Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Pajak Bumi dan Bangunan › SE-47/PJ.6/1999
SE-47/PJ.6/1999
Dear Teman Ortax,
Kasih pendapatnya dong.
Untuk pengenaan PBB sudah diterbitkan Surat Edaran terbaru
SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C" SE – 48/PJ/2011" yang mengganti "SE-26/PJ.6/1999."namun dalam SE – 48/PJ/2011 tidak menyebutkan bahwa SE – 47/PJ.6/1999 yang merupakan rujukan dari Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-26/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 hal Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 ikut dicabut.
yang jadi pertanyaan saya, Apakah secara otomatis SE-26/PJ.6/1999, ikut tercabut karena "SE-26/PJ.6/1999." telah diganti dengan " SE – 48/PJ/2011"?
Mohon tanggapannya yach……………..
- Originaly posted by ramces:
yang jadi pertanyaan saya, Apakah secara otomatis SE-26/PJ.6/1999, ikut tercabut karena "SE-26/PJ.6/1999." telah diganti dengan " SE – 48/PJ/2011"?
Mohon tanggapannya yach……………..
sorri ralat
yang jadi pertanyaan saya, Apakah secara otomatis SE-47/PJ.6/1999, ikut tercabut karena "SE-26/PJ.6/1999." telah diganti dengan " SE – 48/PJ/2011"?
ini SE 47/1999
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
29 Juli 1999SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 47/PJ.6/1999TENTANG
PENYEMPURNAAN TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS SELAIN
PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN C SEBAGAIMANA DIATUR DENGAN
SURAT EDARAN NOMOR : SE-26/PJ.6/1999DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menunjuk Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-26/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 hal Petunjuk
Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 Khusus Untuk
Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C,
dengan ini disampaikan bahwa mengingat pada tahap penyelidikan umum sampai dengan tahap eksplorasi
hanya sebagian areal Wilayah Kuasa Pertambangan yang dimanfaatkan oleh wajib pajak, maka pengenaan
PBB atas areal belum produktif dan areal tidak produktif disempurnakan dengan memperhitungkan tahapan
kegiatan penambangan sebagai berikut :1. Penyelidikan umum, adalah sebesar 5% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai
Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;2. Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah
Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;3. Eksplorasi untuk perpanjangan I dan II, adalah sebesar 50% dari luas areal Wilayah Kuasa
Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;4. Pembangunan Fasilitas Eksploitasi (konstruksi) sampai dengan produksi adalah luas areal Wilayah
Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK BUMI DAN BANGUNANttd
HASAN RACHMANY
Ini SE 26/1999
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
23 April 1999SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 26/PJ.6/1999TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN KEPUTUSAN DIRJEN PAJAK NO. KEP-16/PJ.6/1998
TANGGAL 30 DESEMBER 1998 KHUSUS UNTUK PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN NON MIGAS
SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN CDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan telah ditetapkannya Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember
1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :1. Dalam pelaksanaan pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi
Panas Bumi dan Galian C, yang dimaksud dengan :
a. Areal produktif adalah areal yang telah dieksploitasi/menghasilkan galian tambang (tahap
eksploitasi);
b. Areal belum produktif adalah areal belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan
menghasilkan galian tambang (tahap penyelidikan umum, eksplorasi dan konstruksi);
c. Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak menghasilkan galian tambang;
d. Areal emplasemen adalah areal yang di atasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan;
e. Areal lainnya adalah areal perairan yang digunakan berkaitan untuk pelabuhan khusus
dengan usaha pertambangan.
g. Hasil bersih adalah pendapatan kotor dari hasil penjualan galian tambang setahun dikurangi
biaya eksploitasi dimulut tambang (Run on Mine)2. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Sektor Pertambangan Non Migas selain Pertambangan Energi
Panas Bumi dan Galian C ditentukan sebagai berikut :
a. Areal produktif adalah sebesar 9,5 x hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan;
b. Areal belum prduktif, areal tidak produktif, dan areal emplasemen didalam atau diluar wilayah
kuasa pertambangan adalah sebesar Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana
ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama
Menteri Keuangan;
c. Areal perairan adalah sebesar luas perairan dikalikan dengan nilai jual objek pajak
perairan yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus kesamping dengan klasifikasi
nilai jual objek pajak permukaan bumi berupa tanah sekitarnya sebagaimana perhitungan
pada lampiran Va dan Vb Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 tanggal
30 Desember 1998 dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Menteri
Keuangan;
d. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang
disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.3. Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dan Perhitungan disesuaikan sebagaimana
contoh pada Lampiran 1 dan 2 Surat Edaran ini.Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.
A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK BUMI DAN BANGUNANttd
HASAN RACHMANY
dan ini SE 48/2011
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ __________________________________________
3 Agustus 2011SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 48/PJ/2011TENTANG
TATA CARA PENGENAAN PBB SEKTOR PERTAMBANGAN
NON MIGAS SELAIN PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI DAN GALIAN CDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dalam rangka memberikan pemahaman yang sama dalam pengenaan PBB Sektor Pertambangan Non Migas
selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :A. Pengertian
Dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:
1. Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat dengan NJOP adalah harga rata-rata yang
diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat
transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang
sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti.
2. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang.
3. Wilayah kuasa pertambangan adalah Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (WIUP) atau Wilayah
Ijin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
4. Areal Produktif adalah areal yang telah dieksploitasi atau telah menghasilkan galian tambang
(tahap eksploitasi).
5. Areal belum produktif adalah areal yang belum menghasilkan galian tambang tetapi
sewaktu-waktu akan menghasilkan galian tambang (tahap penyelidikan umum, eksplorasi,
studi kelayakan, dan konstruksi).
6. Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak menghasilkan galian tambang.
7. Areal emplasemen adalah areal yang diatasnya terdapat bangunan dan/atau pekarangan.
8. Areal lainnya adalah areal perairan yang digunakan untuk menunjang kegiatan usaha
pertambangan (pelabuhan khusus).
9. Hasil bersih galian tambang adalah pendapatan kotor satu tahun dikurangi dengan biaya
eksploitasi atas objek dimaksud.
10. Harga patokan penjualan mineral dan batubara adalah harga mineral dan batubara pada suatu
titik serah penjualan (at sale point) secara Free On Board (FOB) di atas kapal pengangkut
(vessel) untuk masing-masing komoditas tambang sebagaimana ditetapkan setiap bulan oleh
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).B. Tata Cara Penentuan Besarnya NJOP
1. Areal produktif adalah sebesar 9,5 x Hasil bersih galian tambang dalam satu tahun sebelum
tahun pajak berjalan.
2. Areal belum produktif, areal tidak produktif, dan areal emplasemen di dalam atau diluar wilayah
kuasa pertambangan adalah sebesar NJOP berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;
3. Areal perairan adalah sebesar luas perairan dikalikan dengan NJOP perairan yang ditentukan
berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa
tanah sekitarnya sebagaimana perhitungan pada lampiran Va dan Vb Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 dan ditetapkan oleh
Kepala Kantor Wilayah DJP atas nama Menteri Keuangan;
4. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang
disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam
Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan.C. Tata Cara Penentuan Hasil Bersih
1. Hasil bersih galian tambang sebagaimana dimaksud pada huruf B angka 1 ditentukan dengan
cara, pendapatan kotor hasil penjualan galian tambang di mulut tambang (Run On Mine/ROM)
dikurangi dengan biaya eksploitasi.
2. Pendapatan kotor hasil penjualan galian tambang di mulut tambang sebagaimana dimaksud
pada angka 1 ditentukan dengan cara, harga patokan penjualan mineral dan batubara untuk
masing-masing komoditas tambang dikalikan dengan hasil produksi galian tambang, dan
dikurangi dengan biaya-biaya sebagai berikut :
a. Biaya pengolahan dan perekan priadiar4, jadi Apakah SE-47/PJ.6/1999 masih berlaku sampai saat ini?
Dengan berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini —> SE 48/2011 Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-26/PJ.6/1999 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Dirjen Pajak No.
KEP-16/PJ.6/1998 Tanggal 30 Desember 1998 Khusus Untuk Pengenaan PBB Sektor
Pertambangan Non Migas Selain Pertambangan Energi Panas Bumi dan Galian C, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.Originaly posted by ramces:rekan priadiar4, jadi Apakah SE-47/PJ.6/1999 masih berlaku sampai saat ini?
tidak
Dear all friend, tolong masukannya untuk kasus dibawah ini yah.
Pd tahun 2009 perusahaan pertambangan melakukan perhitungan PBB nya sbb :
luas area sesuai KP/IUP = 1.000 m2
area belum produksi = 200 m2
area tidak produktif = 800 m2
Lalu terbit skp atas pbb tahun 2009 yg isinya adalah area yg dikenakan objek pajak adalah :
area belum produksi = 1.000 m2
ketika melihat se 47 tahun 1999, disebutkan bahwa :
"Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan dengan Nilai Jual Objek Pajak berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Menteri Keuangan;"
Jika ijin eksplorasi pertambangan diperoleh pada tahun 2008, maka menurut saya perhitungan pbb nya adalah sebagai berikut :
area belum produksi= 20% x 1.000m2 = 200 m2
dan 200 m2 inilah yg menjadi objek pajak pbb.
Mohon masukannya benarkah seperti ini perhitungannya?
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih..Sundul gan.. Hehehe..
Tidak adakah yang mau menanggapi ini.. hikss.. help me pliss..
- Originaly posted by POERBA:
Tidak adakah yang mau menanggapi ini.. hikss.. help me pliss..
bantu sundul hehe
Hahaha.. Pak pri.. tanggapan anda gimana pak? benarkah seperti itu perhitungannya bedasarkan SE 47 tersebut?
Thanks..Saya coba membantu rekan….
Pengenaan pbb pertambangan th 2009 mengacu ke SE-47 th 2009.Originaly posted by POERBA:Pd tahun 2009 perusahaan pertambangan melakukan perhitungan PBB nya sbb :
luas area sesuai KP/IUP = 1.000 m2Originaly posted by POERBA:se 47 tahun 1999, disebutkan bahwa :
"Eksplorasi pada tahun ke-satu s/d ke-lima, masing-masing sebesar 20% dari luas areal Wilayah Kuasa PertambanganBenar rekan seperti itu jadi karena status ijinnya eksplorasi maka yg dikenakan adalah 20% dari luas ijin.
= 20% x 1000 = 200 m2
Demikian semoga membantu- Originaly posted by heppy:
mengacu ke SE-47 th 2009.
Maaf, SE-47 th 1999 maksudnya…
- Originaly posted by POERBA:
Hahaha.. Pak pri.. tanggapan anda gimana pak? benarkah seperti itu perhitungannya bedasarkan SE 47 tersebut?
Thanks..pernah ada yang menyinggung ini katanya sih dari pendapat majelis PP, namun sayang dia gak cantumin no putusan berapa ..
kl perusahaan yg sudah mendapat ijin eksploitasi masih bisa menggunakan 20% kah?