Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › Akuntansi Pajak › PPh Yayasan Pendidikan
Saya diminta membantu menghitung PPh Badan Yayasan yang bergerak di bidang Pendidikan dan Baitul Mal. Untuk yayasan yang bergerak di pendidikan, ada ketentuan khusus yang mengaturnya, yaitu : SK Dirjen Pajak no: KEP-87/PJ/1995 tanggal 10/10/1995. Pertanyaan saya : (1) Apakah SKEP tersebut sudah ada yang baru ? (2) Kalau sudah ada aturan baru, mohon saya diberi nomor SKEP dimaksud. Terima kasih, selamat bekerja.
sudah tidak berlaku lg rekan. pengakuan penghasilan yg diterima oleh organisasi nirlaba yg bergerak di bidang pendidikan diatur dalam PMK 80/PMK.03/2009 dan PER-44/PJ/2009. KEP-87/PJ/1995 sudah dicabut.
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 80/PMK.03/2009TENTANG
SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG
BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN
PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILANMENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf m Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan;
Mengingat :
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740);
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG SISA LEBIH YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH BADAN ATAU LEMBAGA NIRLABA YANG BERGERAK DALAM BIDANG PENDIDIKAN DAN/ATAU BIDANG PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, YANG DIKECUALIKAN DARI OBJEK PAJAK PENGHASILAN.
Pasal 1
(1) Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
(2) Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
(3) Badan atau lembaga nirlaba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya.
(4) Sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Pembelian atau pembangunan gedung dan prasarana pendidikan, penelitian dan pengembangan termasuk pembelian tanah sebagai lokasi pembangunan gedung dan prasarana tersebut;
pengadaan sarana dan prasarana kantor, laboratorium dan perpustakaan;
pembelian/pembangunan asrama mahasiswa, rumah dinas guru, dosen atau karyawan, dan sarana prasarana olahraga, sepanjang berada di lingkungan/lokasi lembaga pendidikan formal.Pasal 2
(1) Apabila setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang tidak digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan pada tahun pajak berikutnya, setelah jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) terdapat sisa lebih yang digunakan selain untuk pengadaan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (4), sisa lebih tersebut diakui sebagai penghasilan dan dikenai Pajak Penghasilan ditambah dengan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.Pasal 3
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengadaan sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan, diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 4
Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 April 2009
MENTERI KEUANGANttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Rekan2 saya mao diskusi nih, khususnya tentang:
(2) Sisa lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah selisih dari seluruh penerimaan yang merupakan objek Pajak Penghasilan selain penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan tersendiri, dikurangi dengan pengeluaran untuk biaya operasional sehari-hari badan atau lembaga nirlaba.
Maksud dari selisih dari seluruh penerimaan yg merupakan objek PPh dikurangi dengan pengeluaran biaya operasional sehari-hari itu apa ya?
Bisa lebih praktis lagi ga?
Apakah begini ya:
1. penerimaan – biaya operasional = selisih lebih
2. selisih lebih – biaya pembangunan sarana dan prasarana = penghasilan yg menjadi objek pajak
3. atas penghasilan yg menjadi objek pajak tsb. apabila dihabiskan dalam jangka waktu 4 thn sejak perolehan untuk pembangunan prasarana, maka penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak
4. apabila tidak habis dalam 4 thn, maka sisanya dikenakan pajak penghasilan dan dendaYang jadi masalah adalah, bagaimana cara kita mendapatkan angka selisih lebih, apabila pembukuan yg di anut Yayasan adalah akrual?
Salam
- Originaly posted by ranggaadyaksa:
Apakah begini ya:
1. penerimaan – biaya operasional = selisih lebihBenar.. dengan penjelasan :
Objek pajak yayasan pendidikan :
a. uang pendaftaran dan uang pangkal;
b. uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan;
c. uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan;
d. uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dsb;
e. penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian, dsb;
f. penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapunBiaya yayasan pendidikan, al :
1. Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan;
2. Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;
3. Biaya publikasi/iklan;
4. Biaya kendaraan;
5. Biaya kemahasiswaan;
6. Biaya ujian semester;
7. Biaya sewa gedung & utilities (listrik, telepon, air);
8. Biaya laboratorium;
9. Biaya penyelenggaraan asrama;
10. Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya;
11. Biaya pemeliharaan kampus;
12. Biaya penyusutan;
13. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
14. Biaya penelitian dan pengembangan;
15. Biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;
16. Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olah raga & peraga;
17. Subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu;
18. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkenaOriginaly posted by ranggaadyaksa:selisih lebih – biaya pembangunan sarana dan prasarana = penghasilan yg menjadi objek pajak
Sependapat..
Originaly posted by ranggaadyaksa:atas penghasilan yg menjadi objek pajak tsb. apabila dihabiskan dalam jangka waktu 4 thn sejak perolehan untuk pembangunan prasarana, maka penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak
Sependapat..
