenuhi ketentuan sebagai PKP sehingga tidak seharusnya dilakukan pencabutan pengukuhan PKP.
f. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada huruf e, KPP menerbitkan Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. Dengan terbitnya Surat Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak yang telah dicabut dinyatakan tetap berlaku.
g. Tata Cara Pembatalan Pencabutan Pengukuhan PKP serta contoh format Laporan Hasil Penelitian Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan Berita Acara Pembatalan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, tercantum dalam Lampiran Angka XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
18. Penetapan Tempat Tinggal atau Tempat Kedudukan Wajib Pajak
  1. Penetapan tempat tinggal dan tempat kedudukan Wajib Pajak dilakukan secara jabatan.
  2. Dalam hal tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau tempat kedudukan Wajib Pajak Badan berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP dalam 1 (satu) wilayah kerja Kanwil DJP, penyelesaian penetapan tempat tinggal dan tempat kedudukan Wajib Pajak dilakukan pada Seksi Bimbingan Pendaftaran Kanwil DJP.
  3. Dalam hal tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi atau tempat kedudukan Wajib Pajak Badan berada dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja Kanwil DJP, penyelesaian penetapan tempat tinggal dan tempat kedudukan Wajib Pajak dilakukan pada Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian berdasarkan persetujuan direktorat terkait di KPDJP.
  4. KPP dapat mengusulkan penetapan tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi dan tempat kedudukan Wajib Pajak Badan, dalam hal terdapat data dan/atau informasi yang menunjukan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak berada di 2 (dua) atau lebih wilayah KPP dan tidak dapat ditentukan tempat sesuai keadaan sebenarnya.
  5. KPP menyampaikan usulan penetapan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak ke Kanwil DJP atau KPDJP sesuai dengan kewenangan masing-masing.
  6. Jangka waktu penyelesaian penetapan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yaitu 1 (satu) bulan setelah usulan diterima Kanwil DJP atau Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian.
  7. Tata Cara Penetapan Tempat Tinggal atau Tempat Kedudukan Wajib Pajak serta contoh format Surat Penetapan Tempat Tinggal atau Tempat Kedudukan Wajib Pajak tercantum dalam Lampiran Angka XVI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
19. Permintaan Kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP
a. Permintaan kembali Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP dilakukan berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
b. Permintaan kembali Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP merupakan permintaan cetak ulang Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP atau pengiriman ulang dokumen tersebut dalam bentuk elektronik, yang dilakukan dengan menyampaikan Formulir Permintaan Kembali.
c. Formulir Permintaan Kembali Kartu NPWP dan/atau SKT dan/atau SPPKP ditandatangani dengan ketentuan sebagai berikut:
1) dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi, formulir ditandatangani oleh Wajib Pajak bersangkutan;
2) dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Badan, formulir ditandatangani oleh salah satu pengurus dari Wajib Pajak bersangkutan; atau
3) dalam hal permohonan diajukan oleh Wajib Pajak Instansi Pemerintah, formulir ditandatangani oleh pejabat Instansi Pemerintah.
d. Permintaan kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP ditindaklanjuti sepanjang dilengkapi dengan dokumen yang sama dengan yang disyaratkan sebagai kelengkapan permohonan pendaftaran dan:
1) dalam hal permohonan disebabkan Kartu NPWP, SKT dan/atau SPPKP mengalami kerusakan sehingga perlu dilakukan cetak ulang, Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP tersebut diserahkan pada Petugas Pendaftaran pada KPP atau KP2KP; atau
2) dalam hal permohonan disebabkan Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP hilang, maka Wajib Pajak melampiri permohonan Permintaan Kembali dengan surat pernyataan kehilangan.
e. Dalam hal data yang terdapat dalam administrasi perpajakan berbeda dengan data sebenarnya pada saat permintaan kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP, KPP melakukan perubahan data Wajib Pajak berdasarkan permohonan atau secara jabatan.
f. Data dan/atau informasi Wajib Pajak dan/atau PKP yang tertera dalam Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP hasil cetak atau pengiriman ulang adalah sesuai dengan data pada sistem informasi DJP pada saat tanggal cetak atau pengiriman ulang.
g. Permohonan permintaan kembali Kartu NPWP untuk Wajib Pajak orang pribadi dilakukan dengan dengan menunjukkan KTP asli Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan.
h. Jangka waktu penyelesaian pelayanan Permintaan kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP yaitu paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah BPS diterbitkan.
i. Tata Cara Permintaan kembali Kartu NPWP, SKT, dan/atau SPPKP tercantum dalam Lampiran Angka XVII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
20. Pelayanan Dalam Keadaan Kahar
  1. Keadaan kahar adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan diketahui secara luas, seperti perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemi, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam, atau keadaan dimana KPP atau KP2KP tidak memungkinkan untuk menjalankan prosedur dan memenuhi jangka waktu penyelesaian yang disebabkan oleh sesuatu dan lain hal yang berada di luar kuasa KPP atau KP2KP, seperti gangguan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak, terputusnya jaringan internet, dan listrik padam.
  2. KPP dan KP2KP membuat Pengumuman Mengenai Keadaan Kahar dan memasangnya di tempat yang mudah terbaca sebagai pemakluman kepada publik.
  3. Dalam hal Keadaan Kahar mengakibatkan gangguan pada Aplikasi Registrasi secara nasional, Keadaan Kahar diumumkan di situs Direktorat Jenderal Pajak (http://www.pajak.go.id).
  4. Terhadap keadaan kahar sebagaimana dimaksud pada huruf c, Dirjen Pajak berwenang memutuskan kebijakan khusus yang diperlukan untuk mendukung kelancaran pelayanan kepada Wajib Pajak.
  5. Terhadap permohonan yang diterima KP2KP dalam keadaan kahar dan Wajib Pajak memilih agar permohonan diteruskan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, KP2KP menerbitkan Tanda Terima dan meneruskan permohonan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dengan dilengkapi Surat Pengantar Faksimile.
  6. Tata cara penyelesaian pelayanan dalam keadaan kahar dan contoh format Tanda Terima, Surat Pengantar Faksimile, dan Pengumuman Mengenai Keadaan Kahar tercantum dalam Lampiran Angka XVIII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
   
F. Ketentuan Lain

1. Dokumen sebagai berikut:
a. Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak;
b. Formulir Permohonan Pengukuhan PKP;
c. Formulir Permohonan Perubahan Data;
d. Formulir Pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
e. formulir lain sebagaimana ditetapkan dalam:
1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013; dan
2) Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013, dapat tetap digunakan sampai dengan 2 (dua) bulan sejak Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini berlaku.
2. Dalam hal Wajib Pajak menyampaikan permohonan dengan menggunakan bentuk formulir lama sebagaimana dimaksud pada angka 1, Petugas Pendaftaran melengkapi isian pada Aplikasi Registrasi berdasarkan dokumen yang disampaikan Wajib Pajak.
3. Unit Kepatuhan Internal melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan prosedur administrasi NPWP, Sertifikat Elektronik, dan pengukuhan PKP dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini.
4. Terhadap data dan/atau informasi yang dihasilkan dari prosedur berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal ini, unit yang memiliki tugas dan fungsi penjaminan kualitas data dapat menindaklanjuti data dan/atau informasi tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
5. Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-60/PJ/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku


Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya





Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 30 April 2020
DIREKTUR JENDERAL,

ttd

SURYO UTOMO