Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 92/PMK.03/2020

Kategori : PPN

Kriteria Dan/Atau Rincian Jasa Keagamaan Yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai


PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 92/PMK.03/2020

TENTANG

KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN JASA KEAGAMAAN
YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Kriteria dan/atau Rincian Jasa Keagamaan yang Tidak Dikenai Pajak Pertambahan Nilai;

Mengingat :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5069);
  3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271);
  5. Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98);
  6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1862) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.01/2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 217/PMK.01/2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1745);


MEMUTUSKAN :


Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG KRITERIA DAN/ATAU RINCIAN JASA KEAGAMAAN YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI.


Pasal 1


Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
  2. Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dipungut berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  3. Jasa Kena Pajak adalah jasa yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
  4. Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler adalah penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama dengan pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanan yang bersifat umum.
  5. Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus adalah penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan oleh penyelenggara ibadah haji khusus dengan pengelolaan, pembiayaan, dan pelayanan yang bersifat khusus.
  6. Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah adalah rangkaian kegiatan perjalanan ibadah umrah di luar musim haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan jemaah, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau penyelenggara perjalanan ibadah umrah.
  7. Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.


Pasal 2


Jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan termasuk jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.


Pasal 3


Jasa tertentu dalam kelompok jasa keagamaan yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:
  1. jasa pelayanan rumah ibadah;
  2. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
  3. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
  4. jasa lainnya di bidang keagamaan.


Pasal 4


(1) Jasa lainnya di bidang keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d meliputi:
  1. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah; dan
  2. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata.
(2) Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
  1. jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler; dan
  2. jasa Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah,
ke Kota Makkah dan Kota Madinah.
(3) Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan oleh biro perjalanan wisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
  1. jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus dan/atau Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah ke Kota Makkah dan Kota Madinah;
  2. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Yerusalem dan/atau Kota Sinai kepada peserta perjalanan yang beragama Kristen;
  3. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Vatikan dan/atau Kota Lourdes kepada peserta perjalanan yang beragama Katolik;
  4. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Uttar Pradesh dan/atau Kota Haryana kepada peserta perjalanan yang beragama Hindu;
  5. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Bodh Gaya dan/atau Kota Bangkok kepada peserta perjalanan yang beragama Buddha; dan
  6. jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah ke Kota Qufu kepada peserta perjalanan yang beragama Khonghucu.
    

Pasal 5


Jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3) berupa penyerahan paket perjalanan, pemesanan sarana angkutan, dan/atau pemesanan sarana akomodasi, termasuk jasa bimbingan perjalanan ibadah, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan.


Pasal 6


(1) Jasa Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a dilakukan oleh biro perjalanan wisata yang telah memiliki izin untuk menyelenggarakan ibadah haji khusus dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
(2) Jasa Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf a dilakukan oleh biro perjalanan wisata yang telah memiliki izin untuk menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.


Pasal 7


(1) Dalam hal jasa penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) selain menyelenggarakan perjalanan ibadah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (3) juga menyelenggarakan perjalanan ke tempat lain, jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
(2) Termasuk dalam penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu perjalanan ke tempat lain bukan dalam rangka transit baik tercantum atau tidak tercantum dalam penawaran jasa penyelenggaraan perjalanan.


Pasal 8


(1) Pajak Pertambahan Nilai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) dihitung dengan cara mengalikan tarif sebesar 10% (sepuluh persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
(2) Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa nilai lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain, dalam hal tagihan dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.
(3) Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa nilai lain sebesar 5% (lima persen) dari keseluruhan jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih atas jasa penyelenggaraan perjalanan, dalam hal tagihan tidak dirinci antara tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ibadah keagamaan dan tagihan paket penyelenggaraan perjalanan ke tempat lain.


Pasal 9


Pajak Masukan atas perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan dengan penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) tidak dapat dikreditkan.


Pasal 10


Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
  
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.




  Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Juli 2020
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Juli 2020
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA



BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 819