Originaly posted by ranggaadyaksa:apabila tidak habis dalam 4 thn, maka sisanya dikenakan pajak penghasilan dan denda
Sependapat..
Originaly posted by ranggaadyaksa:Yang jadi masalah adalah, bagaimana cara kita mendapatkan angka selisih lebih, apabila pembukuan yg di anut Yayasan adalah akrual?
Maksudnya gimana rekan? Bukankah hampir semuanya menggunakan stelsel akrual? Tidak ada bedanya dengan badan lainnya?
Ralat Koreksi Fiskal atas penerimaan – Koreksi fiskal atas Biaya = Selisih Lebih
- Originaly posted by begawan5060:
Maksudnya gimana rekan? Bukankah hampir semuanya menggunakan stelsel akrual? Tidak ada bedanya dengan badan lainnya?
Maksudnya begini:
1. Bicara penerimaan, yang saya pahami adalah penerimaan yg benar2 sudah direalisasi melalui kas/bank (cash basis)
2. Begitu juga dengan pengeluaran, adalah pengeluaran yg benar2 sudah direalisasi melalui kas/bank
Yg saya pahami dari peraturan tersebut adalah kelihatannya pembukuan atas selisih lebih ini lebih kepada stelsel kas .Namun, apabila kita bicara laporan keuangan dengan stelsel akrual, di dalam laporan keuangan masih terdapat pos2 akrual juga toh, simplenya:
1. Di dalam pos kas/bank akhir tahun, apabila terdapat saldo kas/bank dalam mata uang asing, berarti terdapat unrealized forex pada akun tsb.
2. Uang pangkal mahasiswa, terkadang terdapat piutang atas uang pangkal tsb (apabila mahasiswa mencicil)
3. Beban maupun pendapatan diterima di muka
4. Pada akun biaya yg masih harus dibayar, ini msh pos akrual.
Dari ketiga point tsb., belum terjadi penerimaan atau pengeluaran (dalam artian kas).Apabila dapat kita sepakati bahwa "penerimaan dan pengeluaran" ini adalah stelsel kas, berarti:
1. kita harus melakukan rekonsiliasi dari laporan keuangan stelsel akrual menjadi laporan keuangan stelsel kas.
2. lalu melakukan koreksi positif atau negatif atas penerimaan dan pengeluaran kas
Bagaimana?Atau apakah, sudah ada yg punya contoh perhitungan sisa lebih tsb. dan penggunaannya yg sesuai dengan peraturan ini.
Originaly posted by begawan5060:12. Biaya penyusutan;
Untuk biaya penyusutan, tidak boleh dicatat sebagai pengeluaran, coba kita lihat ke peraturan pelaksanaannya aja ya:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER – 44/PJ./2009
Pasal 4
(1) Atas pengeluaran untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang berasal dari sisa lebih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 tidak boleh dilakukan penyusutan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.Salam,
Menurut saya begini :
Selisih lebih hanya suatu istilah, yang pada hakekatnya adalah ph neto. Seperti juga dalam koperasi di-istilahkan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dalam kewajiban perpajakan dan tatacara pembukuannya, tidak ada perbedaan perlakuan dengan WP Badan lainnya. Dengan demikian atas pengakuan penghs yang diterima atau diperoleh sesuai dengan stelsel yang dianut WP, asalkan taat asas..Originaly posted by ranggaadyaksa:Untuk biaya penyusutan, tidak boleh dicatat sebagai pengeluaran, coba kita lihat ke peraturan pelaksanaannya aja ya:
Biaya penyusutan yang dimaksud di sini adalah setelah selisih lebih tsb dimanfaatkan untuk pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana, dan atas pengeluaran ini tidak dapat disusutkan…, atau mungkin juga pemahaman saya yang keliru..
Jadi biaya penyusutan yang saya maksud diatas hanya dalam rangka menghitung selisih lebih…
- Originaly posted by begawan5060:
Selisih lebih hanya suatu istilah, yang pada hakekatnya adalah ph neto. Seperti juga dalam koperasi di-istilahkan Sisa Hasil Usaha (SHU).
Dalam kewajiban perpajakan dan tatacara pembukuannya, tidak ada perbedaan perlakuan dengan WP Badan lainnya. Dengan demikian atas pengakuan penghs yang diterima atau diperoleh sesuai dengan stelsel yang dianut WPTerimakasih rekan, tapi saya masih ada ragu atas penjelasannya.
