Melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pemerintah meluncurkan Program Pengungkapan Sukarela bagi wajib pajak. Program tersebut terdiri dari dua kebijakan. Kebijakan pertama diperuntukkan bagi Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang telah mengikuti tax amnesty. Kebijakan kedua, dikhususkan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.
Program tersebut merupakan program pengampunan pajak bagi para wajib pajak yang belum mengungkapkan seluruh harta yang dimiliki. Harta yang diungkapkan dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta merupakan harta bersih. Apa yang dimaksud dengan harta bersih?
Harta Bersih = Harta – Utang
Merujuk Pasal 1 Angka 3 UU Pengampunan Pajak, harta yang dimaksud adalah akumulasi tambahan kemampuan ekonomis berupa seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha maupun bukan untuk usaha, yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Utang yang dimaksud dalam penghitungan harta bersih adalah jumlah pokok utang yang belum dibayar yang berkaitan langsung dengan perolehan harta.
Bagaimana Menentukan Nilai Harta dan Utang?
Sebelum menentukan jumlah harta bersih, Wajib Pajak perlu mengetahui cara penilaian harta yang diungkapkan. Pada UU Pengampunan Pajak, apabila harta merupakan kas, harta dinilai berdasarkan nilai nominal. Jika harta merupakan harta selain kas, nilai yang digunakan adalah nilai wajar. Nilai wajar yang dimaksud adalah nilai menggambarkan kondisi dan keadaan dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak.
Pada UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan, penilaian tidak lagi menggunakan nilai wajar menurut Wajib Pajak, tetapi menggunakan acuan nilai tertentu berdasarkan jenis harta. Ketentuan penilaian harta yang disesuaikan dengan masing-masing kebijakan.
Kebijakan I
Bagi Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang telah mengikuti Tax Amnesty, dan kembali mengungkapkan harta pada Program Pengungkapan Sukarela, dasar penilaian harta dijelaskan pada Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196 Tahun 2021. Terdapat lima jenis penilaian sesuai dengan jenis harta, yaitu:
- nilai nominal, untuk Harta berupa kas atau setara kas;
- nilai yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu Nilai Jual Objek Pajak, untuk tanah dan/atau bangunan dan nilai jual kendaraan bermotor, untuk kendaraan bermotor;
- nilai yang dipublikasikan oleh PT Aneka Tambang Tbk., untuk emas dan perak;
- nilai yang dipublikasikan oleh PT Bursa Efek Indonesia, untuk saham dan waran (warrant) yang diperjualbelikan di PT Bursa Efek Indonesia; dan/atau
- nilai yang dipublikasikan oleh PT Penilai Harga Efek Indonesia, untuk Surat Berharga Negara dan
efek bersifat Utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh perusahaan.
Nilai yang digunakan adalah nilai sesuai kondisi dan keadaan harta pada akhir Tahun Pajak Terakhir. Apabila terdapat jenis harta yang tidak termasuk ke dalam kelompok yang disebutkan, Wajib Pajak dapat menggunakan nilai yang ditentukan melalui jasa penilai (appraisal).
Untuk menentukan utang, berlaku ketentuan sesuai dengan UU Pengampunan Pajak. Bagi Wajib Pajak Badan, utang yang dapat diperhitungkan untuk menentukan harta bersih adalah paling banyak 75% dari nilai Harta. Di sisi lain, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, utang yang dapat diperhitungkan paling banyak 50% dari nilai harta.
Kebijakan IIÂ
Berbeda dengan kebijakan pertama, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi peserta kebijakan kedua, yang mengungkapkan harta yang diperoleh sejak 1 Januari 2016 sampai dengan 31 Desember 2020, penilaian harta dibagi ke dalam dua kelompok. Harta berupa kas atau setara kas dinilai berdasarkan nilai nominal, sedangkan selain harta tersebut, penilaian didasarkan pada nilai perolehan. Dalam Pasal 6 ayat (5) PMK-196/2021, jika harga perolehan tidak diketahui, Wajib Pajak dapat menggunakan nilai wajar yang menggambarkan kondisi dan keadaan pada tanggal 31 Desember 2020 dari aset yang sejenis atau setara berdasarkan penilaian Wajib Pajak.
Pada kebijakan kedua, tidak terdapat penghitungan khusus untuk nilai utang yang dapat digunakan untuk menghitung nilai harta bersih. Seluruh jumlah pokok utang dapat diperhitungkan sepanjang utang berkaitan langsung dengan perolehan Harta.