Media Komunitas Perpajakan Indonesia › Forums › PPh Pemotongan/Pemungutan › PPh 21 atau PPh 23
Dear All,
Tolong donk, saya perlu surat Keputusan Dirjen Pajak no. S-93/pj.31/1995 tanggal 17 Juli 1995 tentang Perlakuan PPh atas Imbalan dalam bentuk Natura dan Kenikmatan yang Dibebankan pada Biaya Operasi oleh Kontraktor Kontrak Bagi Hasil (KBH) di bidang Migas.
Saya sudah cari, tapi belum ketemu.Terima kasih sebelumnya.
SalamSaya liat di TaxBase 2008, Semoga membantu
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________ _________________________________________
17 Juli 1995SURAT DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR S – 93/PJ.31/1995TENTANG
PERLAKUAN PPH ATAS IMBALAN DALAM BENTUK NATURA DAN KENIKMATAN YANG DIBEBANKAN
PADA BIAYA OPERASI OLEH KONTRAKTOR KONTRAK BAGI HASIL (KBH) DI BIDANG MIGASDIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Sehubungan dengan masalah pembebanan imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan ke dalam biaya
operasi (Recovery Cost) yang dilakukan oleh kontraktor Kontrak Bagi Hasil (KBH) di bidang migas, dengan ini
diberikan penegasan sebagai berikut :1. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) huruf d jo. Pasal 4 ayat (3) huruf d Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991,
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan atau kenikmatan dari Pemerintah atau Wajib Pajak tidak termasuk sebagai objek
Pajak bagi yang menerima atau memperolehnya dan tidak boleh dikurangkan sebagai biaya bagi
yang memberikan kecuali penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
tertentu di daerah terpencil yang diatur dalam Peraturan Pemerintah.2. Sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 jo. Pasal 29
Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1985, pembayaran dalam bentuk natura dan kenikmatan
lainnya oleh kontraktor Kontrak Bagi Hasil (KBH) yang masih berlaku pada saat berlakunya
Undang-undang Pajak Penghasilan 1984 bagi perusahaan diperbolehkan dikurangkan sebagai biaya,
sedang bagi pihak yang menerima atau memperoleh merupakan penghasilan yang dikenakan PPh.3. Berdasarkan uraian pada butir 1 dan 2 tersebut di atas, perlakuan PPh atas imbalan dalam bentuk
natura dan kenikmatan adalah :3.1. Untuk kontraktor KBH yang ditandatangani sebelum berlakunya Undang-undang Pajak
Penghasilan 1984, maka pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto sebagai biaya, dan harus dihitung
sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi karyawan yang menerimanya.3.2. Untuk kontraktor KBH yang ditandatangani setelah berlakunya Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 adalah :
a. pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto, dan bukan merupakan penghasilan bagi
karyawan yang menerimanya.
b. dalam hal pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan tersebut ternyata
telah dibebankan sebagai biaya operasi oleh KBH-XYZ, maka pemberian imbalan
dalam bentuk natura dan kenikmatan tersebut harus dihitung sebagai penghasilan
bagi karyawan yang menerimanya dan harus dipotong dan disetor Pajak Penghasilan
Pasal 21 atau PPh Pasal 26 huruf d yang terutang.3.3 Untuk kontraktor KBH yang ditandatangani setelah berlakunya Undang-undang Nomor 7
Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994
pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya hanya dapat dibebankan
sebagai biaya dan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan yang menerimanya apabila
pemberian imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan tersebut dilakukan di daerah
terpencil yang telah memperoleh persetujuan Kepala Kantor Wilayah yang bersangkutan
sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 633/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember
1994 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-29/PJ.4/1995 tanggal 5 Juni 1995.4. Ketentuan 3.1 dan 3.2 berlaku terhadap semua kontraktor KBH yang kontraknya ditandatangani
sebelum 1 Januari 1995 baik yang belum maupun yang telah berproduksi.Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
FUAD BAWAZIER
Mas Yasin tenang aja gak usah grogi, he he he. Dicoba diadakan pembetulan dg PBK dari PPh 23 ke PPh 21, toh masih kurang bayar. Tapi sebelumnya dilakukan pendekatan dengan KAP dan AR nya. Siapa tahu bisa kan mas Yasin bisa tidur nyenyak. Wass.
Yang saya mau tanyakan apa yang menjadi dasar hukum bahwa saat terutang PPh 23 pada saat pembayaran atau diakui sebagai biaya ? mohon penjelasannya…, karena jika berhadapan dengan fiskus, pasti ujung-ujung yang ditanyakan dasar hukum kita melakukan pemotongan tersebut…
pada prinsipnya PPh 23 itu terutang pada saat pengakuan biaya atau pembayaran mana yang terjadi lebih dahulu…
tetapi itu semua tergantung kepada pembukuan Pak Gamulya apakah menggunakan "accrual basis" atau "cash basis"…
untuk lebih jelasnya lihat PP No.138 tahun 2000 pasal 8 ayat 3 dan 4Makasih banget yach mas ferry….By the way, saya mau nanya mas ferry, jika dalam laporan SPT Masa PPN, nomer urut faktur tidak urut diperbolehkan atau tidak, no faktur pajak standar tidak urut dikarenakan adanya re-financing PPN sesuai dengan PER-159 yang dimana ada kelonggaran pembuatan faktur pajak yakni 1(satu) bulan setelah penyerahaan BKP/JKP.., menurut mas ferry ini tax avoidance atau tax evasion, mohon penjelasannya…
tolong dong…
saya perlu KEP-09/PJ./1992 tapi tidak ada di peraturan ortax ini..