Istilah yg dipakai pada peraturan tersebut kenapa tidak ada penjelasan lagi ya? (layaknya UU gitu, ada penjelasan pasal demi pasal)
Istilah "penerimaan dan pengeluaran" jadi bias. Udah gitu ada lagi peraturan mengenai "tidak boleh dilakukan penyusutan". Bukannya jadi mengarah ke cash basis ya? Dimana beban penyusutan tidak diakui pd stelsel ini…
Salam,
- Originaly posted by ranggaadyaksa:
Istilah "penerimaan dan pengeluaran" jadi bias. Udah gitu ada lagi peraturan mengenai "tidak boleh dilakukan penyusutan". Bukannya jadi mengarah ke cash basis ya? Dimana beban penyusutan tidak diakui pd stelsel ini…
Benar… stelsel kas, tidak dikenal penyusutan..
Tetapi untuk keperluan perpajakan, meskipun menganut stelsel kas, maka pengeluaran yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, harus dibebankan melalui penyusutan… Jadi fiskal menganut stelsel campuran..Ada baiknya untuk membaca ini :
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
4 Juli 1995SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE – 34/PJ.4/1995TENTANG
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN BAGI YAYASAN ATAU ORGANISASI YANG SEJENIS
(SERI PPh UMUM NOMOR 15)DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, tentang Perubahan Undang-undang Nomor
7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991, dengan ini diberikan
penegasan tentang perlakuan Pajak Penghasilan bagi yayasan atau organisasi yang sejenis mulai tahun pajak
1995 sebagai berikut :1. Umum
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) huruf b Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, yayasan atau organisasi yang sejenis
adalah Subjek Pajak Pajak Penghasilan.2. Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang bukan merupakan Objek Pajak.
Penerimaan yayasan atau organisasi yang sejenis dapat dibedakan antara penerimaan yang bukan
Objek Pajak dan penerimaan yang merupakan Objek Pajak.Penerimaan atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain :
a. 1) bantuan atau sumbangan;
2) harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau
hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus
dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.b. dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan
di Indonesia.c. bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.
3. Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang merupakan Objek Pajak Penghasilan.
3.1. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak adalah semua penghasilan yang diterima atau
diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat
(1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-
undang Nomor 10 Tahun 1994 antara lain adalah :
a. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa;
b. bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;
c. sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang
semula berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah;
e. pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.3.2. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pendidikan, termasuk
penghasilan pada butir 3.1. huruf a adalah :
a. uang pendaftaran dan uang pangkal;
b. uang seleksi penerimaan siswa/mahasiswa/peserta pendidikan;
c. uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya
dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan siswa/ mahasiswa/peserta
pendidikan;
d. uang SPP, uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar/lokakarya, dan
sebagainya;
e. penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian dan sebagainya;
f. penghasilan lainnya yang dikaitkan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran/
pendidikan/pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun.3.3. Bagi yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan,
termasuk penghasilan pada butir 3.1. huruf a adalah :
a. uang pendaftaran untuk pelayanan kesehatan;
b. sewa kamar/ruangan di rumah sakit, poliklinik, pusat pelayanan kesehatan;
c. penghasilan dari perawatan kesehatan seperti uang pemeriksaan dokter, operasi,
rontgent, scaning, pemeriksaan laboratorium, dan sebagainya;
d. uang pemeriksaan kesehatan termasuk "general check up";
e. penghasilan dari penyewaan alat-alat kesehatan, mobil ambulance dan
sebagainya;
f. penghasilan dari penjualan obat;
g. penghasilan lainnya sehubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kesehatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun.4. Pengurangan penghasilan bruto.
Untuk memperoleh penghasilan neto, yayasan atau organisasi yang sejenis diperkenankan
mengurangkan :
a. biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian
jasa untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau biaya yang
berhubungan langsung dengan operasional penyelenggaraan yayasan atau organisasi yang
sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9
ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994;b. penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1994.c. subsidi/bea siswa yang diberikan kepada siswa yang kurang mampu ataupun biaya pendidikan
siswa yang kurang mampu yang dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak
bergerak di bidang pendidikan, biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu yang
dipikul oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang tidak bergerak di bidang pelayanan
kesehatan.5. Subsidi atau pembebanan biaya bagi pasien/siswa yang kurang mampu.
Dalam hal pasien/siswa yang kurang mampu diberikan pembebasan sebagian atau seluruh biaya
pelayanan kesehatan/pendidikan oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang bergerak di bidang
pelayanan kesehatan/pendidikan, maka subsidi tersebut dibukukan sebagai berikut :
a. sejumlah bagian yang benar-benar di bayar oleh pasien/siswa merupakan penghasilan, dan
biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya-biaya sebagaimana
dimaksud dalam butir 4 huruf a dan b di atas; atau
b. sejumlah yang seharusnya diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis
merupakan penghasilan, dan sejumlah subsidi (selisih antara yang seharusnya diterima
yayasan atau organisasi yang sejenis dengan yang benar-benar dibayar oleh pasien/siswa)
merupakan tambahan biaya.Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis memberikan subsidi sebagian atau seluruh biaya
pelayanan kesehatan/pendidikan kepada pasien/siswa yang kurang mampu yang dirawat/bersekolah
di rumah sakit/sekolah yang bernaung di bawah yayasan lain, maka pengeluaran subsidi dimaksud
dapat ditambahkan sebagai biaya oleh yayasan atau organisasi yang sejenis yang memberikan
subsidi tersebut.6. Penghasilan Kena Pajak.