Ada yang bisa bantu?
Terimakasihsaya juga setuju dengan temen2 bahwa untuk subjek pajak berupa Orang pribadi pengenaanya berdasarkan PPh pasal 21 dan untuk subjek pajak Badan menggunakan pasal 23. tidak benar juga kalau temen AR kita bilang sama saja karena faktanya gak sama baik tarif maupun esensinya. dan pendapat temen AR telah merugikan saudara di kemudain hari dan merugikan negara pada saat itu.
Sudah pernah dibahas mslh ini.
1. Lihat apakah KAP tsb bentuknya perseorangan atau badan(biasanya profesi dalam bentuk persekutuan perdata/firma)
2. Lihat lagi PER-15/PJ./2006 yg telah disebutkan rekan2 di atas. Walapun bukan dlm bentuk badan, namun apabila dalam pekerjaannya mempekerjakan orang lain maka dipotong PPh 23. Nah disinilah letaknya kenapa AR anda menjwab boleh 21 dan boleh 23. Jadi AR anda sama sekali "Tidak Salah", begitu juga KAP anda.
Namun apabila anda mau lebih yakin utk memotong PPh 23, mintalah kepada KAP anda surat keterangan terdaftarnya, dlm surat keterangan terdaftar, tercantum kewajiban perpajakannya pasal berapa saja.Apabila ada kewajiban PPh pasal 21, maka dia mempekerjakan orang lain, walaupun dalam bentuk perseorangan.A/R nya benar2 ngaco itu..
saya juga pernah ada rekanan seperti itu, awalnya dipotong Pph.21 7,5% karena masih merupakan akuntan dengan nama pribadi
tapi begitu akuntan tersebut mendirikan Badan dan telah mempunyai NPWP badan, baru saya potong 4,5% sesuai dengan PPh.23
dan itu yang menurut saya tepat dan benarDear All Friend's, Attn: Friend Yasin:
Untuk "pedoman" apakah atas Penghasilan yang dibayarkan kepada Fihak Ketiga yang sifatnya:
1. Apabila berkaitan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan yang dilakukan Orang Pibadi al. Jasa Auditor yang termasuk Kriteria Jasa Tenaga Ahli maka atas Penghasilan tersebut merupakan Obyek "Witholding Tax Pemotongan PPh Pasal 21" cfm Pasal 5 Ayat (1) Huruf e Angka 1 jo Pasal 9 Ayat (7) dan Ayat 8 PER-15/PJ/2006 dengan tarif sebesar 15% X 50% X Bruto Pembayaran atau 7,5% X Bruto Pembayaran; Atas Jasa tsb. terutang PPN 10% kecuali Pemberi Jasa adalah Pengusaha Kecil.
2. Apabila berkaitan dengan Jasa lain selain Jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21 terlebih jika Jasa tsb. diberikan oleh Badan, Asosiasi dan sejenisnya maka Penghasilan tsb. menjadi Obyek "Witholding Tax Pemotongan PPh Pasal 23" cfm Pasal 23 UU PPh jo PER-70/PJ/2007 Lampiran II Nomor III Angka 3 dengan Tarif sebesar 15% X 30% X Bruto Jumlah Imbalan Jasa tidak termasuk PPN 10%
Demikian semoga bermanfaat untuk Tax Planning.
RITZKY FIRDAUS.
Setahu saya apabila penerima penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi memperkerjakan orang maka dipotong PPh ps. 23, tetapi kalau WP OP bekrja sendiri dipotong PPh Ps. 21.
Mohon pencerahannya…………Salam ORTaxDear forum ortax,
Saya mau bertanya, di perusahaan saya sedang berencana membeli lisensi software microsoft, mengenai itu aspek perpajakannya apa saja ya? apa saya harus memotong PPh pasal 26?saya setuju dengan rekan weicing 75, saya sering mengalami transaksi seperti diatas, dan sdh bnyak bertanya ksana kesini, sampai ikut training juga, dan saya sudah tanyakan persoalan ini dgn jelas….bahwa:
objek pajak yang dikenakan pph 21 adalah sudah pasti orang pribadi, sementara utk pph 23 adalah WP pribadi atau badan…
disebutkan auditor tersebut menggunakan npwp pribadi…( its oke ) tp dilihat lagi apakah dalam menjalankan pekerjaannya dilakukan oleh sendiri atau dia memperkerjakan lagi orang lain?,jika sendiri dipotong pph 21, jika dia memperkerjakan orang lain (punya pegawai) maka dipotong pph 23…
semoga dapat membantu….