6.1. Penghasilan Kena Pajak yayasan atau organisasi yang sejenis yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan adalah gunggungan penghasilan pada butir 3, kecuali penghasilan
yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dikurangi dengan butir 4 dan dengan
memperhatikan butir 5. Atas selisih lebih dikenakan pajak penghasilan berdasarkan tarif
Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dan apabila menunjukkan selisih negatif tidak
terutang pajak penghasilan.6.2. Dalam menghitung gunggungan Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada butir
6.1. tidak termasuk penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan secara final,
misalnya pajak penghasilan atau bunga deposito, penjualan saham di bursa efek.7. Kewajiban pembukuan dan penyampaian SPT.
7.1. Yayasan atau organisasi yang sejenis diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai
dengan ketentuan Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 beserta peraturan pelaksanaannya.7.2. Yayasan atau organisasi yang sejenis wajib menyampaikan SPT Tahunan dan SPT masa PPh
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dan disebar-luaskan kepada yayasan atau organisasi
yang sejenis di wilayah kerja Saudara.DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
- Originaly posted by begawan5060:
6. Penghasilan Kena Pajak.
6.1. Penghasilan Kena Pajak yayasan atau organisasi yang sejenis yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan adalah gunggungan penghasilan pada butir 3, kecuali penghasilan
yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, dikurangi dengan butir 4 dan dengan
memperhatikan butir 5. Atas selisih lebih dikenakan pajak penghasilan berdasarkan tarif
Pasal 17 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994, dan apabila menunjukkan selisih negatif tidak
terutang pajak penghasilan.Ok sudah paham rekan.
Originaly posted by begawan5060:7. Kewajiban pembukuan dan penyampaian SPT.
7.1. Yayasan atau organisasi yang sejenis diwajibkan menyelenggarakan pembukuan sesuai
dengan ketentuan Pasal 28 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 beserta peraturan pelaksanaannya.Ok, makin paham rekan.
Berarti memang cuma istilah saja ya, "penerimaan, pengeluaran, selisih lebih dll" itu. Pada dasarnya pembukuan yg dianut tetap sama dengan badan2 dgn bentuk yg lain (PT, CV dst.)
Terimakasih.
Salam
- Originaly posted by ranggaadyaksa:
Apakah begini ya:
1. penerimaan – biaya operasional = selisih lebih
2. selisih lebih – biaya pembangunan sarana dan prasarana = penghasilan yg menjadi objek pajak
3. atas penghasilan yg menjadi objek pajak tsb. apabila dihabiskan dalam jangka waktu 4 thn sejak perolehan untuk pembangunan prasarana, maka penghasilan tersebut tidak dikenakan pajak
4. apabila tidak habis dalam 4 thn, maka sisanya dikenakan pajak penghasilan dan dendaYang jadi masalah adalah, bagaimana cara kita mendapatkan angka selisih lebih, apabila pembukuan yg di anut Yayasan adalah akrual?
Salam
Dari Kutipan Mas Rangga, saya muncul pertanyaan yaitu:
1) Apakah Sisa Lebih bisa menjadi Kewajiban Pajak Tangguhan?
2) Apakah Bisa memintakan ke KPP untuk menangguhkan Pengenaan Pajak ini untuk 4 tahun ke depan?
3) Apakah ada Form Khusus untuk memintakan ini ke KPP?Terima Kasih Sebelumnya saya Ucapkan.
- Originaly posted by awoei:
1) Apakah Sisa Lebih bisa menjadi Kewajiban Pajak Tangguhan?
Sepertinya tidak ada efek pajak tangguhan.
Originaly posted by awoei:2) Apakah Bisa memintakan ke KPP untuk menangguhkan Pengenaan Pajak ini untuk 4 tahun ke depan?
3) Apakah ada Form Khusus untuk memintakan ini ke KPP?Tidak ada rekan, karena memang peraturannya otomatis baru kena pajak setelah 4 tahun. Jadi yg WP lakukan adalah, melakukan kontrol atas selisih lebih tsb. untuk menjawab, apakah selisih lebih tersebut telah habis dlm waktu 4 thn.
Salam
Terima Kasih Rangga untuk sharingnnya.
Sungguh bermanfaat untuk saya.- Originaly posted by ranggaadyaksa:
(1) Sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
dalam hal kita mencicil gedung sekolah yang sudah jadi, apakah pernyataan diatas bisa diterapkan